Reporter Tribune News.com, Fahmi Ramdhan melaporkan.
Tribun News.com, Jakarta – Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) angkat bicara soal pernyataan pengacara Dini, Sera Afrianti (29), yang mengatakan hakim Pengadilan Negeri Surabaya keberatan jika dihadirkan ahli dari LPSK. Saksi di persidangan Ronald Tannur.
Sebelumnya, kuasa hukum keluarga Dini, Dimas Yemakhura, saat rapat dengan Komisi III DPR RI, mengatakan hakim PN Surabaya keberatan ketika ahli LPSK menjelaskan kasus restitusi yang diajukan kliennya.
Menanggapi hal tersebut, Wakil Ketua LPSK Antonius P.S. Wibowo menjelaskan, hakim saat itu tidak keberatan, melainkan menanyakan identitas wakilnya yang diwakili Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam persidangan di Pengadilan Negeri Surabaya.
Saat dihubungi tribunes.com, Rabu (31/7/2024), Antonius mengatakan, “Bukan ada keberatan dari hakim, tapi hakim menanyakan dalam kapasitas apa ahli LPSK hadir di hadapan Pengadilan C,” kata Antonius.
Pakar LPSC, Anton, kemudian menjelaskan kemampuan jaksa mewakili dirinya di pengadilan dalam kasus pembunuhan Dini Serra Afrinati.
Kemudian ahli LPSC menyatakan pihaknya hadir dalam persidangan sebagai ahli ganti kerugian yang akan menjelaskan apakah korban atau keluarga Denis berhak mengajukan permohonan pemulihan.
“Setelah diberikan penjelasan, akhirnya hakim paham dan ahli LPSK disumpah untuk bersaksi soal ganti rugi,” jelasnya.
Anton kemudian pun menanggapi pernyataan hakim yang kemudian mempertanyakan alasan dirinya mengajukan restitusi padahal Ronald Tenure tidak terbukti membunuh Dini.
Menurut Antonius, permohonan pengangkatan kembali Dini Serra tidak perlu menunggu sampai Ronald Tenure terbukti sebagai pembunuhnya.
Sebab, menurutnya, hal itu juga diatur oleh peraturan yang ada, antara lain UU Nomor 31 Tahun 2004, Keputusan Pemerintah (G.R.) Nomor 7 Tahun 2018, dan Keputusan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 1 Tahun 2002.
“Permohonan ganti rugi bisa diajukan bahkan sebelum kejaksaan mengajukan tuntutan. Jadi tidak perlu menunggu RT membuktikan bahwa korban adalah pembunuh,” ujarnya.
LPSK sudah memiliki rekam jejak yang panjang dalam berhasil memulihkan kerugian sebelum jaksa mengajukan tuntutan, termasuk dalam kasus Mario Dundee, tutupnya.
Dalam kasus tersebut, sebelumnya diberitakan, kuasa hukum Dini Sera Afrinati, Dimas Yemakhura, bersama keluarga korban menggelar rapat umum dengan Komisi III DPR terkait putusan bebas yang dijatuhkan Pengadilan Negeri (DS) Surabaya. RDPU) bergabung. Hakim terhadap Gregorius Ronald Tenure yang didakwa melakukan pembunuhan pada Senin (29/7/2024).
Dalam paparannya, Dimas mengatakan hakim yang memimpin persidangan merasa keberatan ketika jaksa menghadirkan saksi dan saksi dari Lembaga Perlindungan Korban (LPSK) untuk membahas ganti rugi yang harus dibayarkan kepada Ronald Tanur.
Dia mengatakan, penolakan tersebut merupakan wujud keengganan hakim melindungi hak Dini sebagai korban pembunuhan Ronald Tannour.
“Lalu ada posisi hakim lain yang menurut saya tidak berpihak pada kebenaran atau tidak melindungi hak almarhum.”
“Ada satu kasus dimana dalam pemeriksaan terhadap saksi LPSC, hakim merasa keberatan jika JPU menghadirkan LPSC sebagai saksi, padahal LPSC ingin menjelaskan kewajiban tersangka untuk memberikan ganti rugi,” kata Dimas dalam RDPU mengutip komisi ketiga. dari DPR. Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin sore, dikutip dari YouTube TV “Parlemen”.
Padahal, kata Dimas, tanggung jawab restitusi penuh sudah tertuang dalam tuntutan jaksa.
Namun, Dimas mengatakan hakim justru mempertanyakan bagaimana LPSK bisa mengetahui Ronald Tenure-lah yang membunuh Dini. Edward Tanur, Anggota DPR RI dari PCB (kiri), didiskualifikasi karena kelakuan putranya Gregorius Ronald Tanur (kanan), memiliki kekayaan bersih Rp 11,1 miliar. Sebelumnya, harta kekayaannya senilai Rp 2,1 miliar. (Tribunnews.com/DPR kolase)
Dengan pernyataan tersebut, lanjutnya, hakim meminta agar saksi LPSK dihadirkan pada persidangan selanjutnya karena belum terbukti Ronald Tenure membunuh pacarnya.
Lalu hakim (LPSK) berkata, “Bagaimana Anda tahu tersangka melakukan pembunuhan, kami belum tahu. Jadi buat apa kasih ini (kompensasi), ini untuk nanti,” kata Dimas.