Laporan reporter Tribunnews.com, Dennis Destryawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Pakar kebijakan publik dari Universitas Trisakti, Jakarta, Trubus Rahardiansah menilai pemerintah sebaiknya mengambil 2 persen dari 3 persen total biaya tabungan perumahan rakyat (Tapera) yang akan dibebankan kepada individu/pegawai. Terutama mereka yang berpendapatan rendah.
Trubus memastikan kebijakan Toper akan membebani seluruh pekerja, baik pekerja mandiri, pekerja mandiri, maupun asing. Pemotongan pendapatan masyarakat miskin sebesar tiga persen juga dianggap parah.
“Karena dari 3 persen, harusnya 2 persen negara bisa menjadi lapangan pekerjaan,” kata Trubus saat dihubungi, Jumat (7/6/2024).
Selain itu, menurut Trobus, pemerintah harus memberikan konfirmasi atau jaminan, jika nantinya sumbangan akan ditarik dari kota. Jaminannya, pemerintah bertanggung jawab mengembalikan sumbangan tersebut.
Misalnya untuk memastikan mendapat rumah atau suatu saat uangnya dikembalikan, kata Trubus.
Sebab, dikhawatirkan suatu saat uang tersebut akan disalahgunakan atau timbul permasalahan hukum akibat kasus korupsi. Agar tidak mengulangi nasib yang sama seperti kasus korupsi Asbury.
“Jadi siapa yang menjamin? BP Tapera?” Trubus menjelaskan.
Oleh karena itu, menurut Trubus, pemerintah harus memberikan 2 persen kepada masyarakat berpendapatan rendah. Jika terjadi permasalahan hukum, negara bertanggung jawab mengembalikan dana hibah taper tersebut.
“Untuk gaji di atas Rp 8 juta harus diberikan penjelasan yang jelas, tidak perlu. Atau tidak wajib, jadi opsional. Kontribusi Tapera tidak harus wajib, tapi sukarela,” tambah Trubus.
Trubus mengatakan, pemerintah harus melihat perubahan perilaku masyarakat. Misalnya, Gen Z tidak ingin memiliki rumah sendiri.
“Mereka menilai sewa lebih efisien, karena tidak menutupi biaya pemeliharaan,” jelasnya.
Sengketa Tapera diketahui bermula saat Presiden Jokowi menandatangani PP Nomor 21 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Tapera. Undang-undang ini mengamanatkan pengurangan upah pekerja sebesar tiga persen. Undang-undang ini mendapat perlawanan dari pekerja dan konsumen.