Dilansir jurnalis Tribunnews.com, Ilham Ryan Pritama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan mengusut proyek rumah kaca terkait pimpinan partai politik di Pulau Seribu yang diduga mencemari Kementerian Pertanian (Kimtan) yang dibangun menggunakan uang.
Soal rumah kaca sebelumnya disinggung pengacara mantan Menteri Pertanian Suhrul Yasin Limpo (SYL), Jamaluddin Kuidobuin, dalam sidang tuntutan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (28/6/2024).
SYL sendiri merupakan politikus Partai Naseem yang partai politiknya diketuai oleh Surya Palloh.
Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika Sogyarto mengatakan, dalam konteks ini, seluruh fakta uji yang dapat memperkuat unsur perkara pidana atau sedang dikembangkan, dapat dipelajari penyidik untuk mengetahui kekurangan alat bukti. Jadi mari kita hidup bersama,” kata Juru Bicara KPK Tesa Mahardhika Sogiarto. Kepada wartawan, Senin (1/7/2024).
Meski demikian, Tessa mengaku belum mendapat informasi apapun terkait rencana pemeriksaan pimpinan parpol yang dimaksud kuasa hukum SYL.
“Belum ada keterangan dari penyidik,” kata Tessa.
Mantan Menteri Pertanian SUL dikabarkan telah dijatuhi hukuman 12 tahun penjara dalam kasus dugaan penggelapan dan pelarian dana sebesar $44,5 miliar di lingkungan Kementerian Pertanian.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK membacakan tuntutan tersebut di Pengadilan Tipikor Jakarta pada Jumat (28/6/2024).
Usai persidangan, SYL melalui kuasa hukumnya menyinggung banyak hal yang belum terungkap pada persidangan sebelumnya.
Mohon maaf rekan-rekan jaksa yang terhormat, kami hanya meminta bantuan, Kementerian Pertanian RI tidak sendirian dalam hal ini, kata kuasa hukum SYL, Jamaldin Kodubwin.
Diantaranya, ada proyek rumah kaca di Kepulauan Seribu yang menggunakan dana Kementerian Pertanian.
Green House disebut-sebut terkait dengan pimpinan partai. Namun sosok pimpinan partai yang dimaksud tidak disebutkan secara jelas.
“Ada permintaan rumah kaca di Pulau Seribo milik salah satu pimpinan partai yang juga diduga mendapat dana dari Kementerian Pertanian,” kata Koidoboen.
Apalagi, dalam persidangan, kuasa hukum SYL mengungkit adanya proyek impor senilai triliunan rupee yang dipersoalkan.
“Saya kira laki-laki tahu, ada impor yang nilainya triliunan,” ujarnya.
Setelah itu, pimpinan perusahaan pakaian dalam SYL, PT Mulia Knitting Factory (Rider), Hanan Spangat juga menyebutkan.
“Siapa Hanan Spangkat? Perhatikan teman-teman,” kata Koidoboen.
Di luar sidang, Kwidbowin mengungkapkan sosok Hanan Spangkat diduga terkait dengan pimpinan partai politik yang menaungi SYL, Nasdem.
“Ada nama lain yang muncul dalam persidangan, seperti Hanan Spangkat, dan diduga terkait dengan pimpinan partai politik, khususnya Nasdim,” kata Koidoboin melalui telepon, Jumat (28/6/2024).
Menurut Koedoeboen, kliennya tidak bisa mengungkap semua itu dalam persidangan karena kurang berani.
Bahkan, kata dia, SYL masih berupaya mengkaji siapa pihak yang menentang kasus tersebut.
“Masih ada kekhawatiran, dia [SYL] tidak tahu siapa sebenarnya yang dia lawan. Masih mengganggunya untuk melawan kebenaran atau melawan kekuatan lain atau mengungkapkan fakta realitas,” katanya.
Namun, hal-hal tersebut harus dinyatakan dalam catatan pembelaan atau pembelaan.
Nantinya, pihaknya akan mengajukan permohonan secara pribadi dan tim penasihat hukum.
“Itu pasti akan kami masukkan ke dalam aplikasi,” ujarnya.
Sebagai informasi, dalam kasus ini, selain hukuman 12 tahun penjara, SYL juga harus membayar denda Rp 500 juta dengan ancaman pidana kurungan selama 6 bulan.
Kemudian ia harus membayar sejumlah kepuasan yaitu Rp 44.269.777.204 dan 30 ribu USD.
Ganti rugi harus dibayarkan dalam jangka waktu satu bulan setelah perkara selesai atau mempunyai kekuatan hukum tetap.
Jika tidak dibayar, menurut jaksa, harta kekayaannya akan disita dan dilelang untuk membayar uang pengganti.
“Dan jika itu belum cukup, akan diganti dengan hukuman empat tahun penjara,” kata jaksa.
Menurut jaksa, dalam kasus ini SYL melanggar Pasal 12 Huruf E Pasal 18 UU Tipikor, Pasal 55 Ayat (1) ke-1 juncto Pasal 64 Ayat (1). 1) KUHP seperti dalam dakwaan pertama.