Lagi-lagi Dikaitkan dengan Anti-Semit, Israel Kecam Mahasiswa Pro-Palestina yang Protes di AS

TRIBUNNEWS.COM – Gerakan mahasiswa Palestina di Amerika Serikat menggelar aksi protes terhadap pemerintah AS yang mendukung serangan Israel terhadap rakyat Palestina di Jalur Gaza.

Protes ini berlanjut hingga Jumat (19/4/2024) lalu dan menyebar ke berbagai universitas, seperti Yale University, Columbia University, New York University, Massachusetts Institute of Technology, dan University of North Carolina.

Orang-orang ini berkumpul dan mengkritik pemerintah AS dan lembaga-lembaganya, terutama yang mendukung partai-partai pendukung Israel.

Sejauh ini, lebih dari 113 mahasiswa telah ditangkap aparat keamanan.

Pemerintah Israel menanggapinya dengan mengatakan protes tersebut merupakan tindakan xenofobia, sebuah istilah yang sering digunakan Israel ketika mengkritik seseorang.

Sedangkan yang dimaksud dengan bangsa Semit adalah kelompok etnis, budaya, atau ras yang tergabung dalam masyarakat Timur Tengah, antara lain Arab, Yahudi, Akkadia, dan Fenisia.

“Xenophobia di institusi Amerika mengingatkan kita pada apa yang terjadi di universitas-universitas Jerman pada tahun 1930-an,” kata Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, di halaman media sosial X, Rabu (24/4/2024).

“Dunia belum bisa menunggu,” katanya.

Selain itu, Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant menyerukan diakhirinya protes di universitas-universitas Amerika.

“Demonstrasi di universitas-universitas Amerika tidak hanya anti-Semit, tapi juga menghasut terorisme,” ujarnya dalam pernyataan X kemarin.

“Pihak berwenang Amerika harus mengambil tindakan untuk melindungi orang-orang Yahudi dan menghentikan demonstrasi di universitas-universitas,” katanya.

Di sisi lain, Menteri Keamanan Nasional yang radikal, Itamar Ben Gvir, memerintahkan pembentukan kelompok bersenjata untuk melindungi masyarakat Yahudi yang tinggal di Amerika Serikat.

“Orang-orang Yahudi di diaspora kini menderita karena gelombang anti-Semitisme yang mengerikan di masyarakat dan universitas di Amerika Serikat, Eropa, dan seluruh dunia,” katanya.

“Saya meminta kepala polisi (Yaakov Shabtai) untuk mengembangkan rencana untuk membantu menciptakan kekuatan pertahanan lokal yang akan melindungi komunitas Yahudi dan organisasi asing, melalui dukungan profesional, termasuk rencana pelatihan dan memberikan respons teknologi. . Tidak ada protes terhadap anti-Israel. Agresi Semit

Di sisi lain, pihak penyelenggara mahasiswa Columbia University menolak tudingan kebencian yang dilontarkan Presiden Amerika Serikat Joe Biden dalam pidatonya, Minggu (21/4/2024).

“Beberapa pengorganisir (pengunjuk rasa) adalah orang Yahudi,” ujarnya merujuk pada masyarakat Semit yang juga melakukan protes di Israel, Selasa (23/4/2024), dikutip Al Arabi.

Menurutnya, media Amerika dan Barat yang mendukung Israel menggunakan istilah Semit untuk teroris (Israel) dan tidak mewakili masyarakat Yahudi.

Leah Salem, mahasiswa tahun kedua di Barnard College, mengatakan dia adalah salah satu dari 15 mahasiswa Yahudi yang ditangkap di Columbia Park minggu lalu.

“Sangat jelas bagi kami bahwa orang-orang di luar tidak memahami arti dari kamp tersebut,” katanya kepada Reuters pada hari Selasa.

“Kritik terhadap Israel bukanlah anti-Semitisme,” katanya.

Protes tersebut berujung pada pemecatan beberapa siswa dan guru setelah memprotes pendudukan Israel di Palestina.

Mereka yang tertangkap terancam tindakan disiplin dari pihak universitas.

Amerika Serikat telah menjadi pendukung terbesar Israel sejak negara itu berdiri pada tahun 1948 dan mulai memberikan bantuan, termasuk bantuan militer kepada Israel. Petugas polisi berdiri di luar gerbang Universitas Columbia yang diduduki oleh pengunjuk rasa pro-Palestina di New York pada 22 April 2024. Pengunjuk rasa Palestina di Universitas Columbia menghabiskan hari kelima menuntut sekolah tersebut melepaskan hubungan keuangannya dengan sekutu utama AS, Israel. (Foto oleh CHARLY TRIBALLEAU / AFP) (AFP/CHARLY TRIBALLEAU) Jumlah korban

Israel melanjutkan serangannya di Jalur Gaza, jumlah korban tewas warga Palestina bertambah menjadi 34.151 orang, 77.084 orang luka-luka sejak Sabtu (7/10/2023) hingga Rabu (24/4/2024), dan 1.147 orang tewas di Israel, menurut Xinhua. Berita.

Sebelumnya, Israel mulai melakukan pengeboman di Jalur Gaza setelah gerakan perlawanan Palestina, Hamas, melancarkan Operasi Banjir Al-Aqsa untuk mencegah pendudukan dan kekerasan Israel di Al-Aqsa pada Sabtu (7/10/2023).

Israel memperkirakan hingga 136 tahanan masih ditahan oleh Hamas di Jalur Gaza, setelah menukar 105 tahanan dengan 240 tahanan Palestina pada akhir November 2023.

Sementara itu, ada lebih dari 8.000 warga Palestina di penjara Israel, menurut laporan yang diterbitkan The Guardian pada Desember 2023.

(Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)

Berita lainnya terkait konflik Palestina dan Israel

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *