TRIBUNNEWS.COM – Hogwa, anggota Komisi II dari Fraksi PDIP, menyita perhatian setelah menyarankan agar Komisi Pemilihan Umum (KPU) melegalkan politik uang saat pemilu.
Hal itu disampaikan Hogwa pada Rabu (15/5/2024) lalu dalam rapat dengan Komite Pendapat (RPD) DPR II bersama KPU RI, Bawaslu RI, Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu. dan Kementerian Dalam Negeri
Usai pernyataan kader diurus, PDIP menaikkan volume.
Ketua DPP PDIP Jarut Sayyaf Hidayat mengatakan usulan tersebut merupakan bentuk kekecewaan kadernya.
Jarroth mengatakan kekecewaan itu ditengarai merupakan aksi politik uang Demokrat Liberal yang terjadi hampir di setiap daerah selama pemilu.
“Memang ini salah satu bentuk duka. Suatu bentuk keputusasaan Bentuk keprihatinan dan kemarahan yang mendalam,” kata Dajarut di Kantor DPP PDIP, Jalan Dipongoro, Menting, Jakarta, Kamis (16/5/2024).
Jarut mengatakan politik uang terlalu luas.
Nyatanya Politik uang juga terjadi di tempat pemungutan suara (TPS).
“Tidak ada syarat tambahan seperti izin di pagi hari. Pagi diperbolehkan Siang diperbolehkan Siang diperbolehkan Izinkan matahari, izinkan gratis, izinkan tengah malam. Dan ada tempat yang boleh TPS. Dekat dengan pembukaan, tapi dibiarkan saja,” jelasnya.
Menurut dia, politik uang terjadi pada Pilpres 2024.
Jarot membenarkan, Hokwa hanya ingin mengungkapkan kekesalannya terhadap proses pemilu yang sarat politik uang.
Ia menjelaskan, ”Dengan cara ini, kekecewaan dan kesedihan diungkapkan. Yang tentu saja kami tolak. Ini merupakan peringatan bahwa pemilihan kepala daerah tidak akan lagi berwarna seperti itu. Walaupun itu terasa sulit.”
“Biarlah ada uang politik. Investor, oligarki, pemilik tambang, pemilik perkebunan, kontraktor akan menanggung mahalnya biaya pemilu,” ujarnya.
Juru Bicara MPDIP Chikko Hakim pun mengeluarkan pernyataan.
Dia menegaskan, ucapan Hogwa hanya sekedar sindiran kepada KPU.
“Pihak yang bersangkutan menyatakan bahwa pernyataan ini hanya lelucon,” kata Chico, Rabu.
Chico mengatakan, Hogwa tampak muak dengan maraknya politik uang pada pemilu 2024.
Menurutnya, selain itu penyelenggara dan pejabat pemilu belum mengambil tindakan apa pun terkait kebijakan uang gelap.
“Praktik suap Hal ini sangat umum terjadi di negara ini. telah mencapai tingkat yang mengejutkan Mulai dari pengambilan suara masyarakat hingga proyeksi WTP dari komponen BPK,” kata dia, kader PDIP meminta politik keuangan dilegalkan.
Hogwa sebelumnya sempat menyarankan agar KPU melegalkan politik moneter saat pemilu dalam batas tertentu.
Menurut Hogwa, kebijakan moneter itu penting. Pasalnya, ia menilai anggota DPR tidak bisa menentukan pilihan tanpa adanya politik uang.
“Tidakkah menurut kami politik uang harus dilegalkan di PKPU dengan beberapa batasan?” kata Hogwa, Rabu di Gedung DPR Sinan, Jakarta?
Untuk itu, Hogwa meminta KPU melegalkan politik keuangan dengan batasan tertentu.
Dia mengatakan kompetisi seperti itu akan berdampak pada mereka yang tidak punya uang.
“Jadi kalau PKPU itu istilah yang merujuk pada politik uang dan penggunaan politik. Cobalah untuk memperjelas bahasa tersebut dan melegalkannya sampai tingkat tertentu,” kata Hogwa.
“Jadi Boaslo juga tahu bahwa politik uang harus ada batasannya. Sebab kalau hal ini tidak sah Kami masih akan bercanda. Pemenang masa depan adalah pengusaha.”
“Jadi sebaiknya kita legalkan dengan batas tertentu saja. Misalnya kita legalkan, misalnya maksimal Rp 20.000 atau Rp 50.000 atau Rp 1.000.000 atau Rp 5.000.000,” ujarnya.
(Tribunnews.com/Jayanti Tri Utami/Fersianus Waku)