Komnas KIPI Jawab Isu Soal Vaksin Polio Bisa Mengakibatkan Kelumpuhan 

Laporan koresponden Tribunnews.com Aisha Nursiyamsi

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Ketua Komite Nasional Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (Komnas KIPI) Prof. Hinky Hendra merespons vaksin polio yang bisa menyebabkan kelumpuhan. 

Profesor Hinke membantahnya. Menurutnya, vaksin polio yang dikembangkan sebenarnya merupakan virus yang dilemahkan sehingga membuat tubuh kebal terhadap virus polio. 

Vaksin ini telah diuji di laboratorium dan jarang menyebabkan kelumpuhan. 

“235 juta orang sudah menggunakan vaksin ini di 35 negara, dan di Indonesia hampir 50 juta,” kata Hinke dalam situs resmi Badan Pengawas Obat dan Makanan. (Bboom), Selasa (13/8/2024). 

“Setelah keluar laporan kuat KIPI yang kita pelajari bersama Komnas KIPI, belum ada kaitan yang bisa membuktikan vaksin polio penyebab kelumpuhan. Belum ada apa-apa,” tegasnya.

Henke melanjutkan, sebenarnya pekan imunisasi polio diselenggarakan secara umum sekaligus untuk mencapai kekebalan kolektif terbaik dan mencegah penyebaran virus polio. 

Jika cakupan vaksinasi tinggi, polio bisa dihindari.

Ia menjelaskan bahwa “anak-anak yang divaksinasi dapat dilindungi, dan tidak akan menjadi tempat yang aman bagi virus polio untuk menular ke orang lain.”

Vaksin harus digunakan untuk mencegah bahaya polio karena dampaknya berakibat fatal bagi masa depan anak. 

Penderita polio akan mengalami kelumpuhan seumur hidupnya. 

“Awalnya demam, batuk, dan pilek. Setelah beberapa hari, kakinya mengecil dan mulai berjalan kesakitan. Anak-anak yang bisa bermain sepak bola tiba-tiba mengalami demam, sakit, dan cacat. “Bayangkan jika ini terjadi pada keluarga kami vaksin polio sudah cukup untuk melindungi mereka,” lanjut profesor Henke.

Program vaksinasi pemerintah harus didorong. 

Ia menambahkan, masyarakat tidak perlu ragu dan takut jika respon imun terhadap vaksin akan menurun. 

“Contohnya kalau kita makan cabai, yang dilakukan setiap orang berbeda-beda. Begitu pula dengan vaksin polio yang berbeda-beda, ada yang demam/tidak, ada yang diare/tidak, ada yang muntah/tidak,” jelasnya.

“Dari uji klinis dalam waktu 1-3 menit, efek samping demam, diare, dan muntah-muntah kecil, berumur pendek dan terbatas, belum ada obatnya. Dilaporkan ada yang lebih baik,” pungkas dr Henke. 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *