TRIBUNNEWS.COM – Dewan Perwakilan Rakyat AS pada Kamis (27/6/2024) sepakat untuk melarang Departemen Luar Negeri menggunakan dana urusan internasional untuk membantu keluarga korban Palestina.
Hal ini terjadi setelah mayoritas anggota dewan memilih untuk mengabaikan angka pemerintah AS mengenai jumlah warga Palestina yang terbunuh akibat agresi Israel di Gaza.
Pemungutan suara mengenai amandemen bipartisan dimenangkan dengan 144 suara berbanding 269.
Dari 269 orang yang mendukungnya, 62 orang anggota Partai Demokrat, 207 orang anggota Partai Republik.
Setelah pemungutan suara, hasilnya akan dikirim ke Senat untuk dipertimbangkan.
Pemungutan suara tersebut memperjelas bahwa mayoritas anggota Kongres AS, termasuk lebih dari 60 anggota Partai Demokrat, menghalangi Departemen Luar Negeri AS untuk mengakui jumlah korban tewas warga Palestina di Kementerian Kesehatan Gaza.
Hasil pemungutan suara tersebut juga mendorong diakhirinya perdebatan internal di pemerintahan AS mengenai tanggung jawab mereka atas akibat buruk yang ditimbulkan oleh agresi Israel di Gaza.
Rashida Tlaib, anggota Kongres Amerika keturunan Palestina, mengakui kemarahannya atas keputusan tersebut.
Rashida mengkritik hasil pemungutan suara tersebut sebagai upaya untuk menutupi besarnya kehancuran yang ditimbulkan Israel di Gaza.
“Betapa tidak bermoralnya rekan-rekan saya yang mengajukan amandemen untuk mencegah pemerintah AS menyebutkan korban Palestina,” kata Tlaib.
Tlaib mengatakan pemungutan suara tersebut juga membenarkan tuduhan bahwa AS terus membantu genosida warga Palestina.
“Sejak tahun 1948…khususnya di ruang sidang ini, telah terjadi upaya bersama untuk tidak memanusiakan warga Palestina dan menghancurkan kehidupan warga Palestina.”
“Pembersihan etnis warga Palestina tidak berakhir pada tahun 1948,” lanjut Tlaib.
“Hari ini kita menyaksikan dengan mata kepala sendiri pemerintah apartheid Israel melakukan genosida di Gaza, dan amandemen ini merupakan upaya untuk menutupinya.” dia menyimpulkan. Slovenia mengakui Negara Palestina
Meskipun Amerika Serikat tidak secara terbuka mengakui bahwa ada warga Palestina yang terbunuh akibat agresi Israel, Slovenia mengatakan sebaliknya.
Awal bulan ini, Slovenia resmi mengakui negara Palestina pada 4 Juni 2024.
Berkat visi tersebut, Slovenia menjadi negara PBB ke-145 dan negara Uni Eropa ke-10 yang mengakui Palestina.
Menteri Luar Negeri Republik Indonesia (Menlu RI) Retno Marsudi pun memuji sikap pemerintah Slovenia.
Retno juga mengatakan pendekatan ini menempatkan Slovenia pada sisi kanan sejarah.
Hal itu disampaikan Retno dalam pertemuan bilateral dengan Menteri Luar Negeri Slovenia Tanja Fajon pada Rabu (26/6/2024) di Ljubljana, Slovenia.
“Saya sangat mengapresiasi Slovenia yang memutuskan untuk berada di pihak yang benar dalam sejarah. Hal ini menunjukkan kepemimpinan dan konsistensi Slovenia dalam menghormati hukum internasional dan Piagam PBB, termasuk isu Palestina,” kata Retno dalam keterangannya, Jumat (28/06). /2024).
Retno juga menyambut baik sikap konsisten Slovenia dalam mendukung Palestina, termasuk menyerukan gencatan senjata dan pentingnya pemerataan bantuan kemanusiaan, serta mendorong kerja United Nations Relief and Works Agency for Palestine Refugees in the Near East (UNRWA). ). .
Dia menjelaskan bahwa stabilitas Slovenia dapat dilihat dari suara “YA” terhadap Palestina.
Dalam kesempatan tersebut, kedua Menlu sepakat untuk bekerja sama dan memperjuangkan hak-hak Palestina.
“Dalam pertemuan bilateral tersebut, kami sepakat untuk bekerja sama mengupayakan perdamaian dan memperjuangkan hak-hak Palestina,” kata Retno.
(Tribunnews.com/Bobby)