LPSK Terbuka Menerima Permohonan Perlindungan Terkait Kasus Vina Cirebon, Termasuk Saka Tatal

Hal tersebut diberitahukan oleh reporter Tribunnews.com, Fahmi Ramazan

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Wakil Presiden Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (WPA) Susilaningtias mengajak semua pihak untuk mengajukan perlindungan atas meninggalnya Vina Cirebon, termasuk Saka Tatal.

Seperti diketahui, Saka Tatal merupakan terpidana kasus pembunuhan Vina dan Eki di Cirebon yang bebas pada tahun 2020.

Terkait hal tersebut, Susi juga mengatakan LPSK tidak menutup pintu bagi siapapun yang ingin mengajukan permohonan perlindungan, khususnya terkait meninggalnya Vina Cirebon.

Lalu yang kedua, siapa tahu ada ancaman atau intimidasi terhadap saksi dan korban ini, kita bisa memberikan perlindungan, kata Susi, Rabu (22/05/2024) di Kantor LPSK, Jakarta Timur.

Alhasil, perempuan yang kembali terpilih sebagai Ketua LPSK 2024-2029 ini memastikan Saka mengajukan perlindungan kepada partainya meski berstatus terpidana.

Namun, lanjut Susi, sejauh ini baru ada satu saksi yang meminta perlindungan kepada pihaknya.

“Yang pasti kami tidak menghalangi siapa pun untuk mencari perlindungan ke LPSK. Nanti kita akan berbuat lebih banyak lagi sebelum menerima atau tidak,” ujarnya. Saka mengaku disiksa

Saka Tatal sebelumnya mengaku belum mengetahui kronologi pembunuhan Veena dan kekasihnya Ekki pada 2016 lalu.

Sebab, saat itu Saka mengaku tidak ada di lokasi kejadian.

Bahkan, Saka mengaku tidak mengenal Vina dan Ekki.

“Saya kurang paham kronologisnya (kasus Vina dan Eki) karena saat itu saya tidak ada di sana. Saya berada di rumah bersama saudara perempuan, paman, dan teman-teman saya. Saya tidak kenal Eki dan Vina. kata, Sabtu (18 Mei 2024).

Menurut Saka, dia merupakan korban penangkapan sewenang-wenang atau salah tangkap.

“Saya jelaskan, saat itu saya hanya mengantar sepeda motor (paman saya), tapi saya juga ketahuan, langsung saya ambil tanpa alasan, tanpa penjelasan apa pun,” jelasnya.

Saka pun mengungkapkan, dirinya kerap mendapat perlakuan tidak menyenangkan dari polisi saat menginterogasinya.

Ia disiksa hingga mengaku membunuh Vina dan Eki.

“Saat saya tiba di kantor polisi, mereka langsung memukuli saya dan menyuruh saya mengakui bahwa saya tidak melakukannya setiap hari.

“Mereka memukuli saya, mengolok-olok saya, segala macam hal sampai saya disetrum.”

“Yang tertembak kebanyakan polisi, hanya saja saya tidak tahu namanya karena tidak tahan dengan penyiksaan, akhirnya saya mengaku, terpaksa, saya tidak tahan lagi,” ujarnya. .

Padahal, usianya saat itu masih 16 tahun.

Pasca bebas dari penjara pada 2020, Saka baru mengetahui ada daftar tiga orang yang dicari (DPO) dalam kasus pembunuhan Vina.

Saka pun mengaku belum mengenal ketiga pengungsi yang ikut DPO tersebut.

“Setelah saya bebas pada tahun 2020, saya mengetahui ada tiga OPO dalam kasus Vina, saya bahkan tidak mengetahui siapa ketiga OLP tersebut,” ujarnya.

Ia pun menegaskan, dirinya bukan anggota geng motor dan sama sekali tidak memiliki sepeda motor.

Dia baru berusia 15 tahun ketika kejadian itu terjadi.

“Saya sebenarnya tidak ikut geng motor, saya tidak punya sepeda motor sama sekali,” jelas Saka.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *