Tim penyelamat terus mencari setidaknya puluhan orang yang dilaporkan hilang akibat banjir bandang di Sumbar. Upaya pencarian masih terus dilakukan. Hingga Sabtu pagi (18 Mei), sudah ada 61 korban meninggal dunia.
Jumlah tersebut ditetapkan setelah Pusat Komando Operasi (Pusdalops) Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) bersama jajaran komando terkait provinsi dan kabupaten/kota melakukan inventarisasi data nama dan alamat Polda Sumbar untuk mengidentifikasi korban bencana ( DVI). BNPB menyebut terjadi duplikasi pendataan korban antar kabupaten/kota terdampak.
Berdasarkan data korban tewas terakhir, 29 orang meninggal di Kabupaten Tanah Datar dan lima orang meninggal belum teridentifikasi.
22 orang meninggal dunia di Kabupaten Agam. Dua orang tewas di Padang Panjang. Dua orang tewas di Kota Padang. Kemudian satu orang meninggal dunia di Kabupaten Padang Pariaman.
Sementara data terkini orang yang dilaporkan hilang dalam peristiwa Galodo, totalnya menjadi 14 orang. Rinciannya, 13 orang dilaporkan hilang di Kabupaten Tanah Datar dan satu orang dilaporkan hilang di Kabupaten Agam.
Kepala BNPB Letjen TNI Suharyanto mengatakan, operasi pencarian dan penyelamatan akan terus dilakukan hingga keluarga korban merasa cukup.
“Waktu emas pencarian dan pertolongan dibatasi tujuh hari setelah kejadian sesuai SOP, namun kami akan menanyakan kepada ahli waris yang anggota keluarganya hilang apakah masih berharap keluarganya ditemukan, BNPB akan mengoordinasikan upaya pencarian selanjutnya. “Kami akan didukung tim gabungan dalam beberapa hari mendatang,” jelas Suharyanto
Di sisi lain, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) berupaya mempercepat perbaikan beberapa jalan dan jembatan negara yang “putus dan rusak”.
Salah satu yang akan diperbaiki adalah akses jalan Simpang di Padang Panjang dan 19 jembatan terdampak.
Mengingat kendala tersebut, bantuan logistik dikirimkan melalui udara untuk warga terdampak bencana, khususnya di Kabupaten Tanah Datar, kata Badan Penanggulangan Bencana (BNPB). Berapa banyak rumah yang terkena dampak banjir?
Banjir bandang ini menyebabkan 193 rumah warga di Kabupaten Agam rusak.
Sementara di Tanah Datar, 84 rumah dilaporkan rusak sedang hingga berat.
Sejumlah sarana prasarana juga rusak, terutama jembatan dan tempat ibadah. Kondisi lalu lintas dari Kabupaten Tanah Datar hingga Padang dan Solok dikabarkan lumpuh total.
Tim Basarnas, TNI, Polri dan pihak terkait lainnya masih berupaya melakukan penanganan darurat, pendataan, dan pemberian bantuan kepada warga terdampak, kata Abdul. Kerusakan lingkungan
Sebelumnya, para aktivis lingkungan hidup menilai bencana tersebut disebabkan oleh kerusakan lingkungan akibat eksploitasi sumber daya alam yang berlebihan dan pembangunan yang tidak pandang bulu.
Untuk Kabupaten Agam, hujan lebat bahkan disebut-sebut menyebabkan air sungai yang bersumber dari Gunung Marapi meluap, sehingga menimbulkan aliran “jalur baru” yang membawa “batu-batu besar” dari gunung berapi teraktif di Sumatera itu ke pemukiman di sekitarnya.
Karena hujannya deras, dia mengambil jalur tersendiri, kata Budi Perwira Negara, Direktur Eksekutif Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Agam.
Banjir ini disusul material batu besar dari Gunung Marapi.
Budi mengatakan, bencana tersebut merupakan bencana “terparah” yang terjadi di Kabupaten Agam dalam “150 tahun”.
Kabupaten Agam resmi ditetapkan dalam keadaan darurat untuk periode 12 hingga 25 Mei.
Hujan deras juga menyebabkan tanah longsor di Desa Malalak Timur, Kabupaten Agam, sehingga mengganggu koneksi jalan antara Padang dan Bukittinggi.
Menurut Budi, longsor tersebut menutup jalan sepanjang 12 meter dan tinggi 3-4 meter.
Sementara itu, banjir melanda lima kecamatan di Kabupaten Tanah Datar: Kecamatan X Koto, Kecamatan Batipuh, Kecamatan Pariangan, Kecamatan Lima Kaum, dan Kecamatan Sungai Tarab.
Data terakhir BPBD Kabupaten Tanah Datar, sedikitnya 25 KK, 24 rumah, dan 12 jembatan terdampak.
Ermon Revlin, Direktur Eksekutif BPBD Kabupaten Tanah Datar, mengatakan banjir di wilayahnya merupakan kombinasi aliran lahar dingin Gunung Marapi dan banjir bandang akibat naiknya permukaan sungai.
“Kalau dilihat dari sungai-sungainya terlihat ada yang tergenang lahar dingin, ada pula yang tidak,” kata Ermon.
“Ada di Rangkat yang bukan banjir lahar dingin, lalu ada di Pandai Sikek. Penyebabnya adalah tingginya permukaan air di sungai tersebut. Karena hulu sungainya bukan di Gunung Marapi, melainkan di Pandai Sikek.’
Abdul Muhari, Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), mengatakan banjir meninggalkan endapan lumpur setinggi “anak sapi dewasa”.
Oleh karena itu, tim gabungan juga berupaya membersihkan ruas jalan Batusangkar-Padang Panjang yang terdampak longsor hari ini, selain melakukan operasi pencarian dan pertolongan, kata Abdul, Minggu (12 Mei).
Sebaliknya, Kecamatan Padang Panjang Barat dan Padang Panjang Timur di Kota Padang Panjang terdampak banjir.
Dua rumah di bantaran Sungai Sangkua dikabarkan “hanyut”, sedangkan di Kota Padang Panjang tiga orang hilang “akibat arus”.
Satu dari tiga orang ditemukan dan diselamatkan. Apa komentar warga?
Berliana Reskyka, warga Jorong Galuang di Nagari Sungai Pua, Kabupaten Agam, tiba-tiba dibangunkan oleh ibunya pada Sabtu malam (11/11).
“Itu Galodo,” kata ibunya, menggunakan kata Minang untuk banjir bandang.
Hujan yang turun sejak magrib rupanya menyebabkan banjir bandang yang menggenangi rumah-rumah di Jorong Galuang.
Rumah Nana – sapaan akrab Berlian – berada di dataran yang relatif tinggi sehingga terlindung dari banjir.
Namun, warga di dataran rendah juga langsung terkena dampaknya.
Warga yang rumahnya dua lantai dievakuasi ke lantai dua. Yang lain mencoba melarikan diri ke tempat yang lebih tinggi. Namun sebagian diantaranya tersapu banjir.
Lewat tengah malam, Nana memutuskan untuk keluar rumah.
Sehari-harinya ia bekerja di bidang kesehatan di Palang Merah Indonesia (PMI) cabang Bukittinggi. Untuk itu, ia merasa tergerak untuk mengunjungi dan “membantu” masyarakat yang berada di dataran rendah.
“Saat saya mau datang, awalnya saya takut dengan besarnya air,” kata Nana, 23 tahun.
“Tapi karena itu desamu sendiri, wilayahmu sendiri, kami mengambil inisiatif.
Ternyata air pasang sudah surut saat dia sampai di sana.
Nana kemudian berkoordinasi dengan pejabat setempat. Tidak butuh waktu lama sebelum seorang kenalan melihatnya dan langsung berteriak: “Nana! Membantu!”
Dua wanita berusia 20-an terluka akibat banjir. Mereka dibawa ke ambulans dan Nana mengikuti.
Ambulans membawanya ke RSUD Dr. Achmad Mochtar (RSAM) Bukittinggi. Di tengah perjalanan, Nana berusaha membersihkan luka kedua wanita tersebut dan memberikan pertolongan pertama kepada mereka.
“Dia mengalami goresan dan telinga robek,” kata Nana.
Sepulang dari rumah sakit, Nana terus memberikan pertolongan pertama kepada warga hingga sekitar pukul 04.00. Kemudian dia kembali ke rumah dan beristirahat.
Dia kembali ke tempat itu pada pukul 07.30. Setelah berkoordinasi dengan tim SAR, ia membantu pembukaan lokasi bencana.
Mereka kemudian merawat beberapa warga di lokasi yang dipulangkan dari rumah sakit karena mengalami luka ringan.
Nana kemudian menghabiskan hari itu dengan merawat warga dan mendengarkan cerita mereka.
“Ada yang menangis histeris karena masih ada keluarga yang belum mereka temui. Ada juga yang ditemukan meninggal dunia,” kata Nana.
Hingga Minggu sore (5/12), tercatat ada 10 warga Jorong Galuang yang terkena dampak bencana ini. Banjir terjadi berulang kali
Selama enam bulan terakhir, beberapa kawasan di sekitar Gunung Marapi di Sumatera Barat berulang kali dilanda banjir dan lahar.
Pada 5 Desember 2023, dua hari setelah Gunung Marapi meletus dan menewaskan 24 orang, banjir bandang dan lahar melanda beberapa wilayah di Kabupaten Tanah Datar.
Saat itu aliran lahar berdampak pada sumber air panas di Nagari Pariangan, masjid dan rumah warga di Nagari Batubasa serta merusak jembatan di Nagari Baringin.
Pada tanggal 23 Februari 2024, banjir bandang melanda Nagari Barulak, juga di Kabupaten Tanah Datar.
Total 27 rumah, dua musala, lima jembatan, dan puluhan hektar lahan pertanian terdampak.
Pada tanggal 5 April 2024, dua hari setelah Gunung Marapi meletus dan memuntahkan abu vulkanik hingga ketinggian 1,5 kilometer, banjir lahar dingin melanda beberapa wilayah di wilayah Agam dan Tanah Datar.
Akibatnya, 61 rumah, 38 tempat usaha, dan 16,5 hektare sawah rusak di Kabupaten Agam. Jalan Padang-Bukittinggi di Kabupaten Tanah Datar ditutup total karena air dan material lain mengalir dari sungai di bawah jalan yang diblokir. “Panen yang buruk karena seringnya krisis”
Wengki Purwanto, Direktur Eksekutif Forum Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumbar, mengatakan apa yang terjadi di Sumbar saat ini merupakan bencana ekologi yang disebabkan oleh “sistem pengelolaan alam yang cacat”.
Banjir bandang dan lahar terus terjadi dan semakin meningkat intensitasnya akibat eksploitasi sumber daya alam yang berlebihan dan pembangunan yang tidak berbasis pada kesiapsiagaan bencana, kata Wengki.
Contohnya adalah deforestasi dan pembukaan lahan untuk perkebunan kelapa sawit di dalam dan sekitar Taman Nasional Kerinci-Seblat (TNKS) serta penambangan emas di kawasan penyangga TNKS.
“Ini terjadi tahun demi tahun,” kata Wengki.
“Akibatnya, bencana berulang setiap tahunnya. Faktanya, bencana tersebut menjadi lebih sering terjadi dalam setahun, jarak antara satu bencana dengan bencana lainnya menjadi lebih pendek.”
Berdasarkan pantauan dan analisis citra satelit pada bulan Agustus hingga Oktober 2023, Walhi Sumbar menemukan bukti pembukaan lahan akibat penebangan liar seluas 50 hektar di Nagari Padang Air Winter, Kabupaten Solok Selatan dan di kawasan seluas 50 hektar. 16 hektar di Nagari Sindang Lunang Kabupaten Pesisir Selatan .
Kepala Dinas Kehutanan Sumbar Yozarwardi pun mengakui adanya pembalakan liar yang terjadi di dua kabupaten tersebut.
Sepanjang tahun 2023, kata dia, pihaknya menindak beberapa pelaku pembalakan liar dan membawa mereka ke jalur hukum.
“Kalau tidak mau dilarang, kami tegaskan hukumnya,” kata Yozarwardi.
Di sisi lain, hasil kajian Auriga Nusantara bersama beberapa LSM lingkungan hidup seperti Walhi dan Greenpeace menunjukkan pertumbuhan kelapa sawit di kawasan hutan Negeri Seblat meningkat dari 2.657 hektar menjadi 9.884 hektar pada tahun 2017. periode 2000-2020. .
Bentang alam Seblat merupakan gabungan beberapa kawasan hutan antara lain TNKS, Taman Wisata Alam Seblat, hutan produksi terbatas Air Ipuh I, Air Ipuh II dan Lebong Kandis, serta hutan produksi tetap Air Rami dan Air Teramang.
Selain itu, Wengki dari Walhi juga mencontohkan adanya pembangunan ilegal di Lembah Anai, Kabupaten Tanah Datar.
Hingga saat ini Lembah Anai berkembang menjadi tempat wisata yang sering dikunjungi warga. Ada kafe, spa, dan masjid besar. Pembangunan hotel juga direncanakan.
Bahkan Pemprov Sumbar berencana membangun “alun-alun” di Lembah Anai.
Semua itu terjadi padahal Lembah Anai merupakan kawasan hutan lindung dan cagar alam. “Daerah tersebut memang sangat rawan terhadap bencana, baik itu banjir maupun tanah longsor,” kata Wengki.
Pada Sabtu (12/5), banjir besar menghanyutkan baik kafe maupun pemandian di sana. Pada akhirnya, hanya masjid yang tersisa.
“Dewan Sumber Daya Air merekomendasikan pada awal tahun 2023 bahwa kawasan tersebut perlu dibersihkan. Tidak mungkin ada kegiatan yang mengumpulkan banyak orang karena berarti membuat kuburan massal,” kata Wengki.
“Nah, di tahun 2024 nanti semuanya benar-benar akan terhapus kan?”
Kerentanan kondisi lingkungan akibat eksploitasi sumber daya alam dan pembangunan yang sembrono, ditambah dengan aktivitas Gunung Marapi, pada akhirnya menimbulkan “klaster krisis”, kata Wengki.
“Krisis ini semakin menumpuk setiap tahunnya. Ya wajar jika kita berakhir bencana jika intensitas hujan ekstrem seperti saat ini,” kata Wengki.
“Karena krisis lingkungan ini telah terakumulasi dan akar permasalahannya tidak pernah diatasi, maka hal ini tidak dapat dihindari. Itu pasti akan datang dan kita harus siap menghadapinya sekaligus melakukan upaya pemulihan.”
Jurnalis Sumatera Barat Halbert Caniago berkontribusi pada laporan ini.