KPK: Putusan Hakim Beri Perintah Gazalba Saleh Bebas Adalah Ngawur

Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama melaporkan

TribuneNews.com, Jakarta – Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata menanggapi putusan sela hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (TPKOR) Jakarta yang menerima nota eksepsi atau keberatan Mahkamah Agung yang sudah tidak ada lagi. . (MA) Hakim Agung Ghazalba Saleh. 

Dalam perintah sementara, hakim memerintahkan KPK melepaskan Ghazalba Saleh dari tahanan. 

Dalam pertimbangannya, majelis hakim menilai jaksa penuntut umum KPK (JPU) tidak berhak mengadili Ghazalba Saleh atas dugaan keterlibatannya dalam tindak pidana pencucian uang (TPPU) karena tidak menerima pesan tersebut. Hak mendakwa Ghazalba Saleh. Dari Jaksa Agung. 

Alex Marwata menyebut pendapat majelis hakim tidak ada artinya.  

“Oh, baru kali ini hakim pengadilan tipikor melakukan diskriminasi terhadap terdakwa. Saya kira pandangannya tidak ada artinya,” kata Alex kepada wartawan, Senin (27/5/2024).

Alex mengatakan, jika menggunakan logika sesuai pendapat hakim, maka perkara yang diusut KPK selama 20 tahun itu tidak sah. 

Sebab, Direktur Penuntutan Umum dan Jaksa KPK diangkat dan diberhentikan oleh pengurus sesuai kewenangan undang-undang KPK.

Pendapat hakim sama saja dengan menghilangkan kewenangan pimpinan KPK untuk mengangkat dan memberhentikan jaksa KPK, ujarnya.

Menurut hakim, pimpinan KPK sudah tidak mempunyai kewenangan lagi untuk melakukan pengawasan terhadap jaksa KPK. 

Sebab, sesuai pendelegasian wewenang, Jaksa bertanggung jawab kepada Jaksa Agung.

Dengan adanya putusan ini maka kewenangan penuntutan KPK yang diatur berdasarkan undang-undang menjadi tidak ada lagi, ujarnya.

Menurut Alex, keputusan sementara Ghazalba Saleh berdampak besar terhadap keberadaan KPK. 

Perkara yang diselesaikan Komisi Pemberantasan Korupsi akan diselesaikan dengan keputusan hakim.

“Sekali lagi, saya pikir itu keputusan yang konyol,” katanya. 

Untuk itu, pimpinan KPK akan mengambil sikap setelah menerima salinan keputusan sementara Ghazalba Saleh. 

Alex meminta Badan Pengurus Mahkamah Agung (Bawas MA) dan Komisi Yudisial (KY) mengusut majelis hakim yang menerima diskriminasi Ghazalba Saleh di pengadilan tipikor. 

Kebebasan dan independensi hakim dalam penyidikan dan pengambilan keputusan tidak berarti bahwa mereka memutuskan perkara atas kebijakannya sendiri dengan mengabaikan hukum dan praktik yang telah diterima selama 20 tahun.

“Direktur Penindakan KPK diangkat melalui proses rekrutmen. Direktur Penindakan diangkat dan diberhentikan oleh pimpinan. Tanda tangan pimpinan sebagai Direktur Penindakan bukan milik Jaksa Agung,” ujarnya. Hakim Agung Ghazalba Saleh mengenakan rompi penjara usai diperiksa di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (8/12/2022) menjadi alasan hakim menerima ekskomunikasi Ghazalba Saleh. Komite Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menahan Ghazalba Saleh yang ditetapkan sebagai tersangka kasus suap yang menunggu keputusan di Mahkamah Agung (Ma). Tribun Berita/Irwan Rismawan (Tribune News/Irwan Rismawan)

Hakim mengatakan Komisi Pemberantasan Korupsi merupakan lembaga yang mempunyai tugas mengadili perkara. 

Perintah penuntutan dilaksanakan oleh Jaksa KPK, di bawah arahan Direktur Penuntutan KPK.

Namun, menurut hakim, Direktur KPK tidak pernah menerima surat kuasa dari Kejaksaan Agung.

Meski komisi antirasuah mempunyai tugas dan tugas penindakan secara institusi, namun jaksa yang bertugas di komisi antirasuah tidak pernah bertindak dalam kasus ini, direktur penindakan komisi antirasuah. Sesuai prinsip sistem penuntutan tunggal, Jaksa Agung telah mendapat amanah jaksa dari Ketua Jaksa Penuntut Umum Indonesia, kata hakim. Anggota Rianto Adam Pontoh.

Hakim mengatakan persyaratan untuk diwakili dalam kasus Ghazalba tidak terpenuhi. 

Oleh karena itu, hakim menyebut JPU KPK tidak berhak mengadili perkara hakim MA nonaktif tersebut.

“Jabatan Direktur Penuntutan Sekjen KPK bukan merupakan komitmen mengingat perintah Jaksa Agung RI tentang pelaksanaan tugas di lingkungan KPK oleh jaksa,” kata Hakim Rianto.

Artinya, tidak ada pelimpahan wewenang sebagai penuntut umum, dan tidak ada keterangan [keterangan] tentang pelaksanaan wewenang serta petunjuk [instruksi] tentang pelaksanaan wewenang. Jadi kalau syarat pelimpahan di atas tidak terpenuhi, kemudian menurut pendapat majelis hakim, dengan Direktur Komisi Pemberantasan Korupsi “Tidak ada kewenangan sebagai penuntut umum, dan tidak ada kewenangan untuk mengadili perkara pidana korupsi oleh TPPU,” imbuhnya.

Hakim mengatakan, seharusnya jaksa yang mengadili kasus Gajjalba harus mendapat izin dari Direktur Penuntutan KPK, namun menurut hakim, kewenangan untuk mengadili kasus Gajjalba karena Direktur Penuntutan KPK tidak mempunyai wewenang untuk mengadili kasus Gajjalba. pihak berwenang. . 

Sebab, dia tidak mendapat perintah dari Jaksa Agung untuk melimpahkan kewenangan penuntutan.

Karena itu, hakim pun mengatakan kepada jaksa KPK yang menangani kasus Ghazalba, dirinya tidak mempunyai kewenangan untuk mengadili Ghazalba.

“Menimbang bahwa setiap jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi yang berperan sebagai jaksa untuk menangani setiap perkara tindak pidana termasuk korupsi dan TPPU, Direktur Penindakan Komisi Pemberantasan Korupsi, sebenarnya menjadi alasan atas perintah Direktur. Penuntutan. Komisi Pemberantasan Korupsi sebagaimana disebutkan di atas, tidak berwenang menjadi penuntut umum dan “tidak berwenang mengadili tindak pidana korupsi yang dilakukan JWTZ, sehingga menghilangkan jaksa di komisi tersebut. berwenang mengadili setiap perkara pidana korupsi yang dilakukan TPPU,” ujarnya.

Dalam putusan selanya, hakim mempertimbangkan Pasal 18 Ayat 1 Undang-Undang RI Tahun 2021 tentang Kejaksaan Agung. 

Dia mengatakan, dokumen penunjukan jaksa penuntut umum harusnya diterbitkan sebelum surat dakwaan.

“Sesuai dengan pendapat JPU atas keberatan tim penasihat hukum terdakwa/Gazalba Saleh, sesuai perintah Jaksa Agung RI, Jaksa Agung mengangkat seorang jaksa untuk bertugas di KPK, dan tidak perlu mempunyai kewenangan sebagai jaksa penuntut umum dalam perkara yang mengatasnamakan Ghazalba Saleh karena baru kali ini KPK tidak mendapat amanah dari jaksa sebagai ketua jaksa penuntut umum Republik Indonesia. 18 ayat 1 tahun 2021,” ujarnya. 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *