Komunitas Studi Banding ke Australia, Susun Standar Material Konstruksi Reflektif Surya Tinggi

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Menurut statistik yang diterbitkan oleh Program Lingkungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNEP), lingkungan binaan merupakan penyerap energi terbesar serta penghasil emisi dan limbah gas rumah kaca terbesar.

Diperkirakan 40% konsumsi energi dan 30% emisi gas rumah kaca global disebabkan oleh lingkungan binaan.

Dampak nyata yang semakin terasa di berbagai belahan dunia saat ini adalah munculnya fenomena urban heat island.

Tren ini diibaratkan dengan meningkatnya suhu di pusat kota dibandingkan wilayah sekitarnya.

Menurut banyak penelitian, fenomena ini diketahui menjadi salah satu sumber utama pemanasan global.

Fenomena pulau panas perkotaan (urban heat island) terus meningkat seiring dengan urbanisasi dan pertumbuhan perkotaan.

Oleh karena itu, upaya pemberantasan yang berbeda harus dilakukan.

Salah satunya adalah penggunaan rumah prefabrikasi dan modular yang menggunakan material bangunan eksterior dengan tingkat pantulan sinar matahari yang tinggi, terutama untuk penutup atap.

Program Studi Arsitektur Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Beta Permita, berhasil dilaksanakan atas kerja sama antara akademisi Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), BeCool dan Tatalogam Group. .

Rumah yang dikenal ramah lingkungan ini memiliki struktur baja ringan (rangka baja) dan dirancang ringan, cepat, kuat, dan berbiaya rendah, yang diyakini tim sebagai DNA rumah Domes di Tatlagum. .

Nantinya rumah ini diberi nama RAFLESIA atau Rumah Matahari Refleksif Indonesia, kata Beta Paramita dalam keterangan tertulisnya, Senin (13/05/2024).

Sementara itu, Head of Government and Public Relations Maharani Putri Tatlagam Group mengatakan, RAFLESIA dilapisi penutup atap berwarna terang dan penutup dinding dengan permukaan reflektif matahari yang tinggi.

Setelah lolos tahap pengujian, material penutup atap dan dinding memiliki daya radiasi sebesar 0,90, energi matahari hingga 72,1%, serapan matahari hingga 27,9%, dan indeks refleksi matahari (SRI) hingga 88,0. .

Dikatakan jika material bangunan ini dipasang pada rumah RAFLESIA terbukti mampu mencegah efek urban heat island.

Perumahan modular RAFLESIA juga dikatakan ramah lingkungan karena direncanakan secara matang mulai dari tahap desain awal hingga pelaksanaan konstruksi.

“Seluruh kebutuhan material dan seluruh perlengkapan tambahan diproduksi di pabrik oleh mesin Tatalogam Group berdasarkan perhitungan yang presisi, sehingga konstruksi lebih cepat, hemat biaya dan yang terpenting tidak meninggalkan limbah di lokasi konstruksi,” kata Maharaniputri.

Rumah percontohan yang dibangun di Tipper Village, Parahangan ini menjadi awal mula simposium internasional di Hotel Pullman Bandung pada akhir Februari 2024.

Peluncuran ini disebut-sebut menjadi titik awal bagi komunitas SBCC untuk mensosialisasikan pentingnya memberikan solusi terhadap efek urban heat island di Indonesia.

Oleh karena itu, kegiatan ini dilanjutkan pada akhir April hingga awal Mei 2024 dengan studi banding ke negara tetangga yaitu Australia.

Maharani menjelaskan ruang lingkup kunjungannya yang didampingi oleh perwakilan Direktorat Jenderal Perumahan, Kementerian PUPR dan akademisi dari UPI ke Australia.

Tujuannya untuk berdiskusi dan berbagi pembahasan teknis awal antar masing-masing delegasi (studi banding).

Negara bagian yang dikunjungi adalah Victoria dan New South Wales (NSW).

Selain itu, kedua negara bagian tersebut memiliki dua universitas bergengsi yaitu RMIT Melbourne dan University of New South Wales (UNSW).

Dari hasil diskusi bersama ini, maka ketiga unsur SBCC yaitu UPI-Pendidikan, Tatalogam Group-Industri dan Badan Usaha serta PUPR-Kementerian Pemerintah akan berkoordinasi untuk menyusun rekomendasi standar warna/pewarna. Produk lembaran baja lapis dengan standar indeks reflektansi matahari (SRI) di Indonesia lebih baik.

“Hal ini akan membantu meningkatkan penggunaan baja lapis di industri nasional dan meningkatkan nilai TKDN (tingkat kandungan dalam negeri) penggunaannya dalam kegiatan konstruksi,” kata Maharani.

Selain itu, prototipe rumah surya reflektif diharapkan dapat dikembangkan berdasarkan kebijakan bangunan ramah lingkungan dan cerdas yang ditetapkan oleh pemerintah Indonesia.

Antara lain ekologis, berkelanjutan yaitu rendah karbon, hemat energi, segar, zero waste.

Selain itu kuat, cepat dibangun, ringan, ramah gempa dan ekonomis.

“Sekaligus dapat membantu pemerintah mengurangi gas rumah kaca (GRK) secara adaptif,” tegasnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *