KPK Usut Dugaan Auditor BPK Minta Jatah Rp12 Miliar untuk Kompensasi Predikat WTP Kementan

Laporan dari reporter Tribunnews.com Ilham Rian Pratama

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan memverifikasi fakta aduan kehadiran pemeriksa Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang meminta uang senilai 12 miliar dolar untuk menjamin “adil tanpa pengecualian” (WTP). ). Kementerian Pertanian (Kementan) BPK dalam pengendalian laporan keuangan.

Fakta mengemuka di pengadilan terkait kasus mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL), pada Rabu, 8 Mei.

“Banyak fakta menarik dalam persidangan terdakwa Pak Syarul Yasin Limpo, tentunya semua fakta tersebut telah didokumentasikan dengan baik oleh tim JPU,” kata Perwakilan KPK Ali Fikri kepada pers, Kamis. ).

Setelah hasil pembahasan, kata Ali, KPK akan mengambil alih kasus SYL usai persidangan.

Tim Penuntut Umum (JPU), lanjutnya, masih membutuhkan keterangan saksi lagi di pengadilan untuk menguatkan keterangan sebelumnya bahwa auditor menuntut Rp 12 miliar sebagai fakta hukum.

“Kami juga sudah berkonsultasi dengan JPU mengenai hal ini, dan perkembangan selanjutnya adalah ketika persidangan sudah selesai seluruhnya sehingga keterangan saksi-saksi lain menjadi fakta hukum,” kata Ali.

Lanjut Ali, tim JPU juga menyerahkan temuan pengadilan SYL kepada Direktur Penyidikan Komisi Pemberantasan Korupsi Asep Guntur Rahaj berupa berita acara pengadilan dan laporan perkembangan penuntutan.

Laporan tersebut menjadi dasar KPK mengembangkan dakwaan korupsi terkait WTP BPK.

Ali mengatakan, jika peristiwa itu dibawa ke tahap penyidikan, KPK bisa segera menetapkan tersangka baru.

Karena sudah di pengadilan, maka akan dipertimbangkan setelah ada keputusan hakim.

“Jaksa akan menyelesaikan analisanya dalam dakwaan dan menyiapkan laporan perkembangan penuntutan,” ujarnya.

Seperti disebutkan sebelumnya, Kementerian Pertanian dikabarkan memberikan dana sebesar 5 miliar dolar kepada pemeriksa BPK untuk mendapatkan predikat WTP.

Hal itu terungkap pada Rabu, 8 Mei di Pengadilan Tipikor Jakarta dalam sidang korupsi mantan Menteri Pertanian SYL.

Sekretaris Hermanto, saksi dari Direktur Jenderal Prasarana dan Perbekalan Pertanian (PSP) Kementerian Pertanian, menjelaskan, awalnya pemeriksa BPK menuntut uang sebesar 12 miliar dolar.

“Apakah ada permohonan atau harus dilakukan Kementan untuk menjadi PAP?” kata jaksa di sela-sela persidangan.

“Iya. Jumlahnya sudah diserahkan ke pihak yang bertanggung jawab, kalau tidak salah Kementan minta 12 miliar dolar. Uang Pak Victor [mantan penulis BPK] Ariary 12 miliar,” jawab Hermanto. .

Dalam analisa lebih lanjut ditemukan bahwa persepsi BPK terhadap WTP terhambat oleh proyek strategis Restoran negara.

Menurut Hermanto, ada hasil penelitian yang dilakukan BPK terkait proyek tersebut, khususnya dari segi administrasi.

Misalnya saja dalam pencarian aset pangan, dokumentasi dan pengelolaannya kurang lengkap. Istilahnya BPK itu dibayar dimuka, belum TGR. Oleh karena itu, kami mempunyai kemampuan untuk menyelesaikan dan menyelesaikan pekerjaan tersebut, kata Hermanto.

Namun Kementerian Pertanian tidak memberikan 12 miliar dolar melainkan hanya 5 miliar dolar. BPK sudah memastikan penerimaannya sebesar 5 miliar.

“Akhirnya seluruh permintaan 12 miliar rubel terpenuhi, atau saksi hanya mengetahui sebagian?” kata jaksa.

“Tidak, kami tidak melakukannya. Saya dengar bisa mencapai 5 miliar rubel,” kata Hermanto.

Menurut Hermanto, dana sebesar 5 miliar dolar yang diperuntukkan bagi pemeriksa BPK itu didapat dari vendor yang mengerjakan proyek Kementerian Pertanian.

Yang menuding pedagang tersebut adalah Muhammad Hatta, mantan Direktur Alat dan Bahan Kementerian Pertanian.

“Bukankah Pak Hatta mendapat uang Rp 5 miliar itu saksinya? Dari mana Pak Hatta mendapat uang itu?” kata jaksa.

“Penjualnya,” kata saksi Hermanto.

Setelah membayar 5 miliar dolar ke BPK, tak butuh waktu lama bagi Kementerian Pertanian untuk mendapatkan opini WTP tersebut.

– Apakah ada ide yang muncul setelah beberapa saat? kata jaksa KPK.

“Keluar. WTP sudah habis,” kata Hermanto.

Sebagai informasi tambahan, pemberitahuan ini diberikan kepada tiga terdakwa: Mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo; Mantan Direktur Peralatan dan Sarana Kementerian Pertanian, Muhamed Hata; dan mantan Sekretaris Jenderal Kementerian Pertanian Kasdi Subagyono.

Dalam kasus ini, SYL didakwa sebesar Rp 44,5 miliar.

Jumlah SYL tersebut seluruhnya pada periode 2020 hingga 2023.

“Besaran yang diterima terdakwa selaku Menteri Pertanian RI melalui cara-cara pemaksaan tersebut di atas adalah sebesar Rp 44.546.079.044,” kata Jaksa KPK Masmudi ) dalam Sidang Tipikor Pengadilan Tinggi Jakarta. pada Rabu (28/02/2024).

SYL mendapatkan uang tersebut dengan mengutip pejabat Kementerian Pertanian.

Menurut jaksa, SYL tidak sendirian dalam perbuatannya, Muhammad Hatta dan Kasdi Subagyono yang juga terdakwa ikut membantunya.

Apalagi uang yang dikumpulkan Kasdi dan Hatta untuk kepentingan pribadi SYL dan keluarganya.

Berdasarkan dakwaan, pengeluaran terbesar dari jumlah tersebut dikeluarkan untuk kegiatan keagamaan, kegiatan pelayanan, dan pengeluaran lain yang tidak termasuk dalam kategori yang ada yaitu sebesar Rp16,6 miliar.

“Uang tersebut kemudian dibelanjakan sesuai perintah dan petunjuk terdakwa,” kata jaksa.

Atas perbuatannya, para terdakwa dijerat dengan dakwaan pertama: Pasal 12 huruf e UU Tipikor juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP. . dengan pasal 64(1). Bagian KUHP.

Tuntutan Kedua : Pasal 12(f) UU Pemberantasan Korupsi juncto Pasal 55(1)(1) KUHP juncto Pasal 64(1) KUHP.

Tuntutan Ketiga: Pasal 12b UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ayat (1) KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *