Kisah Tukang Cat Duco di Jalan Kramat yang Kini Kian Sulit Dapat Pelanggan

Safira Amalia Salsabilla melaporkan di Jakarta

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Matahari bersinar di Jalan Kramat Raya di Senen, Jakarta Pusat sore itu.

Namun, seolah tak khawatir dengan panas terik matahari, sekelompok pria tetap berusaha menjual jasa pengecatan Duco kepada pengendara yang lewat.

Seniman Duco dapat dikenali dari tanda “Sepeda Motor Cat Duco” yang ditempel di sebuah pos di jalan Kramat.

Tak hanya itu, mereka juga terlihat melambai untuk menarik pelanggan yang lewat baik mobil maupun sepeda motor.

Seorang seniman tidak bekerja sendirian.

Mereka bekerja secara berkelompok, jadi keuntungannya harus dibagi rata.

“Empat orang bekerja. Seseorang mengecat jalan. Saat ini pencarian pelanggan masih berlangsung. Jika saya mendapatkan klien, saya akan bergabung. “Saya seorang seniman,” kata Nasir.

“Misalnya mendapat Rp 500.000, maka akan dipotong dari harga barangnya. Kemudian sisanya dibagi empat,” imbuhnya.

Nasir mengaku sudah 20 tahun menjadi artis wanita.

Menurutnya, pihaknya sangat sulit mendapatkan pelanggan.

“Kalau sekarang jualnya susah, dulu mudah. Dulu hanya sedikit orang yang menjual, sekarang pesaingnya banyak.

Tahun lalu tidak ada kemacetan di Jakarta. “Sekarang ramai sekali,” jelas Nasir tentang sulitnya menjadi seorang seniman.

Seniman dooku lainnya, Sapri, mengungkapkan keberadaan seniman dooku bermula di Jalan Kramat Raya Jakarta.

Ia mengatakan, pertama kali tempat melukisnya bukan di jalan raya melainkan di jalan raya.

Namun galeri tersebut kemudian dipindahkan ke jalan di Jayan Kramat Besar, tak jauh dari para seniman duku yang sedang mencari pelanggan di jalan tersebut.

“Di sini (menunjuk ke pinggir jalan) rombongan sedang mencari pembeli. Di dalam (menunjuk ke jalan) sekelompok gambar. “Kalau gambar ini ada di jalan, saya khawatir mobil saya akan diderek polisi lalu lintas,” kata Kang Sapri saat disambut saat keluar dari Jalan Kramat Besar, Jakarta.

“Itu terjadi sekali, dan itu terjadi sudah lama sekali. Saat dia menepi ke pinggir jalan, dia dipanggil oleh Departemen Perhubungan. Mobilnya berhenti, tambah Sapri.

Keuntungan para pelukis Duco tidak jelas, tergantung jumlah orang yang mereka tarik.

“Kadang sehari ada tiga mobil, kadang kosong (tidak ada pelanggan). Tidak yakin. “Pendapatannya cukup untuk menutupi biaya makan setiap hari,” kata Sapri.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *