Laporan jurnalis Tribunnews.com Chaerul Umam
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Komisi 3 DPR RI melakukan rapat dengar pendapat dengan perwakilan dan keluarga mendiang Dini Sera Afrianti, korban yang diduga dipukuli hingga tewas oleh Ronald Tannur, putra anggota DPR dari kelompok PKB, Ronald Tannur.
Dalam persidangan, kuasa hukum korban, Dimas Yemahura Alfarauq, memaparkan berbagai bukti forensik yang menunjukkan korban meninggal bukan karena miras melainkan karena tindak penganiayaan.
Mendengar hal tersebut, Wakil Ketua Komisi 3 DPR RI Ahmad Sahroni langsung angkat bicara keras.
Sahroni mengaku terharu mendengar keputusan hakim yang sangat tidak profesional dan mustahil.
“Dengar buktinya, saya makin haru dengan pemecatan hakim kemarin. Sakit hati ketiga hakim itu. PN Surabaya memberi contoh buruk bagi hukum di Indonesia. Kami di Komisi 3 malu mendengarnya. Yang jelas, kuat dugaan semua hakim ‘bermain-main’, hal ini terlihat dari penilaian kosong, jauh dari penilaian hukum.
Oleh karena itu, kami meminta Jaksa Agung mengajukan banding. Panel yang beranggotakan tiga hakim itu juga menilai proses Pengadilan Tinggi seadil-adilnya. Tidak ada yang lebih benar. “Hakimnya abal-abal,” kata Sahroni, Senin (29/7/2024).
Sahroni pun meminta keluarga korban sedikit lebih bersabar dalam menangani kasus ini.
Pasalnya, Komisi III akan turun tangan untuk memberikan keadilan bagi korban, dan hukuman berat bagi tersangka, yang akan dipastikan kemudian.
“Kepada keluarga almarhum tidak perlu khawatir, semua orang di Komisi III berwajah singa betina. Kami meminta LPSK memberikan perlindungan kepada keluarga korban. Jadi mari kita lihat masalah ini sampai jelas. Untuk dapat memastikan bahwa para korban menerima keadilan, dan bahwa para pelaku dimintai pertanggungjawaban dan menerima hukuman yang berat. Tidak seorang pun boleh bertindak melawan hukum di negara ini. Dan tidak sulit melihat buktinya, semuanya jelas, kata Sahroni.
Selain itu, Sahroni menegaskan kuat dugaan korban meninggal karena penganiayaan, bukan karena minuman keras, seperti yang disimpulkan hakim dalam putusannya.
“Hakim bisa dengan mudah memutuskan, ‘oh kematian ini disebabkan oleh pecandu alkohol, jadi tidak dianggap pelecehan?’ Buruk! “Sahroni selesai. Anak DPR yang sudah bebas.”
Rabu, 24 Juli 2024, sidang terbuka majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya digelar dengan menghadirkan terdakwa kasus pembunuhan Gregorius Ronald Tannur (31).
Padahal, jaksa sebelumnya meminta agar juri menjatuhkan hukuman 12 tahun penjara kepada Ronald Tannur atas pembunuhan pacarnya Dini Sera Afrianti (29) di sebuah tempat karaoke di Surabaya, Jawa Timur, pada 4 Oktober dini hari. 2013
Namun hakim menilai seluruh dakwaan jaksa tidak sah karena tidak ditemukan bukti konklusif pada saat persidangan.
Hakim telah mempertimbangkan secara matang dan tidak menemukan bukti bahwa terdakwa bersalah atas dakwaan tersebut, kata majelis hakim Erintuah Damanik dalam keterangannya, Rabu (24/7/2024).
Dalam putusannya, hakim menilai putra anggota DPR RI dari kelompok PKB Edward Tannur itu masih berusaha membantu Dini di saat yang tepat.
Hal ini berdasarkan perbuatan terdakwa yang membawa korban ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan. Edward Tannur, anggota DPR RI dari PKB (kiri) yang menjadi cacat akibat kelakuan putranya Gregory Ronald Tannur, memiliki harta kekayaan Rp 11,1 miliar. Sebelumnya memiliki aset Rp 2,1 miliar. (Tribunnews.com/DPR Kolase)
Selain itu, hakim juga menilai meninggalnya Dini bukan karena penganiayaan yang dilakukan Ronald, melainkan akibat korban mengonsumsi minuman beralkohol sambil karaoke di KTV Club Blackhole, Surabaya.
Alkohol, kata hakim, menyebabkan beberapa penyakit hingga korban meninggal.
“Meninggalnya Dini bukan karena adanya luka dalam di jantungnya. Melainkan karena adanya penyakit lain akibat minum minuman beralkohol di karaoke yang menyebabkan meninggalnya Dini,” kata Erintuah.