TRIBUNNEWS.COM – Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Ade Ary Syam Indradi buka suara soal kasus penipuan yang menimpa petani asal Desa Wanakerta, Kecamatan Purwadadi, Kabupaten Subang, Jawa Barat.
Diketahui, petani Carlim Sumarlin (56) mengaku diminta gaji Rp 598 juta untuk putrinya sebagai polisi (Polwan).
Polisi yang menipu Carlim adalah Asep Sudirman, Heni P, dan Yulia Fitri Nasution.
Menurut Kombes Ade Ary, dalam kasus ini, bocah Carlim tidak didaftarkan sebagai polisi oleh panitia yang berwenang.
“Jadi dalam permasalahan ini kami belum mendaftar ke panitia yang berwenang,” kata Kompol Ade Ary seperti dilansir WartakotaLive.com, Rabu (22/5/2024).
Pasalnya Asep Sudirman dan Yulia Fitri Nasution memberikan tawaran agar Carlim tidak lagi bekerja sebagai anggota Polri.
Asep Sudirman sendiri mendapat pemeriksaan bebas di sidang (PTDH) pada tahun 2004 atas keterlibatannya dalam kasus narkoba.
Sedangkan Yulia Fitri Nasution dijebloskan ke PTDH pada 2017 karena melakukan panggilan telepon palsu.
Terakhir, Iptu Heni P yang merupakan anggota Polda Metro Jaya jelas melanggar kode etik dan akan menjalani proses penyidikan etik.
Jadi bagian ketiga, adik HP ini tetap melanggar etika profesi Ditpropam Polda Metro Jaya, kata Anggota Dewan Ade Ary.
Terkait kasus penipuan ini, Kombes Ade Ary juga meminta masyarakat segera melaporkan jika terjadi kejadian lain.
Selain itu, ia juga mengimbau masyarakat tidak terkecoh dengan permohonan bergabung ke kepolisian melalui jalur yang benar.
“Jika ada yang mengaku sebagai anggota komite, menawarkan akses ke polisi dengan biaya tertentu, silakan laporkan.”
“Akan ditindak tegas sesuai fakta, SOP, profesionalisme, dan prosedur operasional,” kata Kompol Ary. Bukan polisi, bocah yang dijadikan asisten pertanian asal Subang, Jawa Barat, Calim Sumarlin (56), kehilangan Rp 598 juta karena penipuan kelompok polisi FYN dengan menunjukkan surat penawaran uang kepada penerimanya. di rumahnya, Subang, pada Selasa (21/5/2024). (TV Kompas)
Agar putrinya bisa diterima menjadi polisi, Carlim mengaku memberikan uang sebesar 598 juta dolar sebagai “uang manajemen”.
Carlim memberikan uang tersebut kepada seorang polisi yang berjanji akan menjadikan bocah itu menjadi anggota Polri.
Menurut Carlim, dua pelaku penyerangan merupakan anggota aktif Polri.
Sementara satu orang lainnya merupakan mantan anggota Polri yang diberhentikan dengan tidak hormat (PTDH).
Menurut Carlim, kejadian itu terjadi pada tahun 2016.
Saat itu, kata dia, Asep Sudirman, mantan anggota Polri yang merupakan tetangganya, sedang berkunjung.
“Awalnya saya tidak tertarik untuk mendaftarkan anak saya ke polisi, sehingga Tarya dan Asep datang dan mencoba mendaftarkan anak saya ke polisi,” kata Carlim.
Sementara itu, lanjut Carlim, ia menolak karena merasa tidak mempunyai uang untuk mendaftar.
Namun tersangka menyarankan agar Carlim menjual sawah dan perkebunan miliknya.
“Awalnya saya tidak setuju karena tidak punya uang, katanya: ‘Saya jual kebunnya saja, sawahnya saya jual saja, buat modal,’” begitulah katanya.
Menurut Carlim, uang tersebut ia kirimkan kepada dua orang berbeda, Asep melalui transfer dan yang kedua ia kirimkan kepada anggota Polres Metro Jakarta Barat, Aiptu Heni P secara tunai.
Pertama, dia minta uang Rp 200 juta yang ditransfer ke rekening Asep Sudirman. Kedua, dia disuruh mengirimkan Rp 300 juta ke rumah yang diambilnya, ini rumah Bu Heni P. di Mapolsek Kalideres,” jelasnya.
“Uangnya.” Nyonya Heni menghitung uangnya dan membuat kwitansi.”
Sedangkan sisanya sebesar Rp98 juta ditransfer ke Bripka Yulia Fitri Nasution alias Bripka YFN.
Meski mengeluarkan uang ratusan juta dolar, bocah itu tak lolos menjadi anggota Polri.
Padahal, menurutnya, bocah tersebut sebenarnya bekerja sebagai pembantu rumah tangga dan babysitter di rumah Bripka YFN yang kemudian bekerja di Polres Metro Jakarta Selatan.
“Itu pekerjaan sebagai pembantu, babysitter. Tadinya saya mau daftar ke polisi, mau tes polisi, tapi pas keluar, di Jakarta, saya dijadikan pembantu dan babysitter.”
“Tidak terdaftar, tidak diatur dan sebagainya,” imbuhnya.
Carlim mengatakan, bocah itu bekerja di rumah Yulia atas perintah Anton dan Heni.
“Di rumah Bu Yulia Fitria Nasution, atas perintah Anton dan Bu Heni, juga ada anggota polisi (seperti Bu Heni).
Dia mengatakan putrinya ada di rumah sekarang dan dia tidak melakukan apa-apa.
Artikel ini sebagian tayang di WartaKotalive.com dengan judul Petani di Subang Minta Rp 598 Juta Supaya Anak Saya Lolos Seleksi Polisi, Ini Penjelasan Polda Metro.
(Tribunnews.com/Faryyanida Putwiliani/Abdi Ryanda Shakti) (WartakotaLive.com/Ramadhan L Q)