TRIBUNNEWS. detektif yakni Rossa Purbo Bekti dan Priyatno di Departemen Kepolisian dan Profesi (Divpropam) pada 11 Juli 2024 dan hari ini, Selasa (23/2024), diserahkan ke Irjen Polisi (Itwasum).
Hal itu tertuang dalam surat R/3786-b/VII/WAS.2.4/Divpropam/2024 tertanggal 23 Juli 2024 oleh Divpropam Polri kepada Ricky Daniel Moningka dari TPDI yang ditandatangani oleh Nursyahputra, Manajer Sisir Pelayanan dan Pengaduan Divpropam Polri dikatakan. Kepala Divpropam Polri.
“Divpropam Pelayanan dan Pengaduan Polri menerima pengaduan permohonan ganti rugi secara hukum, yang mana disebutkan bahwa tindak pidana tersebut terjadi berupa perampasan kemerdekaan, perampasan harta benda pribadi dan batas waktu (tanggal, teks. 2) .
. 16 Juli 2024,” lanjut surat itu. Pasal 3.
Petrus Celestinus mengucapkan terima kasih dan terima kasih kepada Polri atas partisipasinya dalam penyidikan laporan TPDI terhadap penyidik KPK Rossa Purbo Bekti dan Priyatno.
Saya mengucapkan terima kasih kepada Polri atas kontribusinya sesuai penilaian Presiden Polri, ujarnya.
Sebelumnya, staf Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto disebut Kusnadi mendatangi Divpropam Mabes Polri di Jakarta pada Kamis (11/7/2024).
Kedatangan Kusnadi untuk mendatangkan penyidik KPK Rossa Purbo Bekti dan Priyatno, seiring Kusnadi mendalami dugaan pelanggaran perintah penyitaan telepon seluler, nomor pengaduan: SPSP2/003111/VII/2024/BAGYANDUAN 114 Juli.
Koordinator TPDI sekaligus kuasa hukum Kusnadi, Petrus Celestinus saat itu berkata, “Ini bagian dari kekerasan profesional. Lagipula, Rossa Purbo Bekti dan Priyatna adalah penyidik Polri. Di KPK.”
Setidaknya ada dua hal yang hilang, menurut Petrus yang saat itu menduga Rossa Purbo telah dikorupsi oleh Bekti dan lainnya.
Pertama, pada 10 Juni 2024 saat Hasto Cristianto diperiksa KPK terkait buronan Harun Masiku. Saat itu, Kusnadi mengaku sempat menelepon Ross untuk menyerahkan ponsel Haston.
Namun Rossan disebut sedang menggeledah barang-barang milik Kusnadi. Petrus Celestinus berkata: “Saat Kusnadi menyerahkan ponsel Haston, Rossa meminta agar semua yang ada di tas itu dikeluarkan. Kusnadi menolak, kenapa saya diinginkan? Dia menjawab diam-diam.”
“Saat dipanggil seperti itu, Kusnadi kehilangan keberanian, dilepaskan tanpa menunjukkan surat perintah penggeledahan atau surat perintah penangkapan, tanpa menjelaskan apakah Kusnadi sebagai saksi atau tersangka,” lanjutnya.
Petrus mengatakan, kejadian kedua terjadi pada 19 Juni 2024 saat Kusnadin dipanggil KPK terkait Harun Masiku.
Saat itu, Kusnadi diminta menandatangani surat pengakuan bukti tersebut, kata Petrus. Namun ada kesalahan dalam surat itu.
Salah satunya adalah perbedaan tanggal dan tempat penerimaan barang bukti. “Mungkin kesalahan administratif, tapi terlihat profesional,” jawab Petrus.
Jadi pada 19 Juni, saat penyidik memeriksa Kusnadi sebagai saksi, ternyata itu koreksi, tapi tidak ada protokol koreksi yang disiapkan, kata Petrus.
Jadi kalau kita hitung tindak pidananya, bisa juga masuk kategori memasukkan keterangan palsu di kuitansi ini atau membuat surat palsu, ujarnya.
Petrus Dumas (Pengaduan Masyarakat) pun membeberkan alasan menginformasikan kepada Divpropam Polri.
Menurut dia, mereka merupakan detektif Polri yang bekerja di Mabes KPK dan diduga bekerja secara profesional.