Laporan reporter Tribunnews.com, Reynas Abdila
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Keluarga Mahasiswa (KM) Institut Teknologi Bandung (ITB) menggelar aksi demonstrasi memprotes langkah Badan Legislasi DPR (Baleg) yang menguji putusan Mahkamah Konstitusi terkait RUU Pilkada 2024 .
Aksi Kampus Ganesha di depan Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Jumat (23/8/2024) merupakan lanjutan penyampaian aspirasi di depan Kantor DPRD Jabar, Bandung, Kamis (22/1). 8/2024).
Presiden KM ITB, Fidela Marwa Huwaida mengatakan, ada 300 mahasiswa yang turun ke jalan ibu kota hari ini dari Bandung hingga Jakarta.
“Kemarin kita pindah ke Bandung, hari ini kita ke Jakarta, pesannya jangan sampai kita berpuas diri bahkan hanya dengan pernyataan Wakil Presiden DPR RI,” ujarnya dalam wawancara.
Ia menilai pembatalan Proyek Pilkada tidak ada dasar hukumnya.
Menurut dia, pernyataan DPR RI menanggapi gelombang aksi massa kemarin hanya sebatas meredam amarah mahasiswa.
Fidela meyakinkan mahasiswa ITB akan terus mengawal hingga detik-detik terakhir pendaftaran kepala daerah di Komisi Pemilihan Umum (GEC).
“Kami akan memantau sampai sama sekali tidak ada manuver politik yang dilakukan DPR,” ujarnya.
Ia kemudian berpesan kepada Presiden Joko Widodo untuk segera menghentikan politik dinasti dan menguntungkan rekan-rekannya di pemerintahan selanjutnya.
Suara mahasiswa merupakan suara rakyat yang patut didengar oleh rezim pemerintahan Jokowi.
“Di akhir masa pemerintahannya, Jokowi harus menghapus dan membereskan dosa-dosa yang dilakukannya, bukan merampas haknya dan juga mendengarkan aspirasi masyarakat. Tentu saja kami akan terus memantau beliau, kami dari ITB Keluarga para santri tidak akan terbengkalai dan kami juga tidak akan diam,” jelasnya.
Selain ITB, mahasiswa juga bersekolah di Universitas Djuanda Bogor, Keluarga Mahasiswa (KM), Universitas Moestopo dan BEM (SI) Seluruh Indonesia.
Mereka membawa mobil komando yang terparkir di depan Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta.
Perwakilan dari saham lain mengatakan, pembangkangan terhadap konstitusi tidak lepas dari kemauan Raja Jawa.
“Apapun bisa terjadi asal raja Jawa mau. Kedepannya, kejadian hari ini hanya akan menjadi awal kejahatan yang lain,” ujarnya.
Bukan tidak mungkin, lanjutnya, media massa akan diam, tidak melegalkan penyitaan aset, dan tidak memberikan ruang evaluasi bagi masyarakat pada pemerintahan mendatang.
“Revolusi… revolusi… bergerak atau mati,” katanya.