Kisah Empat Peneliti Perempuan Indonesia untuk Dunia Sains, Ada yang Buat Jaringan Kanker Versi 3D

Reporter Tribunnews.com Rina Ayu melaporkan

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Menciptakan kecantikan yang menggerakkan dunia merupakan visi untuk mendukung kemajuan perempuan yang bekerja di bidang sains dan pendidikan.

Berdasarkan data Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) pada tahun 2023, tingkat partisipasi peneliti perempuan di Indonesia mencapai 45 persen.

Jumlah ini lebih tinggi dibandingkan rata-rata peneliti perempuan global yang berjumlah 33%.

Melanie Masriel, Head of Corporate Affairs, Commitment and Sustainability L’Oréal Indonesia mengatakan sains dan perempuan adalah dua hal yang sangat erat. Tak terkecuali di Indonesia.

“Karena kami percaya pada kekuatan transformatif kecantikan untuk memajukan dunia dan Indonesia,” ujarnya dalam acara perayaan Changing Beauty: Women in Science pada Rabu (22/05/2024).

Salah satunya melalui L’Oréal-UNESCO For Women in Science Programme.

Proyek ini dapat melaksanakan proyek-proyek yang mempunyai pengaruh besar terhadap pembangunan negara. Pada saat yang sama, banyak peneliti perempuan inspiratif yang diundang untuk mewakili alumni program L’Oréal-UNESCO For Women in Science. di seluruh Indonesia.

Empat peneliti perempuan berbagi kisah inspiratif mereka.

Penampilan pertama adalah Dr. Ines Irene Caterina Atmosukardo.

Beliau menghabiskan lima belas tahun di Australia sebagai peneliti, ahli dan CEO Lipotek Pty Ltd, sebuah perusahaan yang bergerak di sektor manufaktur farmasi dan vaksin.

“Peneliti perempuan harus memiliki keterampilan komunikasi dan kepemimpinan yang baik yang akan membekali mereka untuk mengejar karir di berbagai proyek dan berkontribusi kepada negara melalui temuan relevan yang dapat diterapkan di masyarakat,” ujarnya.

Kedua, Prof. Dr. Fenny Martha Dwivany, Guru Besar Institut Teknologi Bandung.

Prof. Menurut Fenny, banyak cara strategis untuk memajukan karir seorang wanita.

Dia mengatakan penting untuk mengembangkan keterampilan teknis dan keterampilan manajemen, kepemimpinan dan hubungan, dukungan dari lembaga pemerintah.

“Harapannya tidak hanya berkontribusi pada kemajuan ilmu pengetahuan, tapi berdampak pada perekonomian dengan menciptakan lapangan kerja,” kata Profesor Fenny.

Ketiga, Dr. Noryawati Mulyono S.Si, pendiri Biopac.id.

Selain mengajar dan melakukan penelitian, ia aktif mengelola perusahaan yang ia dirikan, yang bergerak di bidang solusi permasalahan sampah plastik dan merupakan produsen bio-vessel, wadah melingkar terkemuka yang dapat diakses dari berbagai wadah.

Biopac.id lahir dari keinginan untuk membawa hasil penelitian langsung ke masyarakat. Sebagai seorang peneliti, ia bertanggung jawab mengembangkan obat-obatan dan layanan bagi pemuda perkotaan, dan bekerja dengan petani pasta untuk memasok bahan mentah biokimia.

“Ini akan membantu memberantas perdagangan manusia dan memberikan pendapatan berkelanjutan bagi masyarakat pesisir,” ujarnya.

Keempat, peneliti muda, Dekan School of Life Sciences, Dekan International Institute of Life Sciences di Indonesia, Dr. Pietradewi Hartrianti.

Karena penelitiannya, apt. Pietradewi ingin membuat model 3D jaringan kanker buatan dengan menggunakan keratin yang diperoleh dari rambut manusia sebagai bahan pondasinya.

Dengan cara ini, pengujian obat kanker bisa lebih akurat, efisien dan efektif.

Metode ini tidak meningkatkan keakuratan tes, namun lebih hemat biaya dan mendukung aspek stabil dalam penelitian medis.

“Ada lebih banyak peluang untuk melakukan penelitian yang benar-benar dapat berkontribusi kepada masyarakat. Ada lebih banyak peluang untuk berkolaborasi dan berpartisipasi dalam proyek-proyek penelitian tidak hanya di dalam negeri, tetapi juga secara internasional,” kata Dr. kata Pietradewi.

Direktur L’Oréal Indonesia Fikri Alhabsie merupakan Direktur Corporate Responsibility, seluruh sosok inspiratif tersebut hanyalah sebagian kecil dari kisah revolusioner ribuan alumni program ini.

“Kami berharap kisah-kisah inspiratif mereka dapat menggugah semangat para peneliti perempuan di Indonesia, karena dunia membutuhkan ilmu pengetahuan dan perempuan membutuhkan dunia,” harap Fikri.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *