Keterlaluan, Mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo Gaji ART Pakai Duit Negara

Reporter Tribune.com Ashri Fadhila melaporkan

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Mantan Menteri Pertanian (Mentan), Syarul Yasin Limpo (SYL) menggunakan uang pemerintah untuk menggaji pembantu rumah tangga atau pembantu rumah tangga (ART).

Rabu (8/5/2023), para saksi penyidik ​​kasus korupsi di lingkungan Kementerian Pertanian mengungkap permasalahan tersebut.

Saksi yang mengungkapkan hal tersebut adalah Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementerian Pertanian.

Dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Harmanto mengatakan, “Membayar gaji pegawai.”

Siapa yang membayar pembantunya? Dia meminta jaksa penuntut umum membenarkan.

Hermanto menjawab, “Pak SYL.”

Siapa wanita muda ini? kata pengacara itu.

“Oleh Kassar.”

Awalnya Hermanto menyumbang dari kantongnya untuk membayar ART SYL Ini adalah perintah dari Yang Mulia Ali Jameel selaku Dirjen PSP Kementerian Pertanian.

Hermanto mengaku membayar gaji asisten SYL di Makassar, Sulawesi Selatan hingga Rp 32 juta.

“Dari Pak General Manager. Saya tidak tahu perintah siapa, tapi General Manager yang bertanya. Pak Ali Jamil yang bertanya. Hari sudah malam dan harus pindah jam itu.”

Berapa harganya?

Saya kasih transfer 32 juta ke rekening perempuan muda itu,” kata Hermanto.

Uang Hermanto digantikan oleh Lukman Irwanto, Kepala Kementerian Pertanian dan Kepala Dinas setempat.

Rupanya, Lukman mengalihkan uang Harmanto dari sisa Rp 360 juta dalam penawaran SYL.

“Pak Lookman, uang saksi dari mana?” tanya pengacara itu.

“Sisanya dari kurban 360 (reguler). Kurbannya tidak semua selesai ya? Jadi dipakai Pak Lookman,” jawab Hermanto.

Setelah itu, kuasa hukum KPK menunjukkan bukti pengalihan gaji ART SYL ke pengadilan.

Dari bukti yang ditunjukkan, ada tiga transfer yang jumlahnya bukan Rp 35 juta, melainkan Rp 32 juta

“Theresia Rp 22 (juta) ditambah Rp 13 (juta), Rp 10 (juta). Jadi Theresia Rp 35?”

Ya.

Sekadar informasi, dana kurban sebesar Rp 360 juta yang digunakan untuk membayar sisa porsi ART SYL diperoleh dari Uang Cadangan (UP).

Saksi lainnya, PSP, Bendahara Pengeluaran, Pugu Hari Pravo, Dirjen Kementerian Pertanian, mengatakan demikian.

“Kami mendapat informasi dari Pak Harmanto. Setelah itu, yang meminta penurunan pembayaran hanya Sekretariat, bukan Direktorat,” kata Pugh dalam persidangan.

“Apakah jumlah ini digunakan dari pembayaran awal?” tanya pengacara itu.

Baiklah, jawab Pugh.

“Gaji rendah, maksudnya NAIK?” Dia membenarkan dan bertanya lagi pada pengacara tersebut.

“Itu benar.”

Karena UP ini harus dilaporkan dalam Surat Hutang (SPJ), maka akuntan menutupinya dengan perintah pembayaran.

“Setiap PPK menandatanganinya. PPK punya bendahara. Kita tidak tahu bagaimana masing-masing bendahara mengubahnya. Mereka mengembalikan dokumen yang disebut surat perintah pembayaran,” ujarnya.

Sekadar informasi, berikut pernyataan yang dilontarkan terhadap tiga terdakwa: mantan Menteri Pertanian Siarul Yasin Limpo; Mantan Direktur Mesin dan Peralatan Kementerian Pertanian Muhammad Hata; dan mantan Sekretaris Jenderal (Secgen) Kementerian Pertanian, Kasdi Subagonyo.

Dalam kasus ini, SYL disebut menerima penyelesaian sebesar Rp 44,5 miliar

Total pendapatan yang diperoleh SYL selama tahun 2020 hingga 2023

Jaksa KPK Masmudi pada Rabu (28/2) mengatakan total uang Rp 44.546.079.044 digunakan terdakwa selama menjabat Menteri Pertanian RI. / 2024) di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat

Uang tersebut diterima SYL atas nama pejabat Eselon I Kementerian Pertanian

Menurut kuasa hukum, tak hanya SYL yang menjalankan tugasnya, namun mantan Direktur Alat dan Peralatan Departemen Pertanian Mohamed Hatta dan mantan Sekretaris Departemen Pertanian Kasdi Subagano turut terlibat. Dia juga didakwa

Apalagi, uang yang dikumpulkan Kasdi dan Hatta digunakan untuk kepentingan pribadi SYL dan keluarganya

Berdasarkan pengaduan, jumlah tertinggi yang dikutip digunakan untuk acara keagamaan, pekerjaan pelayanan, dan pengeluaran lain yang tidak termasuk dalam kategori yang ada, nilainya mencapai Rp 16,6 miliar.

“Uang tersebut kemudian digunakan atas perintah dan instruksi terdakwa,” kata pengacara tersebut.

Atas perbuatannya, terdakwa didakwakan pertama kali: Pasal 18 UU Tipikor, Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, Pasal 64 ayat (1) juncto Pasal 12 huruf E KUHP.

Dakwaan kedua: Pasal 12 huruf f KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 18 UU Tipikor.

Dakwaan ketiga: Pasal 18 KUHAP dibacakan dengan pasal 55 ayat (1) KUHP juncto pasal 64 ayat (1) KUHP.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *