TRIBUNNEWS.COM – Menteri Pertahanan dan Pendukung Angkatan Bersenjata Iran, Brigadir Jenderal Pilot Aziz Nasir Zadeh, membenarkan sistem Terminal High Altitude Area Defense (THAAD) milik Amerika Serikat (AS) bukanlah hal baru.
Menurutnya, pengerahan sistem pertahanan udara THAAD di wilayah pendudukan Israel dilakukan sebagai bagian dari perang psikologis.
“Sistem THAAD adalah sistem rudal anti balistik dan tidak ada yang baru di dalamnya,” kata Aziz Nasir Zadeh, Rabu (16/10/2024) ketika ditanya apakah rudal Iran mampu mengalahkan sistem THAAD yang direncanakan AS. untuk meluncurkan. untuk menawarkan entitas Zionis.
“Kami mengapresiasi dan memandang hal-hal tersebut sebagai bagian dari perang psikologis dan kami tidak memiliki masalah dalam menerapkan sistem ini,” lanjutnya.
Terkait ancaman entitas Zionis terhadap Iran, ia menjelaskan, ancaman tersebut bukanlah hal baru, seperti dilansir NNA Lebanon. Iran menembus pertahanan udara Israel sebanyak dua kali
Iran melancarkan dua serangan balik langsung terhadap Israel pada tahun ini, yakni Operation True Promise pada 13 April 2024, dan Operation True Promise 2 pada 1 Oktober 2024.
Operasi pertama adalah pembalasan atas serangan udara Israel terhadap konsulat Iran di Damaskus, dan operasi kedua adalah pembalasan atas serangan mematikan Israel di Jalur Gaza, serta pembunuhan para pemimpin Hamas, Hizbullah, dan Korps Garda Revolusi Iran ( IRGC). .
Iran mampu menembus pertahanan udara Israel dengan dua serangan balasan terhadap lokasi militer Israel, termasuk dua pangkalan udara di gurun Negev, fasilitas militer di Dataran Tinggi Golan yang diduduki, pangkalan Mossad, pangkalan udara Hatzrim dan Nevatim.
Pertahanan udara Israel merupakan sistem berlapis dengan berbagai sistem pertahanan udara.
CBS News menyebutkan beberapa sistem pertahanan udara Israel yang paling menonjol, yaitu sistem Arrow 3, Arrow 2, Iron Dome, dan David’s Sling.
Menembakkan lebih dari 200 rudal pada serangan pertama dan 180 pada serangan balik kedua, Iran mampu menembus pertahanan udara Israel.
Rudal balistik adalah jenis rudal yang diyakini digunakan oleh Iran.
Rudal jenis ini memiliki beberapa keunggulan, antara lain kecepatan tinggi untuk operasi cepat dan mendadak.
Diketahui, rudal balistik dapat diproduksi pada berbagai jarak, mulai dari jarak pendek (kurang dari 1000 kilometer) hingga lintas benua (11-12 ribu kilometer).
Jenderal Kenneth McKenzie dari Komando Pusat AS (CENTCOM) memperkirakan Iran memiliki lebih dari 3.000 rudal balistik, ditambah persediaan rudal jelajah, Asharq melaporkan. Sebelum melancarkan serangan ke Iran, AS siap mendukung Israel dengan THAAD
Menanggapi Operasi True Promise 2 yang dilancarkan Iran, Israel bersiap melancarkan serangan lagi terhadap Iran.
Sekutu utama Israel, Amerika Serikat (AS), berupaya membela Israel dengan sistem pertahanan udara THAAD dan jika terjadi respons Israel dari Iran.
Ini bukan pertama kalinya Amerika mengerahkan sistem THAAD di Timur Tengah, karena sistem tersebut sebelumnya digunakan oleh Israel pada tahun 2019 sebagai bagian dari latihan gabungan Israel.
Namun konteks pengerahan THAAD kali ini sangat berbeda, yakni untuk mencegah serangan balik Iran yang bisa lebih kuat terhadap Israel, seperti dilansir Al Jazeera. Gambar yang disediakan oleh Angkatan Udara A.S. ini menunjukkan landasan peluncuran Terminal High Altitude Area Defense (THAAD) Angkatan Darat A.S. bersiap memuat rudal C-17 Globemaster III dari Skuadron Pengangkutan Udara ke-4 di Fort Bliss, Texas, pada tanggal 23 Februari 2019 (Sersan .Corey D. Payne/Angkatan Udara AS) (X)
Sekretaris Pers Pentagon Mayjen Pat Ryder membenarkan bahwa THAAD dikerahkan di Israel untuk mengantisipasi peluncuran rudal balistik Iran.
“Mereka (pasukan AS yang dikerahkan ke Israel) menggunakan baterai THAAD di sana untuk bertahan dari serangan rudal balistik Iran,” ujarnya dalam pernyataan yang dirilis Pentagon, Selasa (15/10/2024).
FYI, Israel bersama AS dan sekutunya menuduh Iran mendanai kelompok perlawanan seperti Hizbullah, Hamas, Kataib Hezbollah, Jihad Islam Palestina (PIJ) dan kelompok lain di Suriah, Irak, dan Lebanon untuk berperang melawan Israel dan sekutunya. ke daerah tersebut. Para korban di Jalur Gaza
Saat ini Israel yang didukung Amerika dan beberapa negara Eropa masih terus melakukan agresinya di Jalur Gaza, jumlah warga Palestina yang tewas bertambah menjadi lebih dari 42.344 orang, dan 99.013 orang luka-luka sejak Sabtu (10/7/2023) hingga Selasa. (15/10).2024) dan 1.147 kematian di wilayah Israel, dikutip oleh Anadolu Agency.
Israel sebelumnya mulai mengebom Jalur Gaza setelah gerakan perlawanan Palestina Hamas melancarkan Operasi Banjir Al-Aqsa pada Sabtu (7/10/2023) untuk melawan pendudukan Israel dan kekerasan di Al-Aqsa sejak tahun 1948.
Israel mengklaim 101 sandera masih ditahan oleh Hamas di Jalur Gaza, hidup atau mati, menyusul pertukaran 105 sandera dengan 240 tahanan Palestina pada akhir November 2023.
(Tribunnews.com/Unitha Rahmayanti)
Berita lainnya terkait konflik Palestina-Israel