Lemkapi Dorong Polri Usut Pihak yang Berupaya Intervensi Kasus Vina Cirebon

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Strategis Kepolisian Republik Indonesia (Lemkapi) Edi Hasibuan mendorong Polri untuk mengambil tindakan hukum terhadap pihak yang melakukan intervensi dalam kasus Wina Cirebon.

Polri sebelumnya mengungkap, dalam kasus pembunuhan Vina dan Eki tahun 2016, ada seorang saksi yang mengaku dijanjikan sejumlah uang untuk memberikan kesaksian palsu di persidangan tahun 2016.

Menurut Eddie Hasibuana, jika ada pihak yang berupaya mengaburkan fakta hukum kasus Vina Cirebon, maka masuk dalam kategori obstruksi keadilan.

“Jika terbukti ada yang melakukan intervensi dengan menyuruh saksi berbohong dengan imbalan sesuatu, itu jelas perbuatan melawan hukum. Perilaku tersebut dapat digolongkan sebagai obstruksi keadilan,” kata Eddie Hasibuan kepada Tribunnews.com, Jumat (21 Juni 2024).

Dosen pascasarjana Universitas Bayangkara Jakarta ini meminta Polri mengusut dugaan intervensi dalam kasus Vina Cirebon.

“Jika terbukti ada yang mempengaruhi penyidikan dengan imbalan uang, tentu harus dilakukan sesuai hukum,” kata dosen hukum pidana itu.

Eddie Hasibuan percaya bahwa prosedur memalukan ini dapat disalahkan berdasarkan Art. 221 KUHP yaitu menghambat proses peradilan.

Mantan anggota Kompolnas ini juga menyoroti kasus Ipda Rudianto yang kini telah diadukan kuasa hukumnya ke Propam Polda.

Katanya, hal itu tidak menjadi masalah. Pemberitahuan adalah hak semua orang.

Meski demikian, Eddie Hasibuan yakin tidak ada yang salah dengan Ipda Rudianta.

“Anda harus memahaminya. Rudiantha merupakan salah satu anggota keluarga korban. Putranya terbunuh. Saat kejadian tahun 2016, Rudiantha hanya seorang NCO polisi. Jadi, menurut kami, dia tidak punya kesempatan untuk sengaja mengatur pembunuhan itu,” ujarnya.

Lebih lanjut dia mengatakan, delapan orang telah dinyatakan bersalah dalam kasus “Vina Cirebon”.

“Kasus ini menyangkut sembilan pelaku. Delapan orang sudah divonis bersalah dan kini Polda Jabar juga sudah meneruskan berkas Pega ke Kejaksaan Tinggi Jabar, ujarnya.

Sebelumnya, Kabag Humas Polri Irjen Sandi Nugroho mengungkap keterangan saksi preman dalam persidangan pembunuhan Vina dan Eka.

Saksi mengaku dijanjikan sejumlah uang karena memberikan kesaksian palsu pada persidangan tahun 2016.

Menurut Sandi, saksi menjanjikan uang kepada pelaku.

Namun dia tidak merinci siapa pelakunya.

Sebenarnya maaf, dia tertarik dengan sejumlah uang sehingga dia tidak bisa memberikan informasi berdasarkan apa yang dia ketahui, apa yang dia lihat, dan apa yang dia ketahui, kata Sandy Nugroho.

Selain itu, Sandi juga mengungkapkan, terpidana Saka Tatal punya kecenderungan berbohong saat diperiksa penyidik ​​soal pembunuhan Veena dan Ekka.

Sandi menyatakan, tuntutan tersebut berdasarkan pihak lembaga pemasyarakatan (bapas) yang mendampingi persidangan Saki Tatala saat itu.

“Bahkan keterangan bapaknya dari ahlinya, bisa bocor sedikit, jadi dari keterangan bapak sepertinya Saka Tatal punya kecenderungan berbohong. Dengan mengirimkan informasi, itu berubah. “Itu dari keterangan bapaknya,” kata Sandi.

Ia pun membantah tudingan Saka Tatal diintimidasi dan tidak didampingi keluarganya saat persidangan.

Apalagi, Sandi juga membantah rumor yang menyebut Saka Tatal tidak diinterogasi penyidik, melainkan ayah Ekki, Iptu Rudiana.

Terpisah, kuasa hukum Saki Tatala, Titin Prilianti, membantah tudingan tersebut.

Ia mengaku mendampingi Saka Tatal sejak 2016, saat kasus pembunuhan Vina Cirebon bermula.

Mendengar pernyataan Polri, Titin hanya tertawa.

“Saya tertawa ketika mendengar berita ini. Saat persidangan Saki Tatala, saya memberikan saksi alibi,” kata Titin, dikutip TribunJabar.id, Jumat (21/6/2024).

Menurut Titin, berdasarkan berita acara pemeriksaan (BAP), para saksi sebenarnya dipanggil untuk memberikan keterangan.

Selain itu, Titin menyebut pelaku tidak mempunyai kemampuan finansial untuk menawarkan uang kepada para saksi.

Selama mendampingi Saka Tatal, Titin hanya mendapat uang Rp4 juta.

Pembayaran ini bahkan dicicil oleh keluarga terpidana.

“Saya selaku Sudirman mendampingi hingga proses selesai dengan membayar cicilan,” imbuhnya.

Titin menegaskan, hakim selalu menginstruksikan para saksi untuk berbicara sesuai BAP.

Karena itu, Titin dengan tegas membantah tudingan polisi yang menyebut pelaku menawarkan uang.

“Saya menolak keras tuduhan tersebut,” ujarnya.

“Saat saksi alibi mengatakan pada pukul 22.00 WIB sedang mencari bengkel, hakim dengan lantang menanyakan sejauh mana bengkel “22.00” dibuka.

“Itu menjadi mimpi buruk saya, padahal yang disampaikan itu benar,” tambah Titin.

Bertindak sebagai advokat terhadap terpidana Saka Tatal dan Sudirman, Titin berusaha mendapatkan saksi untuk mengungkapkan apa yang mereka ketahui tentang pembunuhan Veena dan Eka.

Ia juga membantah pernah memerintahkan saksi untuk berbohong kepada hakim.

“Saat itu hadir lima orang saksi dalam persidangan Saka Tatala. Sedangkan dalam kasus Sudirman, beberapa saksi yang dihadirkan jaksa secara tidak sengaja memberikan keterangan yang melunakkan Sudirman, jelasnya.

“Mereka bilang Sudirman tidak pernah minum, tapi hanya berpesta di musala dan di rumah,” ujarnya.

(Tribunnews.com/tribunjabar.id)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *