Kepala Studi Sawit IPB: Banyak Kawasan Hutan yang Tidak Berhutan Bisa Ditanami Sawit

 

Laporan jurnalis Tribunnews.com Dennis Destriavan

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kepala Pusat Kajian Kelapa Sawit Institut Pertanian Bogor (IPB), Prof. Hal ini menanggapi rencana Presiden Prabowo Subianto untuk menambah lahan kelapa sawit.

Menurut Budi Mulyanto, masih banyak lahan marginal yang belum dimanfaatkan secara maksimal dan bisa ditanami kelapa sawit. Apabila perluasan perkebunan kelapa sawit dilakukan pada lahan yang sudah gundul, maka tidak ada hubungannya dengan deforestasi.

Ia mengungkapkan, masih banyak lahan hutan di kawasan yang diklaim pemerintah sebagai kawasan hutan. Pencanangan Menteri Kehutanan untuk menyediakan 20 juta hektar lahan bagi pengembangan pangan dan energi dinilai sangat relevan dari segi teknis dan regulasi.

“Banyak orang yang selama ini beranggapan bahwa seluruh kawasan hutan adalah hutan, padahal kenyataannya tidak,” kata Budi di Jakarta, Selasa (7/1/2025).

Budi mengatakan, dari 120 juta hektar lahan yang diklaim sebagai kawasan hutan, nyatanya 31,8 juta hektar di antaranya tidak berhutan, berdasarkan statistik Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Budi menjelaskan, pengembangan perkebunan kelapa sawit di lahan minim justru membuat lahan menjadi lebih hijau dan produktif secara sosial dan ekonomi.

Kegiatan ini berkontribusi besar terhadap pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) yang direkomendasikan oleh PBB. Oleh karena itu, penting untuk memberikan penjelasan kepada masyarakat secara rasional dan dengan data yang relevan, agar tidak menimbulkan kesalahpahaman khususnya pada aspek kelestarian lingkungan hidup.

Indonesia merupakan negara besar dengan luas daratan sekitar 190 juta hektar, selebihnya berupa lautan yang menempati 4 kali luas daratan. Dari 190 juta hektar, 282 juta penduduk Indonesia, atau sepertiga luas daratan, hanya memanfaatkan 67 juta hektar untuk pertanian.

Sepertiga dari luas lahan tersebut umumnya dikenal sebagai Areal Penggunaan Lain (APL). Sedangkan dua pertiga sisanya merupakan hutan.

Lahan non-hutan tersebut meliputi kawasan perkebunan rakyat, migrasi, laguna, pertanian tadah hujan, sawah, pertambangan, pelabuhan/bandara, padang rumput/alang-alang, dan semak belukar.

“Dengan demikian, 31,8 juta hektar lahan merupakan lahan masyarakat dan lahan terlantar. Perlu segera dipecah data kepemilikan dan administrasinya, dan pengembangan perkebunan kelapa sawit bisa dilakukan di lahan itu sendiri. “Sama sekali tidak relevan jika perluasan perkebunan kelapa sawit dikaitkan dengan deforestasi,” kata Budi.

Oleh karena itu, menurut Budi, saat ini adalah kesempatan terbaik untuk memperbaiki data regional dan tekstual mengenai penguasaan dan penggunaan lahan. Kenyataan yang ada saat ini, pengertian kawasan hutan dan pengertian hutan dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Hutan belum dilaksanakan secara rasional dan proporsional.

Hal ini menimbulkan permasalahan bagi pembangunan bangsa dan negara, termasuk permasalahan hutan yang sangat berharga bagi kelestarian Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Misalnya penerapan perbatasan hanya terjadi di perbatasan luar, mengikuti rapat gelang secara sepihak, tanpa memperhatikan hak masyarakat. Akibatnya, jutaan hektar lahan dan manusia terkurung di kawasan yang dikatakan berhutan.

Dulu, Presiden Prabowo Subianto sempat menyatakan ingin memperbanyak perkebunan kelapa sawit. Dalam pidatonya pada Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional (Musrenbangnas) RPJMN 2025-2029 di Kantor Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas di Jakarta, 30 Desember 2024, Prabowo mengatakan tidak perlu takut terhadap deforestasi. .

“Dan menurut saya kedepannya kita harus lebih banyak menanam pohon kelapa sawit, kita tidak perlu takut dengan kerusakannya, apa itu deforestasi ya,” kata Prabowo beberapa waktu lalu.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *