TRIBUNNEWS.COM – Komandan Brigade Al Qassam, sayap militer Hamas Haitham Balidi dan delapan lainnya tewas dalam dua serangan udara terpisah di Tulkarem, Tepi Barat yang diduduki Israel.
Balidi adalah pemimpin Pasukan Qassam di wilayah Nablus.
Meninggalnya Haitham Balidi dibenarkan sumber medis kepada Al Jazeera, Sabtu (8/3/2024).
Korban meninggal lainnya diidentifikasi oleh anggota keluarganya sebagai salah satu pemimpin Brigade Al-Quds, cabang pemberontak Jihad Islam Palestina.
Identitas lainnya masih belum jelas.
Beberapa anggota keluarga pergi ke Rumah Sakit Tulkarem untuk mengidentifikasi jenazah yang tidak lengkap.
Tak lama setelah serangan awal, pasukan Israel melancarkan serangan di Tulkarem, yang menyebabkan bentrokan dengan pejuang Palestina.
Tentara Israel juga melemparkan gas air mata ke arah jurnalis yang meliput serangan tersebut.
Di kota Tulkarem, buldoser Israel menghancurkan infrastruktur, sementara di Nablus, tentara Israel menangkap tiga warga Palestina, termasuk seorang jurnalis.
Kemudian, serangan udara kedua menghantam sebuah kendaraan di Bal’a, sebelah timur Tulkarem, menewaskan empat orang, menurut kantor berita Wafa.
Serangan lain dilaporkan terjadi di Jenin, Faqqa, Deir Abu Daif, Bethlehem dan dekat Ramallah.
Di Yerusalem Timur yang diduduki, tentara Israel sekali lagi menangkap aktivis Ramzi Abbasi setelah dia dibebaskan pada November lalu.
Serangan udara di wilayah pendudukan Palestina telah meningkat sejak dimulainya perang di Gaza pada 7 Oktober, dan pihak berwenang mencatat setidaknya 29 serangan telah menewaskan lebih dari 80 warga Palestina.
Serangan itu terjadi saat tentara Israel menyerbu beberapa kota di Tepi Barat Sungai Yordan.
Sejak 7 Oktober, pasukan Israel telah membunuh lebih dari 600 warga Palestina di Tepi Barat, termasuk 144 anak-anak.
Sementara itu, serangan darat dan penangkapan massal Israel di Tepi Barat juga meningkat selama periode tersebut, dan hampir terjadi setiap hari.
Asosiasi Tahanan Palestina mengatakan lebih dari 9.300 orang berakhir di penjara-penjara Israel.
Dari jumlah tersebut, setidaknya 3.400 orang berada dalam apa yang disebut penahanan administratif, sebuah praktik kontroversial yang memungkinkan Israel menahan tersangka dalam jangka waktu lama tanpa melakukan kejahatan.
Serangan Israel terhadap kota-kota di Tepi Barat yang diduduki juga telah menyebabkan gangguan signifikan terhadap kehidupan warga sipil.
Badan UNRWA untuk pengungsi Palestina mengatakan pada hari Jumat bahwa situasi di Tepi Barat semakin buruk, dalam apa yang disebutnya “perang diam-diam” di tengah kekurangan air dan pemadaman listrik.
Sejak tahun 1967, Tepi Barat berada di bawah kekuasaan Israel. Dalam keputusan bersejarah namun tidak mengikat, Mahkamah Internasional bulan lalu menyatakan bahwa keberadaan Israel adalah tindakan ilegal.
(Tribunnews.com, Andari Wulan Nugrahani)