Kisah Orang Rimba Tuntaskan Kuliah dengan IPK Tinggi

Laporan jurnalis Tribunnews.com Choirul Arifin

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Hingga saat ini, sebagian masyarakat menilai kehidupan Orang Rimba atau biasa disebut masyarakat suku Anak Dalam di Taman Nasional Bukit Dua Belas, Jambi, biasanya terisolasi karena tinggal jauh di pedalaman.

Mereka juga dinilai kurang memiliki sentuhan modernitas, termasuk buruknya akses terhadap pendidikan. Namun faktanya tidak semua warga suku Anak Dalam seperti itu.

MT Pauzan, warga Orang Rimba suku Anak Dalam, berhasil menyelesaikan pendidikannya di salah satu perguruan tinggi di kota Bogor.

MT Pauzan lahir di Taman Nasional Bukit Dua Belas, Jambi. Ia menghabiskan masa kecilnya bersama sekelompok anak suku Anak Dalam lainnya yang memakai kalung.

Setelah menyelesaikan studinya di Politeknik Pembangunan dan Pertanian (Polbangtan) Bogor, kini ia menyandang gelar sarjana. dan lulus dengan nilai memuaskan. Indeks Prestasi Kumulatif (IPK)-nya mencapai 3,26.

Setelah keluar dari hutan dan menetap di perumahan di Dusun Pal Makmur, Air Panas, Desa Bukit Suban, Sarolangun, Jambi, Pauzan memulai hidup baru. Mengikuti petunjuk kakeknya Tumenggung Tarib, Pauzan memutuskan untuk bersekolah.

Perjalanan Pauzan dalam menyelesaikan pendidikannya tidaklah mudah. Ia menganggap pergi ke sekolah adalah kegiatan yang sia-sia. Karena itulah Pauzan kabur saat masih duduk di bangku SMA dan memutuskan untuk tidak bersekolah lagi.

“Saat itu saya merasa tidak bisa mengimbangi teman-teman saya yang lain dan saya melihat teman-teman seusia saya bermain game setiap hari. “Saya akhirnya bisa menguasainya dan berpikir, kenapa saya harus sekolah, setelah itu tidak terjadi apa-apa,” kata Pauzan menjelaskan alasannya keluar dari sekolah.

Untungnya kakek saya menasihati saya. Ia bahkan memarahi Pauzan karena terkesan tidak memahami manfaat pendidikan.

Saat itu, Tumenggung Tarib bahkan menghimbau kepada guru sekolah untuk mengantar cucunya kembali ke kelas untuk belajar.

Ia bahkan sempat bertemu dengan pimpinan PT Sari Aditya Lok, perusahaan perkebunan kelapa sawit Grup Astra Agro yang beroperasi di Sarolangun, Jamba.

“Saya meminta bantuan perusahaan agar saya bisa meyakinkan para guru untuk mengantar cucu saya kembali ke sekolah,” katanya dalam bahasa Indonesia, terkadang bercampur dengan bahasa dan dialek Orang Rimba.

Kerja keras Tumenggung Tarib membuahkan hasil. Cucu-cucunya bisa melanjutkan sekolah. Setelah lulus SMA, Pauzan bersekolah di SMK di Daerah Istimewa Yogyakarta. Dari Yogyakarta, dia check in di Polbangtang, Bogor. Pauzan dinyatakan lulus SMA dan diwisuda pada Kamis, 8 Agustus.

“Perusahaan kelapa sawit ini sangat bagus,” kata Tarib usai menerima ijazah Pauzan. Semuanya didukung oleh perusahaan.

Pelatihan yang diikuti Pauzan ini didukung oleh program penyadaran PT Sari Aditya Loka. Selain pendidikan, program tanggung jawab sosial perusahaan berfokus pada bidang lingkungan hidup, kesehatan, dan ekonomi.

“Entah apa jadinya kalau dia tetap tidak mau sekolah,” kata Tumenggung Tarib merujuk pada cucunya.

Tarib mengatakan, dengan bersekolah, anak-anak belajar apa yang baik dan apa yang buruk, apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan, seperti mengambil barang yang bukan miliknya atau mencuri.

Ia juga mengatakan, masyarakat suku Anak Dalam kini sudah banyak berubah.  “Dulu kami tidak bersekolah, tapi kami tahu aturannya. Namun kini, karena pengaruh lingkungan yang besar, mereka seolah melupakan aturan adat, kata Tarib.

Sebagai Tumenggung, ia selalu mengingatkan warganya untuk menaati aturan dengan memberi contoh. Salah satunya mendorong Pauzan, cucunya, untuk bersekolah dan kuliah (Fin).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *