TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Beberapa organisasi yang tergabung dalam Persatuan Organisasi Sipil Penyandang Disabilitas untuk Perlindungan Masyarakat Terpadu mendorong partisipasi yang lebih besar dalam penyusunan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang tunjangan dan insentif bagi penyandang disabilitas.
Hal ini dilaporkan oleh Nena Hutahaean, koordinator Persatuan Organisasi Disabilitas.
“Persatuan mendukung dan mendorong partisipasi penyandang disabilitas dalam seluruh tahapan penyusunan rancangan RPP Ketentuan dan Ketentuan yang harus segera disetujui sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 3 No. titik kumpul,” kata Nena kepada wartawan, Kamis (13/6/2024).
Serikat juga prihatin dengan tindakan Badan Kebijakan Keuangan (FPA) sebagai lead sector dalam penyusunan RFP ini yang sama sekali tidak melibatkan penyandang disabilitas.
Karena sangat penting bagi serikat untuk melibatkan penyandang disabilitas dalam proses penyusunan CPP dengan Syarat, karena hanya mereka sendiri yang memahami kendala apa yang mereka hadapi.
“Selain itu, harus dipahami bahwa kebutuhan setiap penyandang disabilitas berbeda-beda, sehingga tercipta peluang untuk menerapkan prinsip tersebut tanpa melibatkan penyandang disabilitas,” ujarnya.
Serikat pekerja juga mencatat bahwa ketentuan CPC yang disusun oleh BCF masih belum mencerminkan kepastian hukum, hak dan manfaat.
BKF tidak merinci pihak mana selain pemerintah yang harus memberikan manfaat kepada penyandang disabilitas.
Kekhawatiran terbesar serikat pekerja adalah hanya penyandang disabilitas yang bisa mendapatkan manfaat LCP.
Sementara itu, kebijakan kartu disabilitas masih sangat bermasalah karena tidak menjamin kemudahan akses pendaftaran, terutama bagi teman-teman yang berada di daerah kepulauan dan jauh dari pusat pemerintahan.
“Serikat pekerja meminta Kementerian Keuangan dan BCF untuk membuka ruang diskusi seluas-luasnya dan mendengarkan suara penyandang disabilitas secepatnya, sehingga serikat pekerja dapat menjelaskan apa yang kami inginkan dalam perjanjian tersebut,” ujarnya. .
“Sehingga ada kesempatan untuk membahasnya dan menemukan kesamaan bahasa yang menjamin hak-hak penyandang disabilitas,” imbuhnya.
Sementara itu, Anthony Tsaputra, selaku kelompok yang menyusun versi penyatuan dokumen Akademik dan RPP syarat konsesi, menegaskan pendekatan perlindungan sosial yang ada saat ini salah.
Karena masih bergantung pada pendapatan rumah tangga dan kemiskinan.
Menurutnya, sikap tersebut tidak mencerminkan kondisi kehidupan masyarakat, khususnya penyandang disabilitas di Indonesia.
Selain itu, masih banyak penyandang disabilitas yang kehidupannya jauh dari kesejahteraan, padahal keluarga atau tanggungannya tidak termasuk dalam kategori miskin yang ditetapkan pemerintah.
“Itu karena penyandang disabilitas mempunyai biaya disabilitas tambahan atau biaya disabilitas yang lebih besar,” kata Anthony.