Laporan Koresponden Tribunnews.com, Ismoyo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) pun memberikan jawabannya terkait adanya aturan tentang jaminan kepemilikan rumah (Tapera) yang dapat berdampak pada masyarakat, terutama dari sisi daya beli.
Ketua LPS Purbaya Yudhi Sadewa mengatakan undang-undang tersebut akan berdampak pada pertumbuhan dana di bawah Rp 100 juta.
“Iya jelas akan berdampak (yang di bawah Rp 100 juta). Pengeluaran mereka berkurang. Jadi kalau nanti mereka dapat uangnya (Tapera), yang jelas penggunaannya akan terpengaruh,” kata Purbaya di kantor LPS. Jakarta, Selasa (28/5/2024).
Meski demikian, Purbaya yakin rencana pemerintah tersebut akan berhasil. Ia menambahkan, uang buruh yang dikumpulkan Tapera aman karena tersimpan di perangkat yang aman.
Seperti simpanan bank, utang/sukuk pemerintah, utang/sukuk provinsi, sesuai UU Tapera.
“Tapi seperti saya katakan, uang itu tidak jalan (di Tapera). Kalau berjalan baik dan mendorong pertumbuhan ekonomi, bisa bermanfaat,” jelas Purbaya.
“Jika ada program seperti itu, harus ada rencana untuk memanfaatkannya dengan baik dan baik,” tutupnya.
Anggota menolak rencana pengelolaan sumbangan Tapera
Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menentang keras pemberlakuan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas PP Nomor 25 Tahun 2020 tentang Pembentukan Tabungan Rumah (Tapera).
Ketua Umum Apindo Shinta Kamdani menjelaskan, UU No. 4 Tahun 2016 tentang ‘Tabungan Perumahan Umum’ Apindo menolak keras penerapan undang-undang ini.
Apindo sudah beberapa kali melakukan pembahasan, kesepakatan, dan mengirimkan surat ke presiden soal Tapera, kata Shinta saat ditanya, Selasa (28/5/2024).
Shinta mengatakan Apindo sebenarnya membantu kehidupan para pekerja dengan memberikan akomodasi kepada para pekerja. Namun, menurut Shina, PP yang baru disahkan pada 20 Mei 2024 itu serupa dengan rencana sebelumnya.
Artinya, manfaat layanan tambahan (MLT) rumah pekerja bagi peserta program Jaminan Hari Tua (JHT) BP Jamsostek, kata Shinta.
Dia mengatakan, tambahan beban sebesar 2,5 persen untuk pekerja dan 0,5 persen untuk upah pengusaha tidak diperlukan karena bisa menggunakan uang dari Dana BPJS Ketenagakerjaan.
Menurut Shinta, pemerintah sebaiknya menambah anggaran operasional BPJS, karena sesuai PP besarnya 30 persen atau Rp 138 triliun, sehingga harta JHT sebesar 460 triliun bisa digunakan untuk program MLT perumahan pekerja.
“Anggota menilai undang-undang Tapera yang baru akan menambah beban pengusaha dan pekerja,” kata Shinta.
Saat ini pajak yang ditanggung pengusaha sebesar 18,24-19,74 persen dari pendapatan dan pengetahuan pekerja misalnya. Asuransi ketenagakerjaan, mis. jaminan hari tua 3,7 persen; Angka kematian sebesar 0,3 persen; asuransi kecelakaan kerja 0,24-1,74 persen; dan 2 persen dari asuransi pensiun.
Majikan juga membayar asuransi sosial, mis. 4 persen asuransi kesehatan. Selain itu, dana pensiun telah memenuhi PSAK (Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan) sekitar 8 persen.
Persoalan semakin bertambah akibat depresiasi rupee dan menurunnya permintaan pasar, kata Shinta.
Apindo sendiri telah menyediakan pengembang melalui DPP Real Estate Indonesia (REI) dan menginisiasi penandatanganan Kick Off kerjasama antara bank BPJS Ketenagakerjaan dengan dua bank Himbara (BTN dan BNI) dan 4 bank (Asosiasi Bank Pembangunan Daerah (Asbanda) misalnya, Bank Jabar, Jawa Tengah, Bali dan Aceh untuk meningkatkan manfaat program MLT Perumahan Pekerja.
Shinta mengatakan, jika pemerintah tetap menggunakan bantuan Tapera, Apindo berharap bisa memanfaatkannya terlebih dahulu dengan uang yang dikumpulkan dari ASN, TNI, Polri untuk mendukung apa yang dikelola pemerintah.
Uang rakyat (Tapera) ramai diperbincangkan masyarakat. Presiden Joko Widodo telah mengumumkan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2024 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2020 tentang Tabungan Perumahan Umum (Tapera) yang diundangkan pada 20 Mei 2024.
Berdasarkan aturan tersebut, ada dua kelompok peserta Tapera, yaitu pegawai dan wiraswasta. Mereka yang menerima upah rendah harusnya berada di Tapera.
Saat ini, mereka yang memiliki pendapatan terbatas tidak diwajibkan tetapi dapat berpartisipasi. Berusia minimal 20 tahun atau sudah menikah pada saat pendaftaran. Aturan PHK Tapera berlaku sejak 2020.
Besaran uang bagi peserta Tapera ditetapkan sebesar 3 persen dari gaji atau upah pegawai, yaitu 0,5 persen untuk pemberi kerja dan 2,5 persen untuk gaji yang sama.
Sedangkan tabungan peserta Tapera sebesar 3 persen. Pendapatan pekerja mandiri atau pekerja yang tidak bergantung pada pemberi kerja, misalnya petani, seniman, pedagang, atau pengendara sepeda motor, seluruhnya ditanggung oleh Mandiri. . Seorang pegawai.
Perbedaan utamanya ada pada 5a. Pasal Pasal 15 yaitu bahwa perhitungan untuk menentukan besarnya pendapatan yang akan ditangani sendiri oleh peserta dihitung berdasarkan pendapatan yang dilaporkan, dan pada poin d pasal 4. Pasal 15 (Badan Eksekutif) Dihentikan.
Selain itu pada Pasal 15 terdapat perbedaan dengan PP sebelumnya yaitu menghitung dasar penetapan kenaikan jumlah tabungan pegawai yaitu pekerja/pegawai di BUMN (badan usaha milik negara), BUMD (badan usaha daerah), BUMDes (badan usaha perkotaan) dan badan usaha swasta kini berada di bawah kendali pekerja, yang sebelumnya berada di bawah kementerian terkait.