TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Di era teknologi digital, Indonesia masih menghadapi tantangan yang perlu segera diatasi, seperti kesenjangan digital yang masih lebar di berbagai lapisan masyarakat.
Selain itu, saat ini terdapat permasalahan kesenjangan (hubungan asimetris) antara platform dan konten, misalnya media pers resmi yang diatur secara ketat oleh peraturan pemerintah, dan media sosial yang sebenarnya sangat bebas mempublikasikan konten.
Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika Nazir Patria mengatakan, pemerintah, industri, dan kubu bekerja sama untuk merespons permasalahan terkait produksi dan distribusi konten, serta dampak sosialnya.
“Apa yang terjadi di masyarakat akibat teknologi digital tercermin,” kata Nezar saat audiensi bersama Akademi Televisi Indonesia (ATVI) pada Rabu (14/8/2024).
Netizen punya akses ke media digital tanpa metodologi, tapi ke komunitas nyata. Penyiaran semakin menyempit.
Dikonsumsi secara bersamaan (bersamaan dengan media tradisional dengan konten yang sama), konten kini disiarkan secara bersamaan, namun penonton memegang kendali.
Mereka dapat menontonnya kapan saja di berbagai platform. Definisi penyiaran masih kontroversial.
Oleh karena itu, dalam gagasan tersebut juga ditambahkan perlunya diskusi dari tiga perspektif antara pemerintah, industri, dan kampus untuk mendefinisikan kembali penerbitan.
Untuk menjawab tantangan digital masa depan, Nazar mengatakan, “miliki growth mindset untuk menjadi kreatif.”
ATVI sebagai Kampus Terhubung Industri (berafiliasi dengan Grup EMTEK) akan mendukung upaya menciptakan sinergi komprehensif dengan Pemerintah.
“Menciptakan ekosistem digital yang inklusif adalah kunci keberhasilan Indonesia di era digital. Kolaborasi yang erat antara pemerintah, industri, dan kampus sangat penting untuk mengatasi berbagai tantangan yang ada dan membangun peluang.” era,” kata Tutok yang saat ini membawahi transformasi ATVI menjadi EMTEK Digital Media Institute (IMDE).