Reporter Tribunnews.com, Ismoyo melaporkan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Direktorat Jenderal Pajak dan Cukai (Ditjen Bea dan Cukai) kembali menjadi sorotan karena disebut-sebut menawarkan kerja sama dengan influencer bernama Bima Yudho Saputro.
Diakui sang influencer, di akun media sosialnya @awbimax, dirinya ditawari untuk berkampanye bersama Bea dan Cukai.
Bima Yudho Saputro disebut-sebut diundang untuk membantu memulihkan nama baik lembaga tersebut dengan berkampanye bersama aktivis sepertinya.
Bima mendapat tawaran dari instansi tersebut untuk memberikan penilaian positif kepada Bea dan Cukai.
Namun Bima telah memberikan price card atau daftar harga yang cukup tinggi untuk menerbitkan penawaran bea dan cukai melalui lembaga tersebut.
Bima menyerahkan value card senilai Rp 100 juta.
“Ini untuk memperkenalkan brandnya Kak, bukan Crash Communications. Mereka mungkin sudah punya anggaran ratusan juta untuk menangani crash communications yang terjadi di perusahaannya sekarang,” kata Bima, sesuai postingan di akunnya. akun media sosial X. @toe_giman, lapor Senin, (6/5/2024).
Pembahasan serah terima badan tersebut diangkat dan dijadikan tema untuk mengedepankan Bima. Alhasil, pemberitaan mengenai fasilitas tersebut ramai diperbincangkan warganet.
Tak lama kemudian, agensi kembali menghubungi Bima untuk menghapus konten tersebut.
Namun, Vima menegaskan konten yang dipermasalahkan bisa saja dihapus.
(Mereka meminta agar posisi itu kami copot. Cuma masalahnya kalau saya copot, apa yang saya punya akan kembali. Karena dengan begitu agensi bisa berperan sebagai korban, seolah-olah saya di sini menyebarkan rumor, kata Bima.
“Iya bisa minta review jujur dari saya, Kak. Iya, ada baiknya Bea dan Cukai mau melakukan kampanye di media sosial agar bisa mendapatkan presensi yang baik di media sosial. Enggak bagus, masalahnya jelas-jelas terjadi di instansinya. ,’ tutupnya.
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (Ditjen Bea dan Cukai) kini menjadi pusat opini publik dan ramai diperbincangkan di dunia maya.
Berdasarkan pantauan platform media sosial Tribunnews
Hal ini bermula ketika terdengar ada seseorang yang membeli sepatu bola dari luar negeri, namun dikenakan pembayaran pajak yang jauh lebih tinggi dari nilai barang dagangannya.
Diketahui, seorang netizen membeli sepatu bola senilai Rp 31 juta dari luar negeri, namun dikenakan pajak sebesar Rp 31 juta.
Yang terpenting, beberapa hari kemudian viral di media sosial, adalah hadirnya sekolah anak berkebutuhan khusus atau dikenal dengan SLB yang mendapat bantuan peralatan dari perusahaan asal Korea Selatan.
Namun sayangnya, ketika peralatan tersebut tiba di Indonesia, diperlukan uang pajak untuk membayar ekspor tersebut.
Kali ini, alat yang dimaksud adalah alat bantu dengar bagi tunanetra di sekolah luar biasa.
Melalui akun media sosial X, seorang netizen yang diyakini sebagai direktur SLB mengaku diminta membayar hingga ratusan juta dolar.
“SLB, saya dapat bantuan alat belajar tunanetra dari perusahaan Korea. Saat mau bawa ke bea cukai, saya suruh bayar ratusan juta,” kata @ijalz**d, dilansir Platform X. Sabtu (27/ 4/2024).
“Di mana pembayaran deponya per hari? Mulai tahun 2022 tidak bisa dipungut. Tidak ada manfaatnya tinggal di sana untuk apa pun,” ujarnya.
Mengutip situs Direktorat Jenderal Pajak dan Pelaporan kepada Kementerian Keuangan, Direktorat Jenderal Pengadaan dipimpin oleh Direktur Jenderal Bea Cukai.
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai mempunyai tugas merumuskan dan melaksanakan kebijakan di bidang pengendalian, penegakan hukum, pelayanan dan fasilitasi, serta meningkatkan pendapatan negara di bidang kepabeanan dan perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Menurut situs yang sama, Direktorat Jenderal Bea Cukai, barang impor adalah barang impor dan dikenakan bea masuk.
Untuk itu, petugas pajak harus memastikan impor barang sesuai dengan aturan perundang-undangan dengan memilih melakukan pemeriksaan pabean dengan mempertimbangkan risiko yang ada bagi barang dan pedagang.
—-