KY Bakal Proses Laporan Terhadap 3 Hakim yang Ubah Syarat Batas Minimal Usia Calon Kepala Daerah 

Reporter Tribunnews.com Geeta Irwan melaporkan

Tribun News.com, Jakarta – Dewan Yudisial (KY) mengumumkan akan mengeluarkan imbauan masyarakat terhadap tiga hakim yang mengubah batas usia calon kepala daerah dalam putusan perkara Nomor 23 P/HUM/2024 yang diajukan Garuda. akan mengurusnya pesta

Juru Bicara Komisi Kehakiman (JC), Mukti Fazar Noor Dewata mengatakan, pihaknya akan menindaklanjuti pemberitahuan tersebut sesuai prosedur.

Ia mengaku juga sudah mendapat informasi terkait pengumuman tersebut.

Saat dihubungi Tribunnews.com, Senin (6/3/2024), Mukti mengatakan, “Iya. Saya baru tahu ada tokoh masyarakat yang mendekati KY. KY akan menanganinya sesuai prosedur.”

Atas upaya KY memberikan sanksi moral terberat yang mengatasnamakan Gerakan Demokrasi dan Sadar Konstitusi (GREDASI), mulai dari jurnalis hingga pemecatan tiga hakim, Mukti secara umum menjelaskan kewenangan KY.

Dia mengatakan, KY tidak berhak mencopot hakim yang diberitahu tersebut.

Menurut dia, proses pengambilan keputusan atas laporan masyarakat KY dilaksanakan dalam rapat paripurna.

Namun, kata dia, KY telah memberikan sanksi berat dengan mengusulkan sidang gabungan Majelis Kehormatan Hakim (MKH) dengan Mahkamah Agung (KM).

Soal kewenangan KY bukan untuk dihilangkan. Tapi melalui prosedur rapat paripurna untuk mengambil keputusan. Kalau… dan ini sudah terjadi beberapa kali… KY melakukan pembatasan yang tegas dan Ini yang diusulkan MKH dalam sidang MA,” kata Mukti.

“Ancaman maksimalnya adalah pemecatan dari hakim. Itu lumrah ya. Bukan hanya kasus ini,” imbuhnya.

Seperti diberitakan sebelumnya, ketiga hakim yang mengubah syarat minimal usia calon kepala daerah dalam Putusan 23 P/HUM/2024 dilaporkan ke Pansus pada Senin (03/06/2024).

Ketiga hakim tersebut adalah Hakim Agung Julius, Hakim Agung Serah Bangun, dan Hakim Agung Yodi Martono Wahiunadi.

Ketiganya dilaporkan Gerakan Sadar Demokrasi dan Konstitusi (GRADC) karena diduga melanggar Kode Etik dan Kode Etik Hakim pada masa perubahan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Pengurus, dan Walikota (UU). Pilkada).

Ketua Gradas Abdul Hakim menilai ketiga hakim tersebut melanggar prinsip imparsialitas, imparsialitas dan penyidikan, pemidanaan, dan mengadili perkara atau imparsialitas.

Menurut dia, hal itu antara lain tercermin dari cepatnya proses pengujian permohonan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Tahun 2020 Nomor 9 tentang Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Pengawas, dan/atau calon peserta pemilu. Atau Walikota dan Wakil Walikota terhadap UU Pilkada yang dilaksanakan Partai Garuda diputuskan oleh tiga hakim.

Dia menduga, proses uji hukum didahulukan untuk mengeluarkan putusan hanya dalam waktu tiga hari, karena berdasarkan isinya, Mahkamah Agung membutuhkan waktu setidaknya berbulan-bulan untuk memutus perkara uji hukum.

Selain itu, proses pengujian dan pengambilan keputusan juga terbilang unik karena dilakukan menjelang Pilkada serentak tahun 2024. 

Sehingga, dia menduga keputusan tersebut sarat muatan politik.

“Ini diduga kuat pelanggaran (etika dan kode etik hakim). Apa sebabnya? Mengapa ini menjadi prioritas?” ujarnya di Kantor Komisi Yudisial Jakarta, Senin (6 Maret 2024). 

Artinya kalau ada yang diutamakan, ada prinsip yang dilanggar, (yakni) prinsip imparsialitas. Tidak boleh terjadi. Hakim tidak boleh memihak, lanjutnya.

Karena itu, ia berharap K.Y. Akan menelepon, memeriksa dan memeriksa.

Menurut dia, hal ini antara lain disebabkan karena peninjauan kembali oleh Mahkamah Agung bersifat tertutup.

“Kami belum tahu apa isinya, makanya kami ke sini meminta KY memanggil ketiga hakim ini untuk diperiksa,” ujarnya.

Ia menduga keputusan tersebut sarat muatan politik, mengingat beredarnya keputusan tersebut untuk membuka jalan bagi putra Presiden Joko Widodo, Kasang Pangarep, untuk ikut serta dalam Pilkada Serentak 2024.

Meski demikian, dia mengaku mempertimbangkan proses hukum dalam pengambilan keputusan tersebut.

“Mungkin. Kita tidak fokus pada politik, kita fokus pada uji coba ini, pada keputusan ini. Siapa yang diuntungkan kawan, nanti bisa dicari tahu sendiri. Pasti ada yang diuntungkan dengan keputusan ini,” ujarnya. dikatakan

Koordinator wisuda Zainul Arifin mengatakan, penting bagi KY untuk menggunakan kewenangannya untuk memanggil dan memeriksa para hakim tersebut.

Ia pun meminta KY memberikan sanksi kepada ketiga hakim tersebut. 

“Iya yang paling kita inginkan pencopotan, kalau terbukti jelas ya, ya. Tapi setidaknya KY punya kewenangan untuk memberikan penjelasan dan memanggil pihak itu. Dan kalaupun mereka menghadapi, kami siap,” ujarnya.

Seperti disebutkan sebelumnya, Mahkamah Agung (KM) hanya membutuhkan waktu tiga hari untuk memutus perkara yang diajukan Partai Garuda terkait batasan usia minimal calon kepala daerah.

Jangka waktu ini terhitung sejak disidangkannya Perkara Nomor 23 P/HUM/2024 pada tanggal 27 Mei 2024 dan diputus pada tanggal 29 Mei 2024.

Atas putusan tersebut, Mahkamah Agung mengabulkan permohonan sidang perkara (HUM) Ahmad Ridha Sabana, Direktur Eksekutif Garda Perubahan Indonesia (GARUD).

MA Juru bicara Soeharto menjelaskan alasannya menangani kasus tersebut dalam waktu yang relatif singkat.

Ia mengatakan, cepatnya proses penyelesaian perkara sesuai dengan prinsip peradilan yang ideal.

“Menurut teori ideal, ini lebih cepat, karena teorinya tes dilakukan dengan cepat, sederhana, dan murah.” “Jadi cepat itu ideal,” kata Soeharto, Kamis (30/05/2024).

Putusan tersebut telah ditinjau dan dibahas oleh majelis yang diketuai oleh Hakim Agung Julius, Hakim Agung Serah Bangun, dan Hakim Agung Yodi Martono Vahyunadi sebagai anggota Dewan.

Dalam uji hukumnya, MA mempertimbangkan Pasal 4 Ayat 1 Huruf d Peraturan Badan Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 9 Tahun 2020 tentang Usulan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Pengawas, dan /atau Walikota. . Dan bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Wakil Gubernur Walikota, Dewan Gubernur, dan Walikota.

Ayat Pasal 4 Ayat 1 PKPU berbunyi sebagai berikut: “Paling singkat 30 (tiga puluh) tahun bagi calon gubernur dan calon wakil gubernur dan paling singkat 25 (dua puluh lima) tahun bagi calon direktur negara dan wakil pengawas atau walikota dan Penetapan Pasangan Calon Wakil Pengurus Kota;”

Mahkamah Agung berpendapat pasal ini tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat kecuali jika ditafsirkan sebagai berikut:

“Berusia paling sedikit 30 (tiga puluh) tahun bagi calon Gubernur dan Wakil Gubernur, dan 25 (dua puluh lima) tahun bagi calon yang terhitung sejak dilantiknya pasangan terpilih calon Tata Usaha Negara dan Wakil Gubernur atau Walikota dan Wakil Walikota. calon.”

Mahkamah Agung memerintahkan KPU RI mencabut PKPU Pasal 4(1)(d) PKPU Nomor 9 tentang calon gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil pengawas, dan/atau walikota dan wakil walikota.

Dengan keputusan ini, seseorang dapat dicalonkan sebagai calon Gubernur dan Wakil Gubernur bila berusia sekurang-kurangnya 30 tahun, dan calon Keuangan dan Wakil Gubernur, atau sebagai calon Walikota dan Wakil Walikota bila berusia sekurang-kurangnya 25 tahun. . Bisa Saat diangkat menjadi Direktur Regional terakhir. 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *