TRIBUNNEWS.com – Hasil survei yang dilakukan Lembaga Kebijakan Rakyat Yahudi (JPPI) pada Juli 2024 menunjukkan bahwa kepercayaan mayoritas warga Israel terhadap Perdana Menterinya, Benjamin Netanyahu, sangat rendah.
Sebanyak 73 persen dari mereka yang disurvei tidak benar-benar mempercayai Netanyahu dan pemerintah Israel, sementara 26 persen lainnya mengakui bahwa mereka masih menaruh harapan pada pemerintah.
Namun, kepercayaan masyarakat terhadap komando tinggi Pasukan Pertahanan Israel (IDF) menurun, menurut hasil survei yang sama.
Untuk pertama kalinya sejak serangan di Gaza pada 7 Oktober 2023, mayoritas warga Israel, tepatnya 55%, menyatakan “kurang percaya pada kepemimpinan senior IDF”.
Penurunan kepercayaan ini terutama terjadi pada kelompok sayap kanan, dimana delapan dari 10 orang menyatakan kurang percaya pada komandan senior IDF, dikutip dari situs resmi JPPI.
Sebaliknya, dua dari tiga orang Yahudi Israel yang mengidentifikasi diri mereka sebagai kelompok sentris masih melaporkan tingkat kepercayaan yang tinggi atau “sangat tinggi terhadap kepemimpinan puncak IDF.”
Menurunnya kepercayaan terhadap IDF dibarengi dengan meningkatnya kekhawatiran warga Israel terhadap situasi keamanan di negaranya.
Selama berbulan-bulan, Netanyahu menolak seruan agar dia mengundurkan diri dan mengadakan pemilihan umum dini.
Menurutnya, jika ia mengundurkan diri dan mengadakan pemilu dini, hal tersebut justru akan “melumpuhkan Israel” dan mempersulit negosiasi pertukaran tahanan dengan kelompok perlawanan Palestina.
Terkait hasil survei tersebut, Presiden JPPI Profesor Yedidia Stern mengatakan terdapat krisis kepercayaan masyarakat yang mendalam terhadap pemerintah.
Hal ini, lanjut Stern, merupakan tantangan besar yang harus segera diatasi.
“Kepercayaan baru antara pemerintah dan masyarakat diperlukan untuk meningkatkan ketahanan nasional dan menghadapi tantangan masa depan.”
“Caranya adalah dengan mengadakan pemilu dini,” jelasnya.
Sekadar informasi, survei ini dilakukan JPPI pada Juli lalu terhadap sampel representatif sebanyak 816 responden yang merinci 616 kelompok Yahudi dan 200 kelompok Arab. Tel Aviv terkena serangan drone Houthi
Pada Jumat (19/7/2024) sebuah drone meledak di ibu kota Israel, Tel Aviv.
Diketahui, drone tersebut melakukan perjalanan dari laut menuju Tel Aviv dan akhirnya menabrak sebuah bangunan di persimpangan Jalan Ben Yehuda dan Jalan Shalom Aleichem, dekat Kedutaan Besar AS, sehingga menimbulkan ledakan dahsyat.
Al Mayadeen melaporkan, ledakan jenis ini merupakan yang pertama dan belum pernah terjadi sepanjang sejarah pendudukan Israel.
Juru bicara militer Israel membenarkan adanya ledakan di pusat Tel Aviv.
Ledakan terjadi pada Jumat pagi di Tel Aviv akibat serangan udara, kata juru bicara militer Israel, dilansir Anadolu Ajansi.
“Sirene tidak mendeteksi serangan udara dan insiden tersebut sedang diselidiki,” tambahnya.
Ledakan di Tel Aviv akibat serangan drone menewaskan satu orang dan melukai 10 lainnya.
Menyusul ledakan tersebut, surat kabar Israel Yedioth Ahronoth mengatakan Israel saat ini dalam “siaga tinggi”.
Secara terpisah, kelompok Houthi di Yaman membenarkan bahwa drone yang menghantam Tel Aviv adalah milik mereka.
Juru bicara Houthi Yahya Saree mengatakan partainya menggunakan drone Yafa.
Nama drone tersebut berasal dari nama kota Palestina yang diduduki Israel dan merupakan bagian dari Tel Aviv.
“Angkatan udara kami melakukan operasi militer menggunakan drone di Tel Aviv,” kata Saree pada hari Jumat.
Dia menyatakan bahwa operasi tersebut “menyerang sasaran penting di wilayah Tel Aviv.”
“Drone ini dirancang dengan tujuan khusus agar dapat menghindari radar musuh,” imbuhnya.
Kelompok Houthi sendiri telah menyatakan wilayah Tel Aviv sebagai “wilayah tidak aman”.
Oleh karena itu, Tel Aviv “akan menjadi sasaran utama” senjata Houthi.
Serangan drone tersebut merupakan serangan pertama Houthi di Tel Aviv.
Sebagian besar serangan Houthi sebelumnya hanya melanda kota pesisir Eliat dan Haifa.
Kelompok Houthi sendiri telah menyerang kapal-kapal yang dimiliki, berbendera, dioperasikan oleh, atau menuju pelabuhan Israel di Laut Merah dan Teluk Aden, dengan menggunakan rudal dan drone.
Aksi tersebut merupakan bentuk solidaritas terhadap Gaza yang mendapat serangan gencar dari Israel sejak 7 Oktober tahun lalu.
(Tribunnews.com/Pravitri Retno W)