TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melarang masyarakat bepergian ke luar negeri terkait pengusutan kasus suap Harun Masik. Lima orang dihentikan oleh BPK.
Terkait pencegahan tersebut, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah diingatkan untuk tidak ikut campur dalam politik karena lambannya penyidikan KPK.
Hal ini merespons tindakan preventif yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap lima orang, termasuk staf Sekjen PDIP Hasto Cristianto Cusnadi, ahli hukum, dan anggota Tim Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Sebenarnya kasus ini sudah berlangsung sangat lama.
Butuh waktu lama, kenapa lambat sekali? Penegakan hukum tidak boleh terlibat dalam politik, kata Yenti Garnassi di Jakarta, Rabu, 24 Juli 2024. Ta.
Dia mendesak KPK tidak memperpanjang persidangan Harun Masik. Dia tidak mempermasalahkan strategi yang digunakan dalam kasus ini, selama KPK beroperasi sesuai hukum yang berlaku.
“Apa pun itu, itu strategi. Cari tahu siapa yang menghalangi. Tergantung siapa yang membela dan kepentingannya apa. Hukum pidana. Siapa pun yang menghalangi proses peradilan adalah pidana,” kata Yenti.
Sementara itu, pakar hukum pidana UII, Profesor Mudzakiri, menilai Komisi Pemberantasan Korupsi tidak boleh menggunakan motif politik dalam penanganan perkara. Apalagi saat menghalangi Kusnad.
“Karena KPK merupakan badan hukum yang menangani perkara korupsi, maka sebaiknya KPK menangani perkara dengan mengacu pada KUHAP sebagai badan hukum,” kata Mudzakir.
Muzakir mengatakan, profesionalisme KPK dalam menindak peristiwa tersebut akan dipertanyakan jika ada tindakan yang menunjukkan kepentingan politik.
“Itu menunjukkan profesionalisme KPK, atau tidak profesionalnya KPK, dan saya kira KPK patut mengapresiasi tindakan-tindakan yang bersifat politis,” ujarnya.
Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memblokir Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI Perjuangan Hasto Cristianto dan sejumlah kuasa hukum partai berkuasa terkait dugaan suap terhadap Harun Masik.
Haroon, mantan petinggi PDI Perjuangan, kini masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) karena kabur.
Dihadapan awak media di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (23 Juli 2024), Juru Bicara KPK Tessa Mahardika Sugiarto mengatakan, “Kelima orang tersebut dilarang bepergian ke luar negeri secara pribadi atau atas nama mereka.
Menurut Tessa, tindakan penegakan hukum tersebut diputuskan berdasarkan Surat Keputusan Nomor 942 yang diterbitkan pada 22 Juli 2024. Inisialnya K, SP, DTI, DB dan YPW.
Tessa tidak secara spesifik membeberkan nama lengkap orang-orang tersebut.
Berdasarkan informasi yang diperoleh Kompas.com dari dua aparat penegak hukum KPK, yang diberhentikan adalah Kusnad, pegawai Hast Cristiano. Berikutnya Pengacara PDI-P Bapak Simeon Petrus, Bapak Doni Tori Isticoma, Bapak Janual Pravila Vasa dan Bapak Dona Bellisa.
Kusnad baru-baru ini diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi setelah telepon genggamnya disita penyidik. Simeon pun diperiksa oleh penyidik yang mengejar Harun.
Don juga dipanggil KPK usai rumahnya di Jagakarsa, Jakarta Selatan digerebek pada 3 Juli lalu. Sedangkan Donna Bellissa merupakan istri Saiful Bari, mantan petinggi PDI Perjuangan yang terpidana kasus Haroon Masik. Dia juga diperiksa pada 17 Juli.
Tesa mengatakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah meminta Direktorat Jenderal Imigrasi (Dichen) untuk melarangnya bepergian ke luar negeri agar bisa tetap berada di wilayah Indonesia.
Larangan perjalanan internasional akan berlaku selama enam bulan ke depan, kata Tessa.