KPK Geledah Kantor Wali Kota Semarang, PDIP Pertanyakan Urgensi hingga Tuding Ada Politisasi

TRIBUNNEWS.COM – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggerebek kantor Wali Kota Semarang Hewearita Gunariant Rahayu, Ita.

Penggeledahan dilakukan di Pemerintah Kota (Pemkot) Semarang untuk mengusut kasus toleransi dan mengambil nama sel PDI Perjuangan (PDIP).

Terkait hal itu, PDIP menegaskan, dalam konteks hukum, PDIP akan menghormati sepenuhnya tindakan KPK.

Namun, partai berlabel biru itu mempertanyakan kecepatan tindakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tersebut.

Pasalnya, banyak kasus yang belum diusut tuntas, namun kini mereka mengusut kasus lain terhadap Mbak Ita.

Oleh karena itu, kata Perwakilan PDIP Chiko Hakim, sulit diragukan bahwa kasus yang diusut KPK bukanlah persoalan politik.

Chico mengatakan masih banyak kasus lain yang belum diselidiki dan diserahkan kepada BPK untuk diputuskan.

“Sulit untuk tidak meragukan bahwa pekerjaan Komite Pemberantasan Korupsi adalah kegiatan politik akhir-akhir ini,” kata Chico kepada wartawan, Jumat (19/7/2024).

“Kita tahu banyak kasus yang terselesaikan, menguap, atau terkubur ketika yang bersangkutan mendukung calon yang didukung kelompok tertentu,” ujarnya.

Sebelumnya, Ketua DPP PDIP pemenangan pemilu administratif Dedi Evri Hunteru Sitorus mempertanyakan kemampuan KPK mengusut kasus yang melibatkan Mbak Ita.

“Benarkah kasus Wali Kota Semarang ini menjadi keharusan bagi penegakan hukum? Entah karena memilih menebang pohon atau ada agenda politik di sini kita tidak tahu, tapi wajar kalau masyarakat menanyakan hal seperti itu, ” kata Dedi. Di Tribunnews.com, Kamis (18/7/2024).

Seperti Chico, Dedi juga menilai kasus yang diusut KPK merupakan bentuk manipulasi politik, apalagi sidang digelar jelang Pilkada 2024.

“Saya tidak bisa bilang PDIP menganggap ini persoalan politik, tapi sangat bermotif politik kalau melihat waktu dan tempat, itu benar,” ujarnya.

Dedi juga mencontohkan beberapa contoh kasus yang belum diusut tuntas KPK, seperti korupsi timah di Bangka yang merugikan negara ratusan miliar.

Karena itu, Dedi bingung lalu bertanya apakah ada kasus di Pemkot Semarang yang lebih penting dari kasus tersebut.

“Iya, kami akan selalu mendukung proses hukumnya, tapi yang kami tanyakan misalnya kasus timah Bangkasi yang nilainya ratusan miliar.”

“Apakah topik ini lebih penting dari itu?” 

Selain kasus korupsi timah, banyak kasus yang melibatkan ketua umum partai politik (parpol) sebelum Pilpres 2024, namun kini sudah hilang, termasuk kasus mantan Gubernur Jawa Timur Khofifa Indar Parawansa.

Misalnya kasus Gubernur Jatim Khofifa yang sampai saat ini sudah berkali-kali dipanggil, maksudnya apa misalnya, kata Dedi. Tanggapan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dituding bermotif politik saat mengusut kasus Mbak Ita.

Menanggapi isu politik dalam penyidikan KPK terhadap kasus Mbak Ita, Juru Bicara KPK Tessa Mahardika membenarkan tidak ada agenda politik.

Sebab, penyidikan dilakukan berdasarkan bukti awal yang ditemukan penyidik ​​KPK.

“Penyelidikan yang dilakukan teman-teman di Samarang bukan di bidang politik,” kata Tessa kepada wartawan, Jumat (19/7/2024).

Selain itu, Tessa menambahkan, penyidikan dugaan korupsi dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi berdasarkan kerangka hukum saja.

Jadi jika ada kelompok yang menyebut penindakan kasus ini bermotif politik, Tessa menentangnya.

“Jika tindakan itu ada kaitannya atau serupa dengan yang diumumkan dalam bentuk pemilihan kepala daerah, maka itu murni kebetulan dan tidak dilihat dari sudut pandang politik,” ujarnya.

“Dan itu tergantung kerangka hukumnya,” lanjutnya.

Sebagai informasi, dalam kasus ini ada empat orang yang dilarang bepergian ke luar negeri selama enam bulan ke depan.

Ada empat orang yang menurut KPK punya kewenangan sebagai tersangka, yakni: Wali Kota Semarang Hewearita Gunariant Rahayu atau Ita; Suami Ita yang juga Ketua Komisi D DPRD Jateng, Alvin Basri; Infrastruktur Nasional Indonesia (Gapensi) Kota Semarang, Martono; dan Rahmat U Jangkar, Swasta

Saat ini ada tiga kasus yang tengah diselidiki KPK di Semarang.

Pertama, terkait dugaan kasus suap terkait pembelian barang atau jasa di lingkungan Pemkot Semarang tahun 2023-2024.

Kedua, tudingan pejabat publik merangsang pemungutan pajak dan retribusi daerah di Kota Semarang.

Ketiga, berdasarkan asumsi sumbangan telah diterima pada tahun 2023-2024.

(Tribunnews.com/Rifqah/Fahmi Ramadhan/Fersianus Waku) 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *