Laporan reporter Tribunnews.com Dennis Destryawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Asosiasi Produsen Benang dan Filamen Fiber Indonesia (APSyFI) mendorong Kementerian Perdagangan (Kemendag), Kementerian Perindustrian (Kemenperin), dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) untuk bersama-sama menyelesaikan permasalahan tersebut. jatuhnya industri tekstil.
Presiden APSyFI Jenderal Redma Gita Wirawasta mengatakan pemerintah harus fokus memberantas impor ilegal. Selain itu, departemen antardepartemen akan lebih baik fokus pada penyelesaian masalah utama yang menyebabkan PHK dan penutupan pabrik daripada saling berkelahi.
“Semakin lama kita bicara regulasi, semakin buruk keadaan industri TPT kita, karena permasalahan utamanya adalah impor ilegal yang masih terus terjadi,” kata Redma di Jakarta, Rabu (7/10/2024).
Redma juga mendorong Direktorat Jenderal Bea Cukai untuk meningkatkan kinerjanya. Agar barang impor yang murah tidak membanjiri pasar dalam negeri. Asosiasi mencatat maraknya metode impor grosir, keluarnya Harmonized System (HS) dan pengurangan nilai tagihan (underinvoicing).
“Sehingga produk impor yang murah membanjiri pasar dalam negeri,” jelas Redma.
Nandi Herdiaman, Ketua Persatuan Pengusaha Pekerjaan Konveksi (IPKB), juga mendorong pemberantasan masuknya barang impor ilegal. Sebab hal ini menjadi salah satu faktor penyebab terjadinya PHK dan penutupan pabrik.
Plt. Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil (IKFT), Reni Yanita mengatakan, sedikitnya ada enam perusahaan yang tutup sehingga berdampak pada total 11.000 orang. Pabrik tekstil mendapat pukulan ganda selain Peraturan Kementerian Perdagangan Nomor 8 Tahun 2024, seiring dengan penurunan penggunaan usaha kecil dan menengah (UKM) di industri tekstil.
Dari sisi pemanfaatan IKM rata-rata mengalami penurunan sebesar 70 persen. Data ini kami peroleh dari pengusaha yang bekerja di bidang konveksi atau IPKB, kata Reni dalam rapat dengar pendapat di Komisi VII DPR RI, Jakarta, Selasa (07/09). /). 2024). ).