Laporan jurnalis Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Resistensi antibiotik membuat pengobatan infeksi bakteri di dalam tubuh menjadi sulit.
Resistensi antimikroba atau AMR adalah suatu kondisi dimana bakteri dalam tubuh menjadi kebal terhadap obat atau antibiotik akibat penggunaan antibiotik dalam kadar yang tidak tepat.
Ketua Satker Koordinasi Infeksi Penyakit Tropis Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Prof. Dr. Dr. Edi Hartoyo, Sp.A (K) juga menjelaskan tanda-tanda seseorang mungkin mengalami resistensi antibiotik.
Ketika antibiotik diberikan tergantung penyakitnya, tanda yang paling menonjol adalah pasien tidak melihat adanya perbaikan pada kondisinya.
“Misalnya dia ada infeksi di paru-paru, pneumonia. Oh, saya kasih antibiotik, tapi tidak kunjung membaik. Kemungkinan dia resisten,” ujarnya dalam media briefing secara virtual, Rabu. (11/12 ) /2024).
Hal ini juga berlaku untuk penyakit lain. Bila antibiotik diberikan sesuai anjuran dokter, namun tidak ada perbaikan, maka bisa dicurigai terjadi resistensi.
Namun selain resistensi antibiotik, ada kemungkinan lain timbulnya masalah bahkan setelah antibiotik diberikan.
Misalnya, mungkin disebabkan oleh reaksi alergi karena pemilihan antibiotik yang tidak tepat untuk pasien.
“Kemungkinan alergi juga ada. Misalnya saya minum ampisilin (obat jenis antibiotik). Ternyata merah. Jadi ruamnya bukan karena resistensi. Saya hanya ‘sebutkan’, bukan karena alergi. Resistensi itu karena resistensi dan kondisi klinisnya berbeda,” ujarnya.
Faktor lainnya adalah dosis dan interval yang tidak tepat.
“Misalnya ampisilin harusnya diberikan 4 kali. (tapi) malah diberikan 2 kali. Jadi banyak faktor yang perlu dipertimbangkan,” tutupnya.
—