TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – TPDI dan Koordinator Gerakan Pembela Indonesia/Pendukung Nusantara Petrus Selestinus menilai lembaga antirasuah harus menyikapi “lagu” mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL). politik. Pihak yang “mendapat keuntungan dari uang korupsi di Kementerian Pertanian”.
“Dari fakta yang terungkap dalam kasus korupsi bernama SYL, terungkap sejumlah besar uang diperoleh dari hasil korupsi partai politik antara tahun 2022-2023,” ujarnya, Rabu (3/7/2024).
Oleh karena itu, terkait pengelolaan dana SYL yang diduga dituduh membangun rumah kaca di Pulau Dubu, menurutnya, itu bukti kuat saya berbeda dalam penyidikan. .
Oleh karena itu, meski hanya sekedar informasi, kuasa hukum KPK SYL tidak boleh mengabaikan informasi tersebut karena informasi tersebut berasal dari sumber yang dapat dipercaya. Ia segera mengambil tindakan untuk mencegah kecurangan pemilu demi melindungi para pelaku korupsi. .
Menurut Petrus, pimpinan KPK perlu memprioritaskan waktu untuk melancarkan pengusutan kasus ini. KPK masih punya cukup waktu untuk meraih prestasi besar sebelum lengser pada Desember 2024.
Oleh karena itu, pengungkapan bukti-bukti harus diprioritaskan, apabila bukti-bukti sudah cukup, maka lembaga antirasuah harus bertindak cepat, sehingga pada saat undang-undang tersebut diubah, pimpinan lembaga antirasuah meninggalkan lembaga antirasuah tersebut. debu dan membaiknya Indeks Persepsi Korupsi Indonesia,” ujarnya.
Ia menambahkan, ia harus berani mengatakan yang sebenarnya kepada komite antikorupsi organisasi SYL jika ada kesepakatan politik sebelum ia dilantik menjadi menteri pertanian. KPK Periksa Proyek Rumah Kaca di Pulau Seribu
Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan mengusut proyek rumah kaca di Pulau Seribu yang diduga dibangun melalui korupsi pimpinan partai politik Kementerian Pertanian (Kementan).
Sebelumnya, Djamaludin Koedoeboen, pengacara mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL), menyinggung soal rumah kaca dalam sidang di Pengadilan Tipikor di Jakarta, Jumat (28/6/2024).
SYL sendiri merupakan politikus Partai Nasdem pimpinan Surya Paloh.
Mengenai hal itu, bukti-bukti hukum apa pun yang bisa memperkuat isi atau perkembangan perkara pidana yang sedang diselidiki, penyidik bisa bekerja untuk mencari bukti-bukti yang cukup. Jadi kita tunggu saja bersama-sama, kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto kepada wartawan. Senin (1/7/2024).
Meski demikian, Tessa mengaku belum mendapat informasi terkait rencana pemeriksaan pimpinan parpol yang disebutkan kuasa hukum SYL.
“Masih belum ada kabar dari detektif,” kata Tessa.
Mantan Menteri Pertanian SYL terungkap divonis 12 tahun penjara karena diduga menerima uang dari Kementerian Pertanian dan membayar Rp 44,5 miliar.
Jaksa KPK (JPU) membacakan permohonan tersebut di Pengadilan Tipikor Jakarta pada Jumat (28/6/2024).
Usai gugatan dilayangkan, SYL melalui kuasa hukumnya banyak melontarkan persoalan yang tidak diungkapkan dalam gugatan sebelumnya.
Terkait kasus tersebut, Kuasa Hukum SYL, Djamaludin Koedoeboen mengatakan, “Kami mohon maaf kepada jaksa yang terhormat, kami hanya meminta bantuan, Kementerian Pertanian RI bukan satu-satunya.”
Diantaranya adalah proyek hijau di kepulauan Dubban yang menggunakan dana dari Kementerian Pertanian.
Konon rumah kaca itu milik pimpinan partai. Namun belum ada kejelasan mengenai jumlah pimpinan partai yang dimaksud.
“Ada permohonan izin tinggal di Pulau Seribu bagi ketua partai yang diduga punya uang dari Kementerian Pertanian,” kata Koedoeboen. dikatakan.
Apalagi, dalam persidangan, kuasa hukum SYL mengangkat impor senilai miliaran rupee itu bermasalah.
“Saya kira anggota keluarga tahu ada triliunan impor,” katanya.
SYL juga menyebut Hanan Supangkat, CEO PT Mulia Knitting Factory (Rider).
Siapa Hanan Supangkat? Mohon hati-hati terhadap rekan-rekan, kata Koedoeboen.
Di luar sidang, Koedoeboen menyatakan orang bernama Hanan Supangkat itu diduga ada hubungannya dengan Nasdem, pimpinan partai politik yang menaungi SYL.
Nama lain seperti Hanan Supangkat juga terlibat dalam kasus tersebut, dan terkait dengan pimpinan partai politik, khususnya Nasdem, kata Koedoeboen melalui keterangan telepon, Jumat (28/6/2024).
Menurut Koedoeboen, kliennya tidak bisa menjelaskan semua itu dalam persidangan karena kurang percaya diri.
Bahkan, kata dia, kelompok SYL masih berupaya membaca siapa yang menentang kasus ini.
“Masih ada rasa was-was, dia [SYL] belum tahu betul siapa yang melawan mereka. Masih takut untuk keluar dengan pertarungan yang sebenarnya atau pertarungan dengan tentara lain atau apa sebenarnya penyebabnya,” ujarnya.
Namun hal tersebut akan dijelaskan dalam pernyataan tuntutan atau pembelaan.
Pihaknya kemudian akan mengajukan banding secara pribadi dan menghadirkan tim penasihat hukum.
“Kami pasti akan mengajukan gugatan terhadap hal ini,” ujarnya.
FYI, dalam kasus ini, kelompok SYL harus membayar hukuman enam bulan penjara sebesar Rp500 juta di samping hukuman penjara 12 tahun.
Ia pun diminta membayar kompensasi sebesar Rp44.269.777.204 dan 30 ribu dollar AS atas kepuasan yang diterimanya.
Biaya penggantian harus dibayar dalam waktu satu bulan setelah selesainya perkara, jika tidak maka akan mempunyai kekuatan hukum tetap.
Menurut jaksa, jika gajinya tidak dibayarkan, maka asetnya akan disita dan dijual secara lelang untuk menggantikannya.
“Jika tidak cukup maka akan diubah pidana penjara empat tahun,” kata jaksa. (Tribunnews.com/Ilham/Malvyandie)