TRIBUNNEWS.COM – Warga sipil Palestina yang kehilangan nyawa di kota Rafah akibat serangan udara dan darat Israel di selatan Kota Gaza terus berjatuhan.
Di antara korbannya adalah anak-anak. Salah satu bom yang dijatuhkan pesawat perang Israel di kamp pengungsi Gaza di Rafah membuat warga melarikan diri.
Asap mengepul di mana-mana di kawasan Rafah saat tentara Israel terus melakukan serangan udara dan darat.
Israel telah menyita dan menutup penyeberangan Rafah di Jalur Gaza dan menyatakan kekhawatiran bahwa kekurangan bahan pokok dapat menyebabkan bencana, lapor kantor berita tersebut, mengutip situs Aljazeera.
Setidaknya 34.789 orang tewas dan 78.204 luka-luka dalam serangan Israel di Gaza sejak 7 Oktober 2023.
Korban tewas di Israel mencapai 1.139 orang dan masih banyak lagi yang ditangkap akibat serangan Hamas pada 7 Oktober.
Kepala Kemanusiaan PBB, Marin Griffiths, mengatakan situasi di Gaza berada “pada tingkat kritis” dan perintah Israel untuk menarik diri dari Rafah akan menyebabkan “lebih banyak kematian dan lebih banyak pengungsi”. Ia menegaskan kembali warga sipil yang memilih tinggal di Rafah harus dilindungi.
“Keputusan yang diambil hari ini dan konsekuensinya terhadap penderitaan manusia akan diingat oleh generasi mendatang,” kata Griffiths dalam sebuah pernyataan.
Pasukan ilegal pemerintah Israel menyita dan menutup penyeberangan Rafah antara Jalur Gaza dan Mesir, yang merupakan jalur utama bantuan kemanusiaan memasuki Jalur Gaza selama perang.
Akibatnya, Gaza secara efektif terputus dari bantuan kemanusiaan.
Menurut Israel, Rafah merupakan benteng terakhir Hamas. Pada Selasa pagi, 7 Mei 2024, sehari setelah IDF meminta warga Palestina di timur Rafah untuk mengungsi, pasukan IDF masuk dan segera menduduki perlintasan Rafah.
Sebelumnya, Menteri Benny Gantz dari Partai Persatuan Nasional mengancam bahwa tentara IDF akan memasuki Rafah jika warga Israel yang diculik oleh Hamas tidak dibebaskan pada bulan Ramadhan.
Perdana Menteri Benjamin Netanyahu juga berulang kali mengumumkan ancaman tersebut.
IDF mengatakan kekalahan Hamas tidak akan lengkap jika tidak menghancurkan tiga atau empat batalyon Hamas, benteng terakhir Hamas.
Saat ini, Rafah adalah rumah bagi sekitar 1,5 juta warga Palestina yang melarikan diri ke selatan setelah Israel membom Gaza utara dan Gaza tengah.
Netanyahu mengulangi ancamannya untuk menyerang Rafa pekan lalu. Dia mengatakan kepada keluarga para sandera dan tentara Israel yang terbunuh bahwa Israel akan menyerang Rafah untuk melenyapkan Hamas dan mencapai “kemenangan total”.
Seperti dikutip dari Jerusalem Post, serangan pasukan HKI di Rafah pada Selasa dini hari diklaim berhasil menewaskan 20 pejuang Hamas dan tidak melukai satu pun pekerja bantuan.
Akibat bombardir Israel di Rafah, Otoritas Palestina memutuskan menutup rumah sakit tersebut untuk jangka waktu tertentu.
Berdasarkan video yang diposting di laman Instagram @eye.on.palestina, Rabu 8 Mei 2024, ruangan rumah sakit kosong, ditinggalkan petugas kesehatan, petugas rumah sakit, dan pasien. Foto rumah sakit pemerintah di Rafah, kini kosong setelah serangan darat dan udara yang dilakukan tentara Israel.
Tindakan IDF terhadap Rafa menunjukkan bahwa Netanyahu menanggapi dengan serius peringatan Presiden AS Joe Biden untuk tidak mengambil tindakan di kota tersebut.
Menurut berbagai laporan, Amerika Serikat pekan lalu melarang pengiriman senjata ke Israel untuk pertama kalinya sejak dimulainya perang Gaza.