Komisioner KPAI Kawiyan: Kecanduan Game Online Tergantung Pola Asuh Orang Tua

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Kawiyan menegaskan, kecanduan anak terhadap game online kini menjadi perhatian utama pemerintah.

Pasalnya akibat anak yang kecanduan game internet bisa sangat mematikan.

“Saya kira sangat menyedihkan, misalnya di Jakarta Timur ada anak-anak yang mengakhiri hidupnya karena kecanduan game online,” kata Kawiyan saat podcast bersama Tribun Network di Studio Gedung Palmerah, Jakarta (22/5/2024).

Di banyak tempat lain, ada anak-anak yang mencuri karena kecanduan bermain game online.

Saat ini Anda memerlukan pulsa, data, dll untuk memainkan game online ini. Itu diperlukan.

Di kalangan masyarakat bawah, pulsa atau paket data bukanlah barang murah sehingga berdampak pada perilaku berbahaya sebagian masyarakat.

“Jadi cara mereka mendapatkan uang tambahan adalah dengan mengambil jalan yang salah,” kata Kawiyan.

Jadi, pola asuh orang tua adalah kunci pintu depan.

Satu-satunya masalah adalah seberapa besar kendali yang bersedia diberikan orang tua kepada anak-anak mereka. Berikut petikan wawancara eksklusif Tribune Network dengan Komisioner KPAI Kawiyan:

Saat ini marak kasus kekerasan terhadap anak akibat permainan internet. Seberapa besar dampak kekerasan game online pada paruh pertama tahun 2024, Pak. Mengapa?

Di tahun 2024 ini akan banyak terjadi kasus anak kecanduan game online yang menurut saya meresahkan. Misalnya saja, ada seorang anak di Jakarta Timur yang mengakhiri hidupnya karena kecanduan game internet.

Di banyak daerah lain, masih banyak anak-anak yang mencuri karena kecanduan game online, hingga ketagihan. Karena game online memerlukan pulsa, data, dan lain-lain.

Jadi misal anda keluarga kecil kuota pulsanya terbatas, kalau sudah tanggungan mau main terus main lagi. Jadi cara mereka mendapatkan uang tambahan adalah dengan mengambil jalan yang salah.

Pada tahun 2023, KPAI mengumpulkan data sebanyak 2.656 kasus kekerasan terhadap anak. 1.833 dari 2.600 kasus anak terkait dengan jaminan hak-hak anak. Menjamin hak-hak anak termasuk pendidikan, perawatan kesehatan, dll.

Misalnya saja anak-anak yang mendapat pendidikan terlantar, putus sekolah, dan sebagainya. Lalu ada 823 yang memiliki perlindungan khusus untuk anak. Perlindungan khusus terhadap anak, seperti kekerasan seksual, kekerasan fisik, dan lain-lain.

Pada kelompok khusus penanganan kekerasan seksual, mayoritas adalah anak-anak korban kekerasan seksual. Seringkali, dan menurut data KPAI, penghubung antara korban dan pelaku biasanya adalah orang terdekatnya.

Kerabat meliputi orang tua, ayah, ibu, ayah kandung, ayah tiri, ibu atau ibu tiri, dan mereka yang masih dalam keluarga. Jadi ini harus menjadi perhatian kita semua, kita harus meningkatkan perhatian dan kepedulian kita terhadap anak-anak Indonesia, anak-anak kita.

Jadi anak-anak ini jadi korban karena game online bikin ketagihan atau bikin ketagihan ya pak?

Berbicara tentang game online, saya yakin pemerintah kini sedang bekerja keras untuk membuat banyak undang-undang. Misalnya saja sudah diterbitkan Keputusan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 1 Tahun 2024 tentang Klasifikasi Permainan.

Pemerintah juga sedang mengembangkan peraturan pemerintah mengenai pengendalian keselamatan anak dalam penerapan sistem elektronik. Dengan kata lain, media sosial, media sosial, dll.

Jika akan menciptakan dan menciptakan produk, jasa dan merek, maka harus memperhatikan keselamatan dan perlindungan anak. Mengenai game, yang saya sebutkan tadi adalah nomor 1 tahun 2024 tentang klasifikasi game Kementerian Komunikasi dan Informatika. Jadi jika Anda bertanya apakah game itu bermanfaat? Ya, pasti ada manfaatnya.

Selama permainan tersebut dirancang untuk tujuan pendidikan dan dimainkan sesuai usia. Dalam peraturan Kementerian Komunikasi dan Informatika, permainan dibagi menjadi beberapa kategori. 3 tahun atau lebih, 5 tahun atau lebih, 7 tahun atau lebih, 30 tahun atau lebih, dan 18 tahun atau lebih.

Game yang ditujukan untuk game online untuk anak-anak harus bebas dari, misalnya konten merokok, konten alkohol, pornografi, tindakan kekerasan, kata-kata kasar, horor, dan sebagainya.

Tapi tahukah Anda, meski ada aturan yang mengatur pembagian olahraga, namun yang terpenting dan penting adalah orang tua. Bagaimana orang tua mengontrol, membimbing, membimbing, dll.

Seperti yang kita ketahui, ponsel sangat mudah disimpan dan anak-anak menghabiskan sebagian besar waktunya bersama orang tuanya. Jadi orang tua sangat ingin membimbing, membimbing dan mengawasi.

Sebenarnya sudah ada batasannya, namun yang terjadi saat ini mungkin saja anak-anak memainkan permainan yang tidak sesuai dengan usianya. Kalau dilihat dari KPI sendiri, bagaimana kaitannya dengan peraturan yang ada dan peraturan presiden yang sedang dibahas, apa peran dan tekanan Anda terhadap pemerintah?

Ya, seharusnya pemerintah juga punya kontrol, terutama dengan membebankan kewajiban kepada penerbit. Oleh karena itu, di wilayah hukum Kementerian Komunikasi dan Informatika, produsen game disebut penerbit.

Publisher memang perlu menyampaikan kepada masyarakat khususnya pengguna, bahwa kalau game berumur 3 tahun, maka yang disebutkan adalah 3 tahun. Jika merupakan permainan dewasa, harus dinyatakan bahwa permainan tersebut untuk orang dewasa dan tidak boleh dimainkan oleh anak-anak.

Secara teknis, mengunduh game sekarang menjadi mudah. Dan terkadang akun induklah yang digunakan untuk mendownload game tersebut. Oleh karena itu, meski ada batasan usia, namun tetap ada celah dimana anak-anak tersebut terjerumus ke dalam permainan yang tidak sesuai dengan usianya. Nah, bagaimana caranya, Pak?

Nah, kembali lagi ke orang tua, orang tua adalah kunci pintu depan. Tinggal berapa orang tua yang bersedia mengawasi, bukan?

Berapa banyak orang tua yang telah memanfaatkan teknologi digital untuk memandu pengasuhan anak? Selama ini orang tua lebih banyak memberikan kesempatan atau bahkan memperbolehkan anaknya bermain alat elektronik, asalkan tidak bertengkar dan sebagainya.

Terakhir, jika anak-anak hidup seperti ini, mereka bisa menjadi korban, korban teknologi karena tidak dimanfaatkan dengan baik.

Mungkin Anda bisa menjelaskan kepada anak dampak negatif game internet yang membuat ketagihan sehingga membuat anak melakukan hal-hal yang tidak seharusnya dilakukan?

Menurut saya game itu seperti alkohol dan seperti rokok, bisa membuat ketagihan atau membuat ketagihan. Anak bisa menjadi kecanduan jika memainkan permainan yang tidak sesuai dengan tugasnya.

Sedangkan anak cenderung meniru apa yang dilihatnya. Jika yang dilihatnya dalam permainan misalnya perang, kekerasan, kotor, kata-kata kotor, maka apa jadinya jika anak meniru kata-kata yang diucapkan dalam permainan, tindakan yang dilakukannya dalam permainan.

Jadi ya, orang tua juga harus menjadi wali, konselor, pengelola anak.

Sebelumnya, Pak. Kaviyan juga mengatakan awal tahun ini banyak kejadian di Jakarta Timur. Adakah bantuan dari KPAI untuk membantu anak-anak lepas dari kecanduan game internet ini?

Jika anak menjadi korban game online, tentunya kita semua harus bertanggung jawab. KPAI tentunya harus memastikan anak tersebut mendapatkan layanan dan bantuan yang sesuai. Jika seorang anak menjadi korban kecanduan game internet, sebaiknya ia memeriksakan diri ke psikiater.

Ada juga pekerja sosial atau pekerja sosial yang bisa menormalkan pikirannya. Jika ada korban atau anak-anak yang kecanduan game online, sebaiknya pemerintah daerah dilibatkan.

Petugas harus mengundurkan diri, layanan perlindungan perempuan dan anak harus mengundurkan diri. Berkomunikasi dengan orang tua untuk memberikan layanan terbaik. Menemani, kembali, dll.

Misalnya saja jika ada anak atau keluarga yang tidak mampu, maka pemerintah dalam hal ini pemerintah daerah wajib memberikan pelayanan gratis. (Nerwork Tribune/Reynas Abdila)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *