Dilansir reporter Tribunnews.com Ashri Fadillah
Tribun News.com, Jakarta – Kerugian negara sebesar Rp 300 miliar dalam kasus korupsi sistem tata niaga timah menjadi perbincangan masyarakat belakangan ini.
Namun tersangka yang menjadi dasar penghitungan yakni bos timah Banga Belitung, Ion alias Tamron, protes melalui kuasa hukumnya.
Sebab perhitungan kerugian negara dalam kasus ini, khususnya dari sisi lingkungan hidup, mencapai Rp 271 triliun dengan menggunakan Peraturan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 7 Tahun 2014.
Menurut Ionin, aturan tersebut seharusnya bisa digunakan untuk menyelesaikan sengketa perdata lingkungan hidup.
Peraturan Lingkungan Hidup Nomor 7 Tahun 2014 merupakan mekanisme penghitungan ganti rugi terkait penyelesaian sengketa perdata lingkungan hidup, lalu mengapa digunakan untuk kasus korupsi? Itu jelas salah,” kata kuasa hukum Onin Andy Inouye Nababan dalam wawancara eksklusif dengan Tribunnews.com, Rabu (26/6/2024).
Menurut Pak Andy, pembentukan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada tahap pertama adalah memasukkan Pasal 90 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Artikel itu berbunyi:
(1) Instansi pemerintah yang bertanggung jawab di bidang lingkungan hidup dan pemerintah daerah berwenang mengusulkan kompensasi dan tindakan tertentu.
(2) Ketentuan tambahan mengenai kerusakan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan peraturan Menteri.
“Pasal 90 itu isinya apa? Pasal 90 itu hak pemerintah untuk menggugat. Proses hukum dalam sengketa lingkungan hidup jelas bersifat perdata,” ujarnya.
Selain penggunaan hukum, perkiraan kerugian negara juga disoroti.
Seperti diketahui, kerugian negara dalam kasus ini diperkirakan ahli dari Institut Pertanian Bogor (IPB), Bambang Heru, dan Badan Pengelolaan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Dalam hal ini, mereka berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung sebagai penyidik.
Bambang Heru selaku pakar lingkungan hidup memperkirakan kerugian lingkungan akibat perusakan lingkungan mencapai Rp 271 triliun. Sementara itu, BPKP menemukan kerugian negara dalam perkara tersebut pada harga sewa smelter dan pembayaran bijih timah ilegal.
Namun Andy menilai Kejaksaan Agung tidak berwenang menilai kerugian negara, termasuk menunjuk pihak lain dalam kasus ini.
“Dia ahlinya yang menghitung 271 triliun, atas dasar apa dia menghitungnya, yang jelas aturannya salah, lalu siapa yang menunjuk dia menghitung itu? hitung terkait pidana korupsi, ini masalah besar,” ujarnya.
Sementara kewenangan BPKP untuk menilai kerugian negara masih dalam pertimbangan.
Sebab ada lembaga yang berwenang menyatakan ada atau tidaknya kerugian negara, yaitu Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
“Kalau saya merujuk pada surat pemberitahuan MA, jelas disebutkan bahwa Badan Pemeriksa Keuangan lah yang berhak menetapkan tersangka atau dugaan tindak pidana korupsi atau penggelapan dana negara BPKP,” kata Andy. .
Fokusnya bukan hanya pada kerugian negara, tapi juga legalitas operasi penambangan timah yang dinyatakan ilegal oleh Kejaksaan.
Sebab, menjadi kewenangan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk memutuskan apakah ada aktivitas penambangan ilegal atau tidak. Karena memiliki Badan Penyidikan Kepegawaian Negara (PPNS).
Undang-Undang Mineral dan Batubara seharusnya bisa dijadikan landasan peraturan untuk menentukan sah atau tidaknya kegiatan penambangan.
“Ada UU pertambangan, ada departemen pidana yang berhak memutuskan ilegal atau legal, Kementerian ESDM yang punya staf penyidik yang berhak menerapkan undang-undang pertambangan ilegal. “ucap Andi.
Kejaksaan bisa mengeluarkannya dari perkara korupsi setelah dugaan penambangan liar terbukti hingga putusan menjadi tetap atau final.
“Dia (kejaksaan) memilih tafsir atau kalimat dalam UU ESDM, ‘Oh, masuk ke penambangan liar, jadi ilegal, uang yang masuk merugikan negara.’ “Tunggu dulu, apakah jaksa berhak menghakimi atau tidak? Ia mengatakan, “Pertama-tama, harus ada keputusan yang secara jelas menyatakan bahwa ini adalah operasi penggalian. Penggeledahan ilegal.
Daftar tersangka dan nilai kerugian negara, menurut Kejaksaan Agung
Sekadar informasi, hingga saat ini Kejaksaan telah mendakwa 22 orang dalam dugaan penipuan timah tersebut.
Salah satunya sudah diadili, kakak Tamron, Tony Tamsil, yang didakwa menghalangi keadilan atau menghalangi keadilan di Pengadilan Negeri Pankalpinang.
Lalu, ada 12 terdakwa yang diadili oleh Jaksa Penuntut Umum, yaitu:
* M Riza Pahlevi Tabrani (MRPT) adalah Pimpinan PT Timah 2016 hingga 2021, Emil Emindra (EE) adalah Direktur Keuangan PT Timah Tbk 2017 hingga 2018 dan mantan Direktur (BY). dari CV VIP;* Gunawan (MBG) adalah General Manager PT SIP;* Suvito Gunawan (SG) adalah Direktur PT SIP;* Robert Indarto (RI) adalah General Manager PT SBS;* Rosina (RL) adalah general manager PT TIN;* adalah general manager PT RBT Suparta (SP), Reza Andriansyah (RA) adalah direktur pengembangan bisnis PT RBT, Tamron alian Aon adalah pemilik CV VIP; dan Ahmad Albani adalah manajer operasional CV VIP.
Sedangkan kewenangan penyidikan Jampidus di Kejaksaan ada pada 9 orang lain:
* Mantan Direktur Jenderal Pertambangan dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bambang Gatot Aryono; * Kepala Departemen ESDM Banga Belitung periode 2021-2024, Amir Sayabana; *Kepala Dinas ESDM Provinsi Banga Belitung periode 2015 hingga Maret 2019, Suranto Wibowo;* Pj Kepala Dinas ESDM Provinsi Banga Belitung periode Maret 2019, Rusbani (BN); * 2017, 2018, 2021 Direktur Operasi, 2019 hingga 2020 Direktur Pengembangan Bisnis PT. Tima, Alvin Albar (ALW);* Managing Director PT Quantum Skyline Exchange, Helena Lim (HLN);* Perwakilan PT RBT, Hendry Lim;* Pemilik PT TIN, Hendry Lie (HL);* dan PT TIN Marketing, Fandi Lingga (FL ).
Keenam terdakwa juga didakwa melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dalam kasus ini: Harvey Moise, Helena Lim, Suparta, Tamron alias Ion, Robert Indarto dan Suvito Gunawan.
Dalam hal ini nilai kerugian negara sebesar Rp 300 miliar.
Kerugian yang diduga terjadi antara lain sewa smelter, pembayaran penambangan timah ilegal, dan kerusakan lingkungan.
Hasil perhitungan kasus timah ini bagus sekali. Tadinya kita perkirakan Rp 271 T dan hampir mencapai Rp 300 T, kata dia dalam jumpa pers di Gedung Kejagung, Jakarta Selatan, Rabu (29). ). /5/2024)
Atas perbuatan yang dinilai Jaksa merugikan negara, maka terdakwa pokok perkara digugat dengan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 UU Tipikor digabung dengan Pasal 18 dan Pasal 55 ayat (1). . ) 1 KUHP.
Tersangka TPPU dijerat Pasal 3 dan Pasal 4 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Mereka yang terjerat OOJ kemudian dikenakan Pasal 21 UU Pemberantasan Korupsi.