Dilansir jurnalis Tribunnews.com, Ilham Ryan Pratama
Tribun News.com, Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Senin (2/9/2024) mendalami proses pengurusan paket pekerjaan pengerukan saluran navigasi pelabuhan melalui pemeriksaan terhadap dua pegawai negeri sipil (PNS).
Kedua PNS yang dimaksud adalah Debbie Puspita Maharani dan R.A. Andreas P.W.
Dua pegawai pemerintah diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi terkait paket pekerjaan pengerukan alur pelayaran di empat pelabuhan.
Keempat pelabuhan tersebut adalah Proyek Pengerukan Pelabuhan Tanjung Mas Tahun Anggaran 2015-2017, Proyek Pengerukan Pelabuhan Samarinda Tahun Anggaran 2015 dan 2016, Proyek Pengerukan Pelabuhan Benoa Tahun Anggaran 2015 dan 2016, serta Proyek Pengerukan Pelabuhan Pulang Tahun 2013 dan 2013. Proyek Pengerukan Pelabuhan Pisau
Penyidik sedang mendalami pengetahuan saksi mengenai proses perolehan paket pekerjaan pengerukan jalur pelabuhan, kata Juru Bicara KPK Tessa Maharadhika Sugiarto dalam keterangan tertulisnya, Selasa (09/03/2024).
Sebelumnya, Tesa mengungkapkan, total nilai proyek pengerukan alur navigasi yang dikorupsi berjumlah Rp 500 miliar.
“Nilai totalnya sekitar Rp500 miliar, terdiri dari delapan paket pengerukan,” kata Tessa kepada wartawan, Selasa (23/07/2024).
Namun, nilai kerugian keuangan negara akibat korupsi belum bisa dijelaskan.
Sebab, proses perhitungannya masih berlangsung.
Dalam kasus tersebut, KPK menetapkan sembilan tersangka yang terdiri dari enam pegawai negeri dan tiga swasta.
Berdasarkan informasi yang dihimpun, tersangka yang diperiksa berjumlah sembilan orang yakni Adiputra Kurniawan (Pvt) David Gunawan (Pvt) Ivan Setino Foa (Pvt) Sunarso (Paket Pekerjaan PNS/PPK Pelabuhan Massal Tanjung) Ehda Tanjung (PPK Kerja/Pelabuhan Tanjung San Mass ) Paket) Aditya Karya (Paket Pekerjaan PPK/Pelabuhan Samarinda) Resi Herwan (Paket Pekerjaan Pelabuhan PPK/Samarinda) Otto Patriawan (Paket Pekerjaan Pelabuhan PPK/Pulang Pisau) Sapril Imanuel Ginting (Paket Pekerjaan Pelabuhan PPK/Pulang Pisau)
Kesembilan orang ini dilarang bepergian ke luar negeri selama enam bulan ke depan terhitung 30 Mei 2024.
Kasus tersebut disebut merupakan pengembangan dari kasus mantan Direktur Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan Antonius Tony Budiono.
Dalam kasusnya, Tony didakwa menerima suap sebesar Rp 2,3 miliar dari Komisaris PT Adhiguna Kerukatama, leluhur Kurniawan.
Suap tersebut diduga diberikan agar perusahaan Adiputra bisa mendapatkan proyek di Direktorat Jenderal Perdata.
Proyek tersebut adalah pengerukan alur navigasi Pelabuhan Pulang Pisau Kalimantan Tengah untuk TA 2016 dan pengerukan alur navigasi Pelabuhan Samarinda Kalimantan Timur untuk TA 2016. Saat ini sedang diselidiki. KPK
Antonius Tony Budiono divonis lima tahun penjara. Sedangkan Adi Putra divonis empat tahun penjara.
Dalam proses persidangan, muncul kesaksian dari Kepala Staf Otoritas Pelabuhan dan Otoritas Pelabuhan Kelas V Pulang Pisau Otto Patriawan yang mengaku menerima uang hingga Rp 800 juta dari Adi Putra Kurniawan. Uang tersebut disalurkan melalui kartu ATM.
Dalam dakwaan Adi Putra, PT Adhiguna Kerukatama diduga memenangkan lelang proyek pengerukan saluran navigasi di pelabuhan Pulau Pisao, Kalimantan Tengah pada tahun 2016.
Otto tercatat sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) pada proyek tersebut.
Otto menambahkan, uang dari kartu ATM tersebut juga digunakan oleh Sapril Emmanuel Ginting.
Sapril merupakan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) proyek tersebut.
Menurut Otto, Spreel menggunakan uang Rp 150 juta dari kartu ATM tersebut.
“Saya sendiri yang memberikan ATMnya, dipinjamkan,” ujarnya.