Dilansir reporter Tribunnews.com, Fahmi Ramkhan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Fifi Mulyani, Wakil Direktur Pelayanan RSUD Pasar Minggu sekaligus teman perempuan Hakim Agung saat ini Ghazalba Saleh, hadir pada sidang lanjutan dugaan Suap dan Pencucian Uang (TPPU) pada Kamis (15 Agustus 2024) sebagai saksi. ), Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat mengadili kasus tersebut.
Dalam persidangan, terungkap obrolan antara Ghazalba dan Fifi yang menunjukkan rencana pembelian rumah di DKI, Jakarta, dan Depok, Jawa Barat.
Fifi Mulyani adalah Wakil Direktur Pelayanan RS Pasar Minggu Jakarta Selatan.
Hal ini terungkap saat Jaksa Penuntut Umum (JPU) membeberkan isi obrolan di ponsel Feifei yang kini telah disita penyidik KPK.
Namun saat ditanya jaksa soal rencana pembelian rumah tersebut, Fifi awalnya mengaku belum pernah membicarakannya dengan Ghazalba Saleh.
“Apakah Pak Ghazalba pernah bercerita atau memberi tahu ibumu tentang Pak Ghazalba membeli rumah, misalnya di kawasan Western Cape, apakah jaksa bertanya ke pengadilan?”
“Tidak,” jawab Feifei.
“Apakah Anda pernah berbicara dengan Tuan Ghazalba atau orang lain tentang rumah di Western Cape?” Jaksa bertanya lagi.
“Tidak,” jawab Feifei kepada jaksa.
Mendengar jawaban Feifei, jaksa pun meminta saksi mengatakan yang sebenarnya karena sudah pernah digugat sebelumnya.
Namun saat ditanya jaksa soal bukti obrolan antara dirinya dan notaris, Feifei tetap tertawa mendengar jawabannya.
“Kami mohon ibu mengatakan yang sejujurnya. Ibu sudah bersumpah pada sidang terakhir dan tetap lolos. Kami tunjukkan bahwa ibu pernah berbincang dengan notaris bernama Amriyati. Ibu kenal?”
“Tidak,” kata Feifei.
“Ponsel (ponsel) ibu disita Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan kami temukan di telepon genggam ibu, tahukah Anda kalau kawasan (Perumahan) Tanjung Barat itu besar sekali. Obrolan Notaris) “Wilayah Tanjung Barat begitu Besar, harusnya lebih dari 10 “Alhamdulillah kita dapat harga segini, pemiliknya langsung ya?” Kami menemukan obrolan ini di telepon ibu saya,” jelas pelapor.
“Apakah dia mengenalku?” Fifi bertanya kepada jaksa.
“Tidak, apa kamu tahu isi obrolan ini?”
“Tidak,” Feifei menjelaskan.
Namun pernyataan Fifi berubah saat jaksa mencari bukti percakapan dirinya dengan Ghazalba soal rencana pembelian rumah di kawasan Sinere, Depok.
Feifei kemudian mengaku dirinya dan Ghazalba berencana membeli rumah dan mengubahnya menjadi klinik yang akan mereka kelola berdua.
“Lokasi di Jalan Sinare Raya terendam sekitar 4 meter. Kalau GL tidak jauh dan ada kemungkinan banjir. Baik GL maupun GM cocok untuk bangunan perumahan. Beeb berangkat ke kantor jam 9 pagi tadi. Dan Beeb Pol Man Central Jakarta Barat Ke Park Hotel, benarkah, sudah bicara dengan Pak Ghazalba?” tanya jaksa.
“Ya,” Feifei mengaku di pengadilan.
“Bu, masalah apa yang sedang anda bicarakan?” Kata pengadu CPEC.
“Saya lupa tahun berapa, jadi ada rencana klinik bersama. Lalu saya coba cari tempatnya, tapi tidak ketemu.
Namun, Fefi mengatakan rumah yang rencananya akan dibelinya dan Ghazalba tidak pernah terwujud.
Pasalnya, tidak ada satu pun rumah yang dibidiknya layak dijadikan klinik.
“Ini tempat tinggal atau klinik ya bu?”
“Jadi saya ke Sinere waktu itu, jadi saya lihat tempatnya. Terus saya bilang, tidak layak untuk (klinik), cocok untuk tempat tinggal. Itu bahasa saya,” pungkas Fifi. Ghazalba Saleh, terdakwa kasus suap dan suap dalam penanganan perkara Mahkamah Agung, menghadiri sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (15 Juli 2024). Rapat lanjutan hakim MA yang tidak hadir dijadwalkan untuk mendengarkan keterangan 3 orang saksi yang diajukan Jaksa Penuntut Umum (JPU). Berita Forum/Irvan Rismavan (Berita Forum/Irvan Rismavan)
Sementara itu, dalam kasus kali ini, Jaksa KPK mengajukan tuntutan terhadap hakim Mahkamah Agung non-duduk Ghazalba Saleh karena diduga membayar S$18.000 kepada Jaksa Jawahirul Fuad.
Diketahui, Jawahiru Fouad sendiri menggunakan jasa bantuan hukum Ahmed Riyad sebagai pengacara.
Selain itu, Ghazalba Saleh juga didakwa menerima S$1.128.000, US$181.100, dan Rs 9.429.600.000 dari perkara lain yang ditangani Mahkamah Agung.
Total nilai tip dan TPPU yang diterima Ghazalba Saleh adalah Rp 25.914.133.305 (lebih dari 25 Miliar).
“Terdakwa selaku Hakim Mahkamah Agung Mahkamah Agung Republik Indonesia dalam dakwaan pertama antara tahun 2020 dan 2022 sebesar S$18.000,-, serta S$1.128.000, US$181.100, dan Rp 9.429.000000,-. “K. kata Jaksa dalam dakwaan.
Akibat perbuatannya, ia didakwa berdasarkan Pasal 12B, 18 Undang-Undang Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi, dan Pasal 55(1)(1) KUHP.
Hakim Mahkamah Agung itu kemudian dijerat dengan pasal Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) karena menyembunyikan dugaan hasil tindak pidana korupsi yang dilakukannya.
Dalam dakwaan TPPU, Ghazalba Saleh dijerat Pasal 3 UU Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Pasal 55 Ayat 1 KUHP, dan Pasal 65 Ayat 1 KUHP.