TRIBUNNEWS.com – Tiga pejabat Gedung Putih, yang menolak disebutkan namanya, mengatakan pada 31 Juli 2024 bahwa ketegangan antara Amerika Serikat (AS) dan Israel meningkat setelah kematian Ketua Politbiro Hamas Ismail Haniyeh. .
Ketiganya mengatakan kepada Washington Post bahwa Israel secara langsung memberi tahu para pejabat AS tentang tanggung jawab mereka atas pembunuhan Haniyeh.
“Meski menolak mengomentari pembunuhan Haniyeh, Israel segera memberi tahu pejabat AS bahwa dia bertanggung jawab,” lapor Washington Post, mengutip pernyataan tiga pejabat Gedung Putih, pada Rabu (6/8/2024), lapor Anadolu Agency.
Pejabat Gedung Putih terkejut dan marah ketika mereka mengetahui bahwa Israel telah membunuh Haniyeh, kata tiga orang.
Sebab, menurut pejabat AS, tindakan sepihak Israel justru menghambat upaya mengakhiri perang di Gaza.
“Pejabat Gedung Putih terkejut dan marah dengan pembunuhan Haniyeh pada tanggal 31 Juli, yang mereka lihat sebagai kemunduran dalam upaya berbulan-bulan mereka untuk menjadi perantara gencatan senjata di Gaza,” lanjut surat kabar tersebut.
The Washington Post melaporkan bahwa terdapat peningkatan ketegangan ‘di balik layar’ antara pemerintah AS dan Israel.
Oleh karena itu, Israel diyakini akan melanjutkan tindakan sepihaknya dalam menyerang Jalur Gaza.
“Para pejabat AS sangat marah karena Israel tidak memberi tahu mereka sebelum melancarkan operasi untuk membunuh komandan Hizbullah atau Iran,” lapor Washington Post.
Iran dan Hamas diketahui menuduh Israel membunuh Haniyeh, namun Tel Aviv tidak membenarkan atau membantahnya.
Sehari sebelum Haniyeh terbunuh, Israel juga menargetkan Fuad Shukra, seorang komandan militer senior Hizbullah, dalam serangan udara di Beirut.
Selama berbulan-bulan, Amerika Serikat, Qatar dan Mesir berusaha mencapai kesepakatan antara Israel dan Hamas untuk menjamin pertukaran tahanan dan gencatan senjata di Gaza, namun upaya ini tidak berhasil.
Gencatan senjata singkat pada November 2023 mengakibatkan beberapa pertukaran tahanan dan sandera. Blinken mengatakan pihaknya telah memperingatkan Iran dan Israel
Sementara itu, Menteri Luar Negeri AS Anthony Blinken mengatakan pada Selasa (5/8/2024) bahwa “tidak ada yang bisa meningkatkan konflik di Timur Tengah.”
Ia juga mengatakan bahwa Washington menyampaikan pesan tersebut langsung ke Iran dan Israel.
“Kami terlibat dalam diplomasi yang kuat dengan sekutu dan mitra serta mengkomunikasikan pesan tersebut langsung ke Iran.”
“Kami (juga) menyampaikan pesan itu langsung ke Israel,” kata Blinken pada konferensi pers dengan Menteri Pertahanan AS Lloyd Austin; Menteri Luar Negeri Australia Benny Wong; dan Richard Marles, Wakil Perdana Menteri dan Menteri Pertahanan Australia; di Annapolis, Maryland.
Blinken menegaskan kembali komitmen “kuat” Amerika terhadap pertahanan Israel.
Hal ini juga memastikan bahwa AS akan terus melindungi Israel dan militernya dari serangan apa pun.
Namun, Blinken menekankan negara-negara Timur Tengah harus memahami bahwa serangan lebih lanjut hanya akan memperburuk situasi.
“Namun, semua orang di kawasan ini (Timur Tengah) harus memahami bahwa serangan yang terus menerus akan memperburuk konflik,” ujarnya.
“Serangan yang terus menerus akan menimbulkan konsekuensi berbahaya yang tidak dapat diprediksi dan dikendalikan sepenuhnya oleh siapa pun,” tegasnya.
Seorang diplomat terkemuka AS menyerukan “momen yang menentukan dalam perundingan gencatan senjata di Gaza” dan mendesak semua pihak untuk berkomitmen mengurangi ketegangan.
Dalam serangkaian panggilan telepon dengan rekan-rekannya di Timur Tengah, Blinken berbicara dengan Menteri Luar Negeri Yordania Ayman Safadi pada hari Selasa tentang upaya untuk “meredakan ketegangan regional” dan perlunya “segera” mendeklarasikan gencatan senjata di Gaza.
“Dia menekankan pentingnya semua pihak mengambil langkah-langkah untuk mengurangi ketegangan dan mencegah eskalasi lebih lanjut.”
“Menteri Blinken menggarisbawahi dukungan Amerika yang berkelanjutan untuk Yordania dan berterima kasih kepada pemerintah atas kepemimpinannya dalam memberikan bantuan kemanusiaan yang menyelamatkan nyawa warga sipil Palestina dan mempromosikan perdamaian dan keamanan regional,” kata juru bicara Departemen Luar Negeri Matthew Miller.
FYI: Ketegangan meningkat di Timur Tengah setelah Haniyeh dibunuh di Teheran, sehari setelah pelantikan presiden baru Iran, Masoud Beseshkian.
Kematian Haniyeh memicu respons keras dari Iran, terutama dari Pemimpin Tertinggi Ayatollah Ali Khamenei.
Pada hari kematian Haniyeh, Khamenei menjanjikan “hukuman berat” bagi Israel.
“Rezim kriminal dan teroris Zionis telah membuat kami sedih dengan membunuh tamu tercinta kami di rumah kami (Iran),” kata Khamenei dalam pernyataannya, Rabu (31/7/2024), dilansir Al Jazeera.
Dia juga mengatakan: “Rezim Zionis sedang mempersiapkan jalan untuk hukuman beratnya.”
Khamenei juga menekankan bahwa adalah tugas Iran untuk membalas pembunuhan Haniyeh.
“Kami menganggap tugas kami untuk membalas darahnya (kematian Haniev) dalam insiden pahit dan sulit di wilayah Republik Islam,” kata Khamenei sambil menyampaikan belasungkawa kepada keluarga Hanijev dan Otoritas Palestina.
Selain Haniyeh, meninggalnya Fuad Shukr juga dinilai menjadi salah satu penyebab meningkatnya ketegangan di Timur Tengah.
(Tribunnews.com/Pravitri Retno W)