Kunjungan ke London, Airlangga Ungkap Sukses Indonesia Jaga Ekonomi Tumbuh hingga Stabilitas Politik

TribuneNews.com, Jakarta – Dalam agenda terakhir rangkaian kunjungan eksekutif ke London, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Erlanga Hartarto memberikan wawancara di Bloomberg TV pada Rabu (1/5/2024).

Selain berbicara mengenai perkembangan positif perekonomian Indonesia, Menteri Airlanga juga menyampaikan keberhasilan Indonesia dalam melanjutkan proses transisi pemerintahan dari Presiden Joko Widodo ke Presiden terpilih Prabowo Subianto.

“Stabilitas politik menjadi modal Indonesia untuk melanjutkan transformasi perekonomian. Indonesia, di tengah kompleksitas lingkungan perekonomian global, kinerja perekonomian kita mengalami kemajuan dan menunjukkan ketahanan. Pada tahun 2023, kita bisa tumbuh 5,05 persen.” Tahun-tahun persiapan dan pelaksanaan pemilu, perekonomian Indonesia tetap tumbuh secara kualitatif, inflasi terkendali, dan nilai tukar rupee stabil,” kata Airlanga dalam program The Pulse di Bloomberg TV.

Airlanga menjelaskan kebijakan strategis pemerintah Indonesia seperti hilirisasi produk nikel.

Menurut dia, kebijakan tersebut bertujuan untuk menambah nilai perekonomian, menciptakan lapangan kerja, dan memperkuat posisi Indonesia dalam rantai pasokan global.

Dia menjelaskan, kebijakan hilirisasi nikel telah memperbaiki neraca perdagangan dan posisi transaksi berjalan Indonesia yang akan mengalami surplus mulai tahun 2021.

Selain itu, kebijakan ini juga berdampak sangat positif terhadap penciptaan lapangan kerja.

Menanggapi tantangan dan peluang perubahan iklim di sektor ini, investasi pada kendaraan listrik dan energi terbarukan menjadi semakin penting.

Pemerintah mendorong pengembangan teknologi ini untuk mengurangi polusi dan mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil.

Hal ini didukung oleh kekayaan alam dimana Indonesia memiliki cadangan nikel (komponen utama baterai kendaraan listrik) terbesar di dunia.

Letak geografisnya yang strategis mendukung daya tarik Indonesia sebagai basis produksi EV di Asia selain China.

Bloomberg New Energy Finance (Bloomberg NEF) menilai Indonesia dapat meningkatkan daya tariknya untuk menarik investasi di ekosistem rantai pasok baterai listrik.

Saat ini, Indonesia berada di peringkat 22 dari 30 negara yang dinilai dalam Global Lithium-Ion Battery Supply Chain tahunan Bloomberg NEF. Penilaiannya didasarkan pada berbagai aspek seperti: (i) industri, inovasi dan infrastruktur; (ii) ketersediaan bahan baku; (iii) pembuatan baterai; (iv) permintaan di sektor hilir; dan (v) kebijakan lingkungan, sosial dan tata kelola.

Posisi tersebut akan meningkat menjadi peringkat 18 pada tahun 2027, berada di atas negara G20 lainnya, seperti Brazil dan Afrika Selatan.

Dalam kesempatan itu, Airlanga juga berbagi berbagai peluang terkait transisi energi di Indonesia, salah satunya carbon capture storage (CCS), penggunaan bahan bakar alternatif untuk industri penerbangan, dan penggunaan tenaga nuklir.

Ketua Umum DPP Partai Golkar ini menjelaskan, pemerintah Indonesia terus mendukung upaya transisi energi dalam rangka pencapaian Kontribusi Tekad Nasional (NDC).

“Indonesia berkomitmen tanpa syarat (tanpa bantuan internasional) untuk meningkatkan target penurunan emisinya dari 29 persen menjadi 31,89 persen. Sedangkan komitmen yang melibatkan bantuan internasional meningkat dari 41% pada NDC pertama menjadi 43,20%. Secara umum, upaya transformasi memiliki kekuatan” 3.5 triliun USD untuk Indonesia. Membuka peluang investasi yang bernilai,” ujarnya.

Usai wawancara langsung, Menko Airlanga berkesempatan berbincang dengan CEO Bloomberg NEF John Moore.

Dalam diskusi tersebut, Airlanga menyampaikan bahwa Indonesia terus meningkatkan kepentingannya dalam perekonomian dunia.

Selain sukses memimpin Presidensi G20 2022 dan melanjutkan Kepemimpinan ASEAN 2023, Indonesia kini menjadi negara Asia Tenggara pertama yang memulai proses aksesi anggota OECD.

Keanggotaan Indonesia tidak hanya akan memfasilitasi upaya transformasi ekonomi untuk menjadi negara maju berpenghasilan tinggi, namun juga meningkatkan relevansi OECD sebagai organisasi inklusif.

Sebagai negara dengan perekonomian terbesar di kawasan Asia Tenggara, keanggotaan Indonesia di OECD juga akan meningkatkan profil dan signifikansi OECD.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *