KPK Diminta Menyelidiki Kasus Dugaan Selisih Harga dalam Impor Beras

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) didesak segera mengusut kasus dugaan selisih harga impor beras.

Menurut perkiraan, kerugian pemerintah selama dua tahun terakhir telah meningkat menjadi $8,5 triliun. Sebanyak 4,83 juta ton. “Jika kenaikan sebesar $117 per ton ini terjadi mulai tahun 2023, maka kerugian pemerintah akan mencapai $565 juta atau sekitar Rp8,5 triliun,” kata Anthony Budiawan, CEO Kajian Ekonomi Politik dan Kebijakan (PEPS) yang berbasis di Jakarta. Kamis (7 November 2024). Anthony menegaskan, realisasi harga impor beras Indonesia sebesar $655 per ton memang tinggi. Hal ini menyebabkan kerugian keuangan bagi pemerintah dan dapat menjadi tindak pidana korupsi.

Oleh karena itu, komisi antirasuah harus mengusut tuntas semua pihak, sejauh mana pihak yang paling bertanggung jawab. Siapa yang diuntungkan dari kerugian pemerintah akibat impor beras, jelas Anthony.

Anthony menampik kenaikan negatif harga impor beras yang dilakukan Perum Bulog.

Anthony heran dengan pernyataan Bulog yang menyebut perusahaan asal Vietnam itu tidak pernah mengajukan penawaran.

Kajian Demokrasi Rakyat (SDR) melaporkan hal ini ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Hal ini sudah disampaikan Ketua Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi dan Direktur Utama Perum Bulog Bayu Krisnamurthi. Bulog membantah rumor kenaikan harga beras impor

Mokhamad Suyamto, kepala rantai pasokan dan layanan publik Perum Bulog, menampik pertanyaan tentang kenaikan harga beras impor yang saat ini menyeret perusahaan milik negara tersebut.

Menurut dia, Tan Long Vietnam Company milik Vietnam yang disebut-sebut sebagai distributor beras impor Bulog, tidak memiliki kontrak dengan perusahaan pangan pelat merah itu pada 2024.

Jadi tidak mungkin jika terjadi inflasi harga antar pihak.

“Perusahaan Vietnam, Tan Long, yang disebut-sebut sebagai pemasok beras, sebenarnya belum pernah mengajukan penawaran sejak pembukaan tender tahun 2024. Oleh karena itu, perusahaan tersebut tidak memiliki kontrak impor dengan kami tahun ini,” kata Mohammad Soyamto baru-baru ini. pernyataan tertulis.

Hal senada diungkapkan Sekretaris Perusahaan Perum Bulog Arvakhdin Vidyarsu.

Menurut dia, jika ada perusahaan yang memasok beras dengan harga lebih murah lalu tiba-tiba memutus kontrak, maka perusahaan tersebut harus dikenakan denda sesuai aturan.

Namun karena Tan Long Vietnam tidak pernah mengikuti lelang, maka tidak ada sanksi yang dikenakan karena tidak pernah ada kerjasama antar pihak.

“Misalnya kita analogikan hari ini, harga beras di pasaran misalnya 12.000 toman per kilo. Mereka yang belum pernah ikut lelang tiba-tiba mengaku bisa membeli beras dengan harga 5.000 toman per kilo. , namun tidak pernah berniat untuk menjual dan mengirimkan barangnya untuk ditarik dari lelang terbuka.

Arukhdin menambahkan, Jika mereka tetap mengikuti lelang terbuka dan menawarkan harga tersebut tetapi tidak mengirimkan barang, kami pasti akan dikenakan sanksi persentase dari nilai kontrak.

Menteri Perindustrian menelepon Sri Molyani

Menteri Perindustrian (Manparin) Agus Gumiwang Karthasasmita menyoroti 26.000 kontainer yang tertahan di pelabuhan beberapa waktu lalu.

FYI, 26.000 kontainer tertahan di Pelabuhan Tanjung Priok dan Pelabuhan Tanjung Prak selama 3 bulan.

Alhasil, pemerintah mengurangi impor dengan menerbitkan Keputusan Menteri Perdagangan (Permandag) Nomor 8 Tahun 2024 tentang Kebijakan Impor pada 17 Mei 2024.

Hal ini juga sejalan dengan laporan Kelompok Kajian Pengadaan Beras Luar Negeri yang menyatakan bahwa dokumen impor bermasalah karena tidak benar dan lengkap.

Hal ini mengakibatkan biaya bea cukai atau denda sebesar Rp 294,5 miliar di wilayah pabean/pelabuhan Sumut, DKI Jakarta, Banten, dan Jawa Timur dan dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Agus menyelidiki kembali kasus tersebut dan meminta untuk mengetahui isi muatan kontainer guna menerapkan praktik yang tepat untuk melindungi industri dalam negeri.

Kompas.com mengutip ucapan Agus, “Sebagai pengamat industri (saya) tertarik mengetahui isi 26.000 kontainer tersebut.

Lanjutnya, kita punya keuntungan karena harus menetapkan kebijakan untuk mengurangi masuknya barang.

Agus mengaku telah menghubungi Menteri Keuangan Sri Mulian untuk meminta informasi mengenai isi 26.000 kontainer yang tertahan di Pelabuhan Tanjung Priok dan Tanjung Perak.

Lanjutnya, “Kami sudah berkomunikasi (dengan Sri Molyan) tapi belum ada tanggapan.

Sumber : TRIBUN BANTEN

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *