LBH APIK Minta Nadiem Makarim Pecat Hasyim Asyari sebagai Dosen PNS di Undip

TRIBUNNEWS.COM – Mantan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU), Hasyim Asyari kini tercatat sebagai perwira polisi (PNS) dan dosen Universitas Diponegoro (Undip) meski pemecatannya meninggalkan KPU karena kerja sama. kasus ini tidak adil.

Hal itu diungkapkan Ketua Lembaga Penunjang Hukum (LBH) Asosiasi Perempuan Untuk Keadilan Indonesia (APIK), Nursyahbani Katjasungkana.

Mengetahui hal tersebut, LBH APIK meminta pemerintah mencopot Hasyim dari kewenangannya.

Nursyahbani mengatakan Undip dan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbud Ristek), Nadiem Makarim telah diminta mempertimbangkan keputusan Dewan Kehormatan Pemilihan Umum (DKPP).

APIK mengimbau Universitas Diponegoro dan Mendikbud Ristek membatalkan keputusan DKPP keputusan Hasyim Asy’ari, kata Nursyahbani dalam keterangannya, Jumat (5/7/2024), dimuat Kompas.com.

Pencopotan ini dinilai perlu untuk mencegah terulangnya perbuatan salah yang dilakukan Hashem.

“Untuk menghindari terulangnya hal serupa di sekolah yang paling banyak terkena dampaknya adalah siswa perempuan,” kata Pengurus Harian Persatuan LBH APIK, Khotimun Sutanti.

Sebelumnya, DKPP menghukum Hasyim berupa pengusiran karena terbukti merugikan korban yang tergabung dalam Partai Pilihan Rakyat (PPLN), CAT.

Perbuatan asusila yang dilakukan Hasyim antara lain mengingkari hubungan intim, merayu korban, bahkan berjanji akan menikah.

Selain itu, Hasyim juga dianggap memberikan informasi rahasia mengenai proses pembinaan dan materi kepada para korban.

“Mengumumkan keputusan tetap pencopotan gabungan Hasyim Asy’ari sebagai Presiden dan Anggota KPU terhitung sejak keputusan ini dikeluarkan,” kata Ketua DKPP RI, Heddy Lugito dalam keputusan Kantor DKPP RI. , Jakarta, Rabu (3/7/2024).

Setelah Hasyim dicopot dari jabatan Ketua KPU, organisasi penyelenggara pemilu, KPU, dan Badan Penyelenggara Pemilu (Bawaslu), kini secara gamblang menyatakan memasukkan ketentuan diskriminasi dan kekerasan gender.

Kejahatan seksual tentunya juga masuk dalam kode etik pemilih.

Nursyahbani mengatakan dalam keterangannya, Jumat (5/7/2024) “Diskriminasi dan kekerasan berbasis gender, termasuk kejahatan seksual, harus dicantumkan secara jelas dalam kode etik penyelenggaraan pemilu,” 

Selain itu, Nursyahbani juga mendukung pengembangan proteksi atau multitasking.

Dimana memuat tata cara pencegahan dan pengendalian diskriminasi dan kekerasan gender dalam penyelenggaraan lembaga pemilu.

Dari KPU, KPUD, kerja Bawaslu, hingga menjadi sistem penyelenggara pemilu. 

“Pelaksanaan pemilu yang dimaksud bukan hanya pemilu nasional, tapi juga implementasi,” jelas Nursyahbani. 

(Tribunnews.com/Rifqah/Mario Christian) (Kompas.com)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *