Laporan reporter Tribune.com Ilham Ryan Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan penyidikan sejak 31 Juli 2024 hingga 2 Agustus 2024 di Balikpapan, Kalimantan Timur.
Penyidikan dilakukan terkait pengumpulan barang bukti korupsi pemberian fasilitas ekspor kepada berbagai perusahaan di Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI).
“Sejak tanggal 31 Juli 2024 hingga 2 Agustus 2024, KPK telah melakukan serangkaian tindakan penyidikan di dua rumah dan satu kantor swasta di Balikpapan, Kalimantan Timur,” kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardika Sugiato di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Senin. (5/8/2024).
Setelah dua hari melakukan upaya penggeledahan yang kalut, tim penggeledah KPK berhasil menemukan sejumlah barang bukti.
Persediaan yaitu uang tunai sekitar Rp 4,6 miliar, enam kendaraan, 13 logam mulia, sembilan jam tangan, 37 tas mewah, sekitar 100 buah perhiasan (cincin, kalung, gelang, anting, liontin) serta barang bukti elektronik (BBE) di dalam berupa laptop dan hard disk.
Semuanya diduga ada kaitannya dengan kasus yang sedang diselidiki dan akan terus diselidiki penyidik, kata Tessa.
Menurut Tesa, KPK akan berupaya semaksimal mungkin memperbaiki kasus yang sedang diselidiki tersebut.
Komisi Pemberantasan Korupsi akan meminta pertanggungjawaban pidana terhadap mereka yang bertanggung jawab.
KPK diketahui telah menetapkan tujuh tersangka dalam berkas perkara ini.
Ketujuh orang tersebut terdiri dari penyelenggara pemerintahan dan anggota sektor swasta.
Komisi Pemberantasan Korupsi telah menetapkan tujuh tersangka, termasuk pejabat pemerintah dan swasta, yang diduga melakukan korupsi terkait pengadaan keuangan dari Badan Pembiayaan Ekspor Indonesia. Kamis (1/8/2024).
Namun Tessa belum bisa membeberkan identitas ketujuh tersangka tersebut.
Komisi Pemberantasan Korupsi menyediakannya melalui tindakan penegakan hukum dengan menangkap tersangka.
Namun berdasarkan sumber tribunenews.com, tersangkanya ada tujuh, yakni Ngalim Sawego, Dirjen LPEI; Dwi Wahyudi, Direktur Eksekutif I LPEI; Basuki Setyadjid, Direktur Utama II LPEI; Arif Setiawan, Direktur Eksekutif IV LPEI; Omar Baginda Pane, Direktur Utama V LPEI; Kukuh Wirawan, Kepala Bagian Keuangan I LPEI; dan Hendarto, pemilik PT Sakti Mait Jaya Langit.
Pak Tesa mengatakan, panitia antikorupsi sudah meminta Dirjen Imigrasi untuk melarang ketujuh orang tersebut bepergian ke luar negeri.
Larangan itu dilakukan untuk memastikan ketujuh pria tersebut berada di Indonesia saat tim penyidik meminta keterangannya.
“Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah mengeluarkan Proklamasi Nomor 981 Tahun 2024 yang melarang tujuh WNI bepergian ke luar negeri. Larangan perjalanan akan berlaku hingga enam bulan ke depan,” kata Tessa.
Komisi Pemberantasan Korupsi mengumumkan pada Selasa, 19 Maret 2024, kasus dugaan korupsi terkait penyediaan sumber daya dari LPEI ke beberapa perusahaan telah diselidiki.
Tuntutan ini disampaikan sehari setelah Menteri Keuangan Sri Mulyani melaporkan hal tersebut ke Kejaksaan Agung (Kejagung) pada Senin, 18 Maret 2024.
Wakil Ketua KPK Nurul Gufron menjelaskan, pada 10 Mei 2023, KPK menerima laporan dugaan korupsi tersebut.
Setelah itu ditinjau kembali hingga akhirnya diselidiki Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Februari 2024.
“Dan tadi hari ini, setiap [tingkat] penyidikan, penyidikan, penuntutan di Wakil Direktur ini dijelaskan kepada manajemen, sehingga pada 19 Maret 2024 Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memperkuat proses penyidikan kegiatan ilegal atau tuntutan pidana. Pemberian fasilitas kredit dari LPEI Gufron dalam jumpa pers di kantornya, Jakarta Selatan, Selasa (19/3/2024), mengatakan kasus korupsi tersebut sedang “dalam penyelidikan”.
Gufron mencontohkan Pasal 50 UU Komisi Pemberantasan Korupsi dan meminta Jaksa Agung menghentikan penyidikan kasus tersebut.
Konsekuensinya, nanti kalau KPK mengusut, diharapkan APH (aparat penegak hukum) lain [segera menghentikannya],” kata Gufron membacakan Pasal 50 UU KPK.
Dalam kasus ini, Komite Pemberantasan Korupsi menemukan dugaan adanya penyimpangan dalam penyaluran kredit ekspor yang dilakukan Komite Keuangan LPEI. Diduga negara telah kehilangan 766 miliar birr.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga PT PE menjadi salah satu perusahaan yang terlibat.
Perusahaan distribusi minyak itu disebut menerima pinjaman sebesar US$22 juta hingga US$600 miliar antara 2015-2017.