TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Wakil Ketua Komite Ketiga DPR RI Ahmad Sahroni mengungkapkan kesedihannya atas dugaan penganiayaan yang dilakukan Rektor Universitas PBB di Gorontalo.
Penelusuran Satgas PPKS UNU Gorontalo mengungkap 12 laporan korban, antara lain pegawai kampus, guru, dan mahasiswi.
Humas Polres Gorontalo Ipda Halim Mansur, Jumat (26/4), juga menyatakan pihaknya juga menerima laporan kejadian tersebut.
Saloni dalam keterangannya, Selasa (30 April 2024), mengatakan, “Sangat menyedihkan atas dugaan pelecehan yang dilakukan oleh pejabat senior sekolah yang berafiliasi dengan organisasi Islam utama universitas di Indonesia ini.”
Saloni berterima kasih kepada PBNU yang cepat memberantas pelakunya.
Ia pun mengapresiasi pihak Polres Gorontalo yang cepat tanggap terhadap laporan tersebut.
“Saya minta kasus ini diusut secara hati-hati karena kalau sampai terjadi, bisa saja korbannya lebih banyak dibandingkan yang melapor,” ujarnya.
Saloni menambahkan, sikap pihak universitas dalam membantu polisi mengusut kasus tersebut sangat penting untuk mengungkap kebenaran.
Setelah itu, institusi pendidikan harus mampu melindungi para korban dan menyediakan lingkungan yang aman agar penyidikan dapat berjalan dengan mudah.
“Karena pemberitaan bukanlah hal yang mudah dan membutuhkan keberanian yang besar, perlu ditegaskan bahwa cara universitas menangani kasus ini akan menjamin reputasi universitas di masa depan.” KemenPPPA mendukung korban yang berani melapor
Sementara itu, Wakil Direktur Bidang Hak-Hak Perempuan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Ratna Susianawati mengungkapkan keprihatinannya atas penganiayaan yang dilakukan Rektor Universitas Nahdlatul Ulama Gorontalo terhadap delapan guru atau lebih.
Hal tersebut telah dilaporkan ke Polda Gorontalo dan korban sedang mencari informasi.
“Ini bukan kali pertama pelecehan seksual di kampus terjadi dengan cara yang berbeda, dan kita harus segera mengambil tindakan untuk mencegah hal itu terjadi lagi,” kata Ratner dalam pengumumannya, Senin (29 April). 2024).
Pada dasarnya, kata Ratner, kekerasan, sekecil apa pun, berdampak pada semua orang dan tidak bisa ditoleransi.
Ratner mengatakan, Undang-undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Pelecehan Seksual dan Pendidikan Seksual memberikan pedoman khusus mengenai tindak pidana pencabulan.
Bahkan, untuk mencegah kekerasan di perguruan tinggi, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemdikbudristek) juga mengeluarkan Keputusan Menteri Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Pelecehan Seksual Ya di Perguruan Tinggi (PPKS).
KemenPPPA mendukung tindakan Badan Pelaksana Nahdlatul Ulama (BP2NU) yang melumpuhkan pelaku.
“Saya mengapresiasi bagaimana para korban berani melaporkan, artinya mereka mempunyai kesadaran untuk memperjuangkan hak-haknya sebagai korban untuk mendapatkan perlindungan dan kepastian hukum. Dukungan keluarga dekatnya mampu memberikan kekuatan bagi para korban dalam menghadapi permasalahannya. “Rutter setuju.
KemenPPPA juga berkoordinasi dengan Dinas Perlindungan Perempuan dan Anak Kota Gorontalo melalui Asosiasi Pelayanan Perempuan dan Anak (SAPA) 129.