Laporan jurnalis Tribunnews.com Aisya Nursyams
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Lemak trans banyak ditemukan pada makanan olahan dan kemasan.
Makanan tersebut antara lain makanan beku seperti kue, cookies, roti, kerupuk, pizza, es krim, yogurt beku, milkshake, dan masih banyak lagi.
Meski makanan tersebut enak, lemak trans sebaiknya dibatasi karena dapat meningkatkan risiko penyakit jantung, stroke, dan kanker.
Lemak trans dapat meningkatkan kolesterol jahat (LDL) dan menurunkan kolesterol baik (HDL).
Hal ini dapat menyebabkan penyumbatan arteri dan meningkatkan risiko penyakit jantung koroner (PJK).
Lalu berapa batas aman konsumsi lemak trans?
Pada kesempatan ini, Ketua Kelompok Kerja Penyakit Kardiovaskular Kementerian Kesehatan (Kemenkes) adalah Dr. Fatcha Nuralia memberi penjelasan.
Batasan aman konsumsi lemak trans sebenarnya sudah ditetapkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO.
“Jadi, rekomendasi WHO adalah lemak trans harus memenuhi maksimal 1 persen dari kebutuhan kalori (yang dikonsumsi),” ujarnya dalam Kemencast #105 “Lemak Trans dalam Makanan Olahan,” dilansir Kementerian Kesehatan. saluran YouTube, Jumat (22/11/2024).
Misalnya, rata-rata orang Indonesia mengonsumsi 2.000 kalori per hari.
Jadi bisa disimpulkan 1 persen kebutuhan kalorinya adalah sekitar 2 gram.
“(Karena) 200-2 gram lemak itu 2.000 kalori. Jadi tidak boleh terlalu banyak,” sarannya.
FYI, lemak trans banyak terdapat pada makanan. Hal ini disebabkan oleh proses tertentu.
Dalam proses ini, lemak trans muncul melalui beberapa perubahan bentuk.
Oleh karena itu, stabil pada suhu kamar. Proses perubahan bentuknya disebut hidrogenasi. Industri makanan biasanya menangani hidrogenasi ini, katanya.
Proses hidrogenasi ini dilakukan untuk menjaga lemak dalam makanan tetap stabil dan tidak larut pada suhu kamar.