Laporan reporter Tribunnews.com Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membuka peluang mengusut auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) bernama Victor yang disebut meminta dana Rp 12 miliar untuk membenahi keadilan tanpa kecuali (WTP ) Gelar Kementerian Pertanian (Kementan).
Hal itu nyata terjadi pada sidang penipuan dan kepuasan mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) pada Rabu, 8 Mei.
Juru Bicara KPK Ali Fikri menjelaskan Victor kemungkinan akan dimintai keterangan dalam kasus pencucian uang SYL (TPPU). Diketahui, kasus tersebut masih dalam penyelidikan Komisi Pemberantasan Korupsi.
Sementara kasus SYL sendiri masih berjalan, misalnya TPPU masih berjalan, sehingga besar kemungkinan tim penyidik masih akan memanggil nama-nama yang hadir dalam proses persidangan untuk mendalami lebih lanjut alurnya. uang,” kata Ali kepada wartawan, dikutip Jumat (10/5/2024).
Jadi tunggu saja, ketika ada proses penyidikan di TPPU atau di persidangan, tentunya penyidikan itu akan melibatkan penyidik yang akan memanggil orang yang disebutkan dalam persidangan, kemudian jaksa akan mengkonfirmasi kembali dalam proses persidangan. dia menambahkan.
Diberitakan sebelumnya, Kementan disebut menggelontorkan dana Rp5 miliar kepada pemeriksa BPK untuk mendapatkan gelar WTP.
Fakta itulah yang terungkap dalam sidang korupsi mantan Menteri Pertanian SYL pada Rabu, 8 Mei di Pengadilan Tipikor Jakarta.
Saksi Sekretaris Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementerian Pertanian Hermanto menjelaskan, awalnya pemeriksa BPK meminta dana sebesar Rp 12 miliar.
“Jadi apakah ada permohonan atau hal yang harus dilakukan Kementan untuk menjadi PAP?” Tanya jaksa di persidangan.
“Iya waktu itu sudah dikirim ke pimpinan untuk nilainya, kalau tidak salah diminta ke Kementerian Pertanian Rp 12 miliar, Pak Victor [auditor BPK sebelumnya] Rp 12 miliar,” jawabnya. .
Jika ditelaah lebih dalam, tampaknya opini terhadap EPD BPK terganjal program aset pangan strategis nasional.
Menurut Hermanto, ada beberapa kesimpulan BPK terkait proyek tersebut, terutama dari sisi manajemen.
Contoh pencarian properti adalah ditemukannya dokumentasi yang kurang dan pengurusan yang lengkap. Istilahnya di BPK dibayar dimuka dan itu belum TGR. Jadi kita punya peluang untuk menyelesaikan dan menyelesaikan pekerjaan, kata Hermanto.
Namun Kementerian Pertanian tidak menyediakan anggaran sebesar Rp12 miliar, melainkan hanya Rp5 miliar. BPK dipastikan menerima 5 miliar euro.
“Akhirnya seluruh permintaan Rp12 miliar itu dipenuhi atau hanya sebagian saja yang diketahui saksi?” kata jaksa.
“Tidak, kami tidak melaksanakannya. Saya dengar bisa sekitar Rp5 miliar,” kata Hermanto.
Menurut Hermanto, dana bantuan auditor BPK sebesar Rp5 miliar diperoleh dari pemasok yang bekerja di program Kementerian Pertanian.
Yang menuding penjual adalah mantan Direktur Alat dan Mesin Kementerian Pertanian, Bapak Muhammad Hatta.
“Anda bukan saksi Pak Hatta mengambil alih uang sebesar Rp 5 miliar. Dari mana Pak Hatta mendapat uang itu?” tanya jaksa.
“Penjualnya,” jawab saksi Hermanto.
Membayar Rp 5 Miliar ke BPK, tak butuh waktu lama Kementerian Pertanian mendapat opini WTP.
“Setelah beberapa saat, apakah pendapatnya akan keluar?” kata Kejaksaan KPK.
“Keluar. DAP-nya keluar,” kata Hermanto.
Sekadar informasi, keterangan tersebut diberikan kepada tiga terdakwa: mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo; mantan Direktur Alat dan Mesin Kementerian Pertanian, Muhammad Hatta; dan mantan Sekretaris Jenderal Kementerian Pertanian Kasdi Subagyono.
Dalam kasus ini, SYL diduga menerima imbalan sebesar Rp 44,5 miliar.
Seluruh dana diterima SYL antara tahun 2020 hingga 2023.
Jaksa KPK Masmudi mengatakan dalam persidangan, Rabu (28/2/2024) bahwa “sejumlah uang yang diperoleh terdakwa selama menjabat Menteri Pertanian RI dengan menggunakan paksaan tersebut di atas adalah total Rp 44.546.079.044”. di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Jakarta Pusat.
SYL menerima uang dengan mengacu pada pejabat Eselon I di lingkungan Kementerian Pertanian.
Menurut jaksa, SYL tidak sendirian dalam perbuatannya, melainkan dibantu terdakwa Muhammad Hatta dan Kasdi Subagyono.
Selanjutnya, uang yang dikumpulkan Kasdi dan Hatta digunakan untuk kepentingan pribadi SYL dan keluarganya.
Menurut dakwaan, sebagian besar uang yang terkumpul dihabiskan untuk kegiatan jalan raya, operasional kementerian dan pengeluaran lain yang tidak termasuk dalam kategori yang tersedia. Ya, nilainya mencapai 16,6 miliar dolar.
“Setelah itu, uang tersebut digunakan sesuai perintah dan arahan terdakwa,” kata jaksa.
Menanggapi perbuatan tersebut, para terdakwa dijerat dengan pasal 1: pasal 12 pernyataan alasan e juncto pasal 18 UU Pemberantasan Tipikor juncto pasal 55 ayat 1 angka 1 KUHP. kaitannya dengan pasal 64 ayat 1 KUHP.
Dugaan 2: Pasal 12 huruf f digabung dengan pasal 18 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi digabung dengan pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP digabung dengan pasal 64 ayat (1) KUHP.
Hitungan 3 : Pasal 12 b jo Pasal 18 UU Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.