TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengusut keterlibatan PT Energy Kita Indonesia dalam pembelian alat pelindung diri (APD) Covid-19 di Kementerian Kesehatan (Kemenkes).
Hal itu terungkap tim peneliti saat memeriksa Manajer Utama PT Energy Kita Indonesia, Satrio Wibowo, Jumat (19/4/2024).
Juru Bicara Kementerian Kesehatan RI Ali Fekri mengatakan: “Satrio Wibowo [Pimpinan PT Energi Kita Indonesia] yang bersangkutan hadir dan mengonfirmasi antara lain keikutsertaan perusahaan Shahid dalam penyediaan APD kepada Kementerian Kesehatan RI. . Komisi Pemberantasan Korupsi berbicara kepada wartawan. Selasa (23/4/2024).
Selain itu, tim peneliti juga menerima Rp 500 juta dari Satrio Wibowo, kata Ali.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengidentifikasi adanya pelaksanaan kenaikan harga atau peningkatan kasus dugaan korupsi pengadaan APD Covid-19 di Kementerian Kesehatan tahun anggaran 2020-2020.
Prosedur kenaikan harga tersebut terkait dengan pembelian hazmat set yang berasal dari Korea Selatan.
Juru Bicara KPK Ali Fekri mengatakan pihaknya memiliki cukup bukti untuk mendukung tuduhan tersebut.
Bukti tersebut diperoleh dari pemeriksaan beberapa saksi dari salah satu perusahaan asal Korea Selatan.
Ali Fekri mengatakan kepada wartawan: “Kami sering melaporkan bahwa perusahaan asing diawasi dari Korea, dan kemudian harga X sampai saat pembelian.” , Sabtu (20/4/2024). Juru Bicara KPK Ali Fekri di luar perbincangan media di Anyer, Serang, Banten, Rabu (6/12/2023). (Tribunnews.com/ Elham Ryan Pratama)
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berulang kali memanggil sejumlah saksi asal Korea Selatan.
Beberapa di antaranya adalah Direktur PT GA Indonesia Sang Sung Wook pada 15 Maret 2024 dan Direktur PT Glotech Indah Jeon Byung Kil pada 23 Februari 2024.
Perusahaan pemasok APD untuk tim Covid-19 pada masa wabah ini diketahui mengambil bahan baku dari Korea Selatan. Perusahaan tersebut adalah PT Energi Kita Indonesia (EKI).
PT EKI diketahui menyediakan APD bagi PT Permana Putra Mandiri (PPM) yang ditunjuk tim Covid-19 sebagai Kuasa Konsumen Anggaran (KPA) jika terjadi pandemi.
Jadi penunjukan dilakukan tanpa mekanisme pengadaan barang dan jasa yang lazim, misalnya lelang.
Komisi Pemberantasan Korupsi tengah mengusut kasus korupsi pengadaan APD Covid-19 di Kementerian Kesehatan tahun anggaran 2020-2022.
Sebanyak 5 juta perangkat APD dengan nilai proyek Rp 3,03 triliun terdampak. Akibatnya negara ini merugi hingga 625 miliar Rial.
Berdasarkan sumber Tribunnews.com, para pihak yang digugat adalah Pejabat Ikrar (PPK) Budi Silvana, Direktur PT Permana Putra Mandiri Ahmad Taufik, dan Direktur Eksekutif PT Energi Kita Indonesia (EKI) Satrio Wibowo.
Tersangka didakwa merugikan dirinya sendiri atau orang lain atau suatu perusahaan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
Lima orang dilarang bepergian ke luar negeri karena kasus ini.
Mereka adalah Budi Silvana (PNS Kementerian Kesehatan), Satriyo Wibowo (Swasta), Ahmad Tawfik (Swasta), Isdar Youssef (Pengacara) dan Harmansia (PNS BNPB).
Terkait pemberian APD untuk Covid-19, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (Jaksel) (PN) terlibat wanprestasi.
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memenangkan PT Permana Putra Mandiri terhadap ketiga terdakwa PPK Dr Budi Sylvana MARS, Kementerian Kesehatan RI, dan Badan Penanggulangan Bencana Alam (BNPB).
Keputusan tersebut diambil oleh Ketua DPRD Kota Hamida bersama Anggota Parlemen Joiamtu dan Agung Sotomo Toba pada Kamis 22 Juni 2023.
Dalam putusannya, ketiga terdakwa didakwa melanggar janji atau tidak membeli APD dari PT Permana Putra Mandiri yang dipesan saat Indonesia sedang dilanda pandemi Covid-19.
PT Permana Putra Mandiri telah memenangkan lebih dari Rp300 miliar tuntutan hukum dan sanksi terhadap Kementerian Kesehatan dan BNPB.
Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, sebagaimana diberitakan dalam laman Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, menyatakan akan “menyatakan apakah terdakwa pertama, kedua, dan ketiga melanggar kewajibannya.
Dalam penyidikan yang masih berjalan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah beberapa lokasi di Jabodetabek dan Surabaya untuk menemukan bukti aktivitas para tersangka.
Tempat pemeriksaan meliputi kantor BNPB, Pusat Krisis Kesehatan Kementerian Kesehatan, ruangan di kantor LKPP, dan tempat tinggal tersangka.
Penyidik menemukan dan mengamankan barang bukti antara lain dokumen pengadaan, catatan transaksi keuangan dan arus kas berbagai pihak, serta transaksi pembelian aset ekonomi dari pihak yang ditetapkan sebagai tersangka.