Laporan jurnalis Tribunnews.com, Gita Irawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kepala Datasemen Polisi Khusus Anti Terorisme 88 (Densus 88) Irjen Sentot Prasetio mengikuti acara dialog nasional bertajuk “Dengan Ilmu Shari kita kembali ke pangkuan NKRI” di sebuah hotel di Depok Kabupaten, Jawa Barat pada Minggu (11/3/2024).
Acara yang diprakarsai Densus 88 antiterorisme polisi ini dihadiri sekitar 120 orang mantan anggota kelompok terlarang Jemaah Islamiyah (JI), khususnya lulusan akademi militer di Afghanistan dan Moro Filipina.
Selain Sentot, turut hadir juga Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Komjen Pol Eddy Hartono, pendiri JI Abu Rusidan, dan terakhir emir JI Para Wijayanto.
Sebelumnya, Sentot sempat berfoto bersama mereka.
Usai mengambil foto, Sentot “ditodong senjata” oleh MC untuk mengucapkan beberapa patah kata saat itu.
“Pak Bos Densus, teman-teman saya meminta saya untuk mendengarkan satu dua kalimat dari Anda tentang teman-teman Anda,” kata MC.
Tak kuasa menolak, Sentot yang mengenakan pakaian sipil pun menuruti permintaan tersebut.
Sentot mengaku bersyukur kegiatan yang merupakan bagian dari sosialisasi pembubaran JI ini bisa terlaksana.
Sebelumnya, kata Sentot, kegiatan serupa telah dilakukan sekitar 30 kali di berbagai wilayah Indonesia.
Sentoth juga mengungkapkan dirinya juga menghadiri acara deklarasi pembubaran JI di Sentul pada 30 Juni 2024.
“Saya yang pertama ikut, saya yang ikut tanggal 30 Juni. Alhamdulillah aku yang pertama. Tapi saya tidak terkenal, jadi beberapa dari mereka bahkan tidak terkenal. Alhamdulillah kali ini,” ucap Sentot disambut tepuk tangan penonton.
Ia juga mengatakan, kegiatan sosialisasi serupa akan terus digelar ke depannya.
Untuk itu, ia juga mengucapkan terima kasih kepada para pimpinan dan sesepuh Amir atau JI yang berkenan mengikuti acara tersebut.
“Sampai saat ini dan beberapa waktu ke depan, kami akan terus melakukan komunikasi. Saya ucapkan terima kasih kepada para Amir dan seluruh sesepuh atas pelaksanaan ini dan semoga kedepannya dapat memberikan manfaat yang baik bagi kita semua,” kata Sentot. .
Mantan anggota JI sekaligus sesepuh Abu Fatih mengucapkan terima kasih kepada Densus 88.
Ia berharap dengan pembubaran JI, maka embrio atau potensi yang dapat memunculkan radikalisme atau terorisme dapat diberantas semaksimal mungkin.
Hal itu, lanjutnya, agar dapat tercapai kehidupan, berbangsa, bernegara, dan kemanusiaan yang beradab yang berakhlak tinggi dan berkeadilan.
“Saya atas nama eks JI mengucapkan terima kasih kepada Polri dalam hal ini Densus dan BNPT yang telah memberikan penilaian terhadap pembongkaran JI dengan baik dan dukungan yang baik. Jadi, sekali lagi saya ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya,” kata Abu Fatih di sela-sela acara.
“Dan kami berharap ini menjadi awal yang baik bagi bangsa Indonesia secara keseluruhan dan juga bagi seluruh masyarakat terkait, baik di Indonesia maupun di luar, baik umat Islam maupun non-Muslim,” lanjutnya. Ratusan peserta sosialisasi pembubaran Jamaah Islamiyah menghadiri acara di Hotel Aston Madiun, Minggu (04/08/2024). Beberapa tokoh penting gerakan sebelumnya hadir secara langsung dan virtual. (TRIBUNISI/HO)
Sementara itu, mantan anggota JI Abu Mahmuda juga melakukan evaluasi terhadap Densus 88 dan BNPT.
Hal ini, lanjutnya, karena Densus 88 dan BNPT akan bekerja sama sehingga proses integrasi eks anggota JI dapat berjalan lancar.
“Kami berterima kasih kepada pemangku kepentingan pemerintah, khususnya Densus dan BNPT. Dan kami berharap lembaga pemerintah lainnya juga mengikuti jejaknya,” ujarnya.
Dalam kegiatan tersebut, Amir Para Vijayanto yang terakhir dari JI memaparkan 42 alasan berdasarkan syariat Islam mengapa JI harus dibubarkan.
Ke-42 alasan tersebut tertuang dalam teks setebal 900 halaman bertajuk “Dalam Tataruf (Ekstremisme, Terorisme, Radikalisme dan Kekerasan)”.
Rencananya naskah tersebut akan dicatat dan dibagikan kepada seluruh mantan anggota JI.
JI sendiri dalam sejarahnya identik dengan beberapa aksi terorisme yang dilakukan anggotanya di Indonesia yang memakan banyak korban jiwa.
Di antaranya Bom Malam Natal (2000), Bom Bali I (2002), Bom Bali II (2005), Bom Hotel JW Marriot (2003), Bom Kedutaan Besar Australia (2004), J.W. Bom Hotel Carlton (2009), mutilasi 3 siswa SMA di Poso dan beberapa aksi teroris lainnya teridentifikasi terjadi pada kelompok ini.